MEDIASI – Tulisan ini merupakan serial rangkaian Buku Khutbah Jum’at yang diinisiasi oleh Bapak Dr. Abdul Kholik M.Si (Senator Anggota DPD RI dan Pembina PW FKDMI Jawa Tengah) yang akan disajikan setiap hari Jum’at.
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ وَضَعَ الْأَرْضَ لِلْأَنَامِ . فِيهَا فَاكِهَةٌ وَالنَّخْلُ ذَاتُ الْأَكْمَامِ . وَالْحَبُّ ذُو الْعَصْفِ وَالرَّيْحَانُ . فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا اللّهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلّىَ اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ, وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, أَمَّا بَعْدُ: فَيَأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللَّهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ ( وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِرًا نُخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا مُتَرَاكِبًا. سورة ال عمران)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, khatib mengajak kepada diri pribadi dan jamaah pada umumnya, untuk senantiasa meningkatkan taqwa kepada Allah SWT. menjaga kebersihan hati dan mensyukuri segala nikmat yang Allah telah berikan kepada kita. Semoga dengan senantiasa bertaqwa yang dilandasi dengan penuh keikhlasan, Allah akan menambahkan keberkahan hidup kita. Aamiin ya Allah ya Rabbal ‘Alamin.
Jama’ah sholat jum’at yang dimuliakan Allah SWT.
Sesuaipetunjuk yang ada di al-Qur’an, Allah SWT. menjadikan bumi ini sebagai lahan bagi manusia untuk bercocok tanam. Dari bercocok tanam ini akan tumbuh berbagai macam buah-buahan, sayuran, berbagai macam rempah-rempah, dan bahan pangan lainya yang mengandung nilai gizi tinggi sehingga bisa dikonsumsi untuk keberlangsungan kehidupan. Dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rahman ayat 10-13, Allah berfirman:
وَالْأَرْضَ وَضَعَهَا لِلْأَنَامِ . فِيهَا فَاكِهَةٌ وَالنَّخْلُ ذَاتُ الْأَكْمَامِ . وَالْحَبُّ ذُو الْعَصْفِ وَالرَّيْحَانُ . فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ .
“Dan bumi telah dibentangkan-Nya untuk makhluk(-Nya). Di dalamnya ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar-Rahman: 10-13)
Allah juga menegaskan dalam surat Ali Imran ayat 102:
وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِرًا نُخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا مُتَرَاكِبًا
“Dan Dialah yang menurunkan air dan langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak. (QS. Al-An’am: 99)
Dalam ayat ini kita bisa menangkap pesan bahwa proses pertanian menjadi salah satu tanda kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Seandainya tidak ada proses pertanian, keberlangsungan hidup ini akan berhenti. Maka bersyukurlah, masih ada dari saudara kita yang mengabdikan dirinya untuk bercocok tanam.
Jama’ah sholat jum’at yang dimuliakan Allah SWT.
Saat ini, Kita bisa menikmati nasi karena ada yang menanam padi. Kita dapat menikmati tempe dan tahu sebab ada yang menanam kedelai. Kita bisa menikmati buah-buah yang segar karena ada yang menanamnya. Kita juga bisa menikmati jahe, kopi, teh, secang, sereh, dan berbagai rempah lainya karena ada yang menanam. Kita juga bisa menikmati berbagai masakan yang lezat, sebab ada seseorang yang menanam berbagai macam bumbu yang digunakan untuk mengolah makanan. Seseorang itu adalah petani.
Oleh sebab itu, kita jangan pernah menganggap remeh pekerjaan bercocok tanam. Profesi bertani menjadi ujung tonggak penyangga kebutuhan pangan manusia. Melihat begitu pentingnya bertani, Imam an-Nawawi berpendapat bahwa pekerjaan bertani diposisikan terhormat karena memberikan manfaat yang sangat banyak bagi kelangsungan hidup manusia. Bahkan, manfaat bercocok tanam tidak hanya terbatas untuk manusia, tetapi juga berguna bagi makhluk hidup lainnya. Binatang-binatang yang hidup di bumi juga merasakan manfaat dari bercocok tanam, seperti sapi, kerbau, kuda, ataupun burung. Rasulullah saw pun bersabda;
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ )رواه البخاري(
“Tidaklah seorang muslim yang menanam tanaman atau bertani kemudian burung, manusia atau pun binatang ternak memakan hasilnya, kecuali semua itu menjadi sedekah baginya. (HR. Bukhari)
Hadis tersebut menjelaskan bahwa selama hasil tanamannya dimakan oleh burung atau hewan ternak atau dimanfaatkan oleh manusia maka pahala tersebut tetap terus mengalir kepada pemiliknya meskipun ia telah meninggal atau tanamannya berpindah kepemilikan.
Sementara Imam al-Qurthubi menegaskan bahwa hukum bertani adalah fardhu kifayah. Kewajiban tersebut gugur jika telah dilaksanakan oleh sekelompok orang. Bila tak ada satu pun pihak yang melaksanakan tuntutan ini, sanksi dosa akan ditujukan ke semua orang. Penempatan profesi ini dalam kategori fardhu kifayah disebabkan urgensi dan ketergantungan segenap umat manusia terhadap hasil bercocok tanam.
Menurut Imam al-Haramain dan Imam an-Nawawi, adakalanya fardhu kifayah bisa lebih utama dari pada fardhu ’ain. Sebab, tanggungan fardhu kifayah bila tidak dilakukan oleh satu orang, dosanya akan dipikul secara kolektif. Berbeda dengan fardhu’ain yang seandainya tak dikerjakan dampak hukumnya kembali ke individu saja.
Jama’ah sholat jum’at yang dimuliakan Allah SWT.
Petani itu mulia. Bertani adalah pekerjaan yang membawa keberkahan bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Sebab itu, cara-cara yang dilakukan dalam proses pertanian harus baik. Harus ramah lingkungan, tidak menghancurkan ekosistem yang ada di alam, dan baik bagi kesehatan serta harus berkesinambungan sampai anak cucu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2013 luas lahan sawah dan tegal di negara kita menurun. Padahal, pertambahan penduduk Indonesia adalah sebesar 1,5% per tahun, maka diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2030 adalah sekitar 320 juta jiwa. Akibat peningkatan jumlah penduduk, target produksi bahan pangan sangat tinggi serta sulitnya penyediaan lahan baru untuk pertanian mendorong manusia melakukan segala upaya untuk memenuhi kecukupan pangan.
Oleh karena itu, konsep pertanian yang menggunakan produk-produk perusahaan bioteknologi seperti bibit yang telah dimodifikasi secara genetika (Genetically Modified Organisms, GMO) serta bahan agrokimia termasuk pupuk, pestisida, fungisida dan herbisida merupakan input utama sistem usaha tani konvensional.
Tidak menutup mata, penggunaan pupuk kimia dapat meningkatkan produksi pangan. Namun, dalam jangka panjang, penggunaan pupuk kimia dengan dosis tinggi dapat berakibat buruk pada sifat fisik dan kimia tanah, yang pada gilirannya produktivitas tanah dapat menurun. Lebih jauh lagi, tanpa adanya upaya perbaikan, kerusakan tersebut bersifat tidak dapat kembali (irreversible) yang artinya tanah menjadi mati (tidak subur lagi). Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa konsumsi produk pertanian yang menggunakan bahan kimia (pupuk dan pestisida) dalam proses produksinya dapat berakibat buruk pada kesehatan (kanker dan menurunnya ketahanan tubuh). Kekhawatiran akan hal tersebut, semakin menguat dengan berkembangnya GMO (genetic modified organisms) atau tanaman transgenik (bibit rekayasa genetika).
Bibit rekayasa genetika atau GMO diperoleh dengan menggabungkan DNA dari spesies yang berbeda, bahkan menggabungkan gen hewan dengan hewan lainnya dan juga bisa gen manusia; gen bakteri dengan gen tanaman, sehingga menciptakan hewan atau tanaman jenis baru yang tidak mungkin terjadi melalui proses alami atau melalui persilangan secara tradisional.
Benih tanaman GMO mengundang risiko terjadinya pencemaran genetika akibat penyerbukan antara tanaman GMO dan tanaman non-GMO di lokasi pertanian. Selain itu, benih tanaman GMO yang tersebar ke alam liar juga mengundang keresahan serupa. Fenomena ini disebut dengan kontaminasi benih. Sebab, sebagian besar proses penyerbukan terjadi oleh angin dan serangga yang tidak mampu dikendalikan secara penuh oleh manusia.
Selain itu, penggunaan produk-produk rekayasa (bioteknologi) yang tidak terkendali menjadi salah satu penyebab keracunan tanaman dan biota air serta terjadinya kerusakan lingkungan. Tentu hasil dari pertanian ini menjadi makanan yang tidak thayyib karena menimbulkan kemudharatan pada makhluk Allah lainnya, baik saat ini maupun jangka panjang. Apabila kita tidak melakukan perbaikan, maka kita akan masuk ke dalam kebinasaan.
Jika melihat fenomena ini, maka Islam mempunyai suatu kunci untuk meresponya yaitu:
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Upaya menolak kerusakan harus didahulukan daripada upaya mengambil kemaslahatan”
Melihat keburukan yang ditimbulkan dari penggunaan pupuk dan pestisida kimia dengan berlebihan, meski bertujuan untuk meningkatkan jumlah produksi pangan, maka sebisa mungkin harus dihindari atau minimal dikurangi sampai ada penemuan teknologi pertanian mutakhir yang ramah lingkungan dan baik bagi kesehatan. Harus terus diupayakan terobosan baru sebagai alternatif atas kebutuhan pangan, ramah lingkungan, berkelanjutan dan memelihara kesehatan.
Allah juga menegaskan dalam surat al-Baqarah ayat 195:
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (Q.S. al-Baqarah: 195).
Jama’ah sholat jum’at yang dimuliakan Allah SWT.
Sebagai alterantif dari bioteknologi buatan manusia, kita dapat menggunakan bioteknologi yang telah disediakan alam yang telah ditetapkan Allah SWT, yaitu dengan cara membangun sistem pertanian ramah lingkungan yang bekerjasama dengan seluruh makhluk yang diciptakan Allah yang sudah tersedia di alam. Pertanian ramah lingkungan adalah suatu desain pertanian dengan memperhatikan pemeliharaan ekosistem dengan membangun kerja bersama alam secara sunatullah, bukan melawan atau merusaknya, sehingga pertanian lebih produktif dengan tetap menjaga sinergi keanekaragaman hayati. Allah berfirman dalam surat Ali ‘Imran ayat 191.
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (Q.S. Ali `Imran: 191).
Dalam bukunya yang terkenal, Kitab al-Filaha (buku tentang Pertanian), cendekiawan dari Andalusia atau Spanyol, Ibnu al-Awwan, menjelaskan hal pertama yang perlu diketahui mengenai pertanian adalah lahan pertanian itu. Apakah lahan tersebut baik atau tidak untuk ditanami. Salah satu teknik pertanian ramah lingkungan yang dikenal adalah permakultur atau permanen agrikultur yaitu pengelolaan pertanian dan peternakan secara terpadu berkelanjutan yang dilandasi dengan etika dasar peduli terhadap bumi, masyarakat, dan generasi mendatang.
Permakultur ini didasarkan keilmuan agroforestri (wanatani), yaitu bahwa setiap jenis tanaman memiliki batas maksimal dalam memanfaatkan sinar matahari untuk kegiatan photosynthesis-nya. Rata-rata tanaman hanya butuh 1/10 dari sinar matahari yang diterimanya. Dengan demikian sejumlah tanaman bisa hidup dengan baik meskipun berada di bawah atau berhimpitan dengan tanaman lainnya.
Dalam Al-Qur’an, petunjuk pertanian dengan model multikultur ini (bukan monokultur seperti yang umum dilakukan saat ini) telah disebutkan. Semua makhluk hidup itu mempunyai peranan atau fungsi khusus yang tidak dapat digantikan oleh makhluk lain untuk menjaga keseimbangan lingkungan hidup. Tanaman, hewan, mikroba dan lingkungan fisik memberikan layanan “gratis” asupan seperti makanan dan bahan baku, penyerbukan dan sumber daya genetik. Allah SWT berfirman:
وَالْأَرْضَ مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْزُونٍ . وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ . وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ . وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ . وَإِنَّا لَنَحْنُ نُحْيِي وَنُمِيتُ وَنَحْنُ الْوَارِثُونَ.
“Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya. Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi kami-lah khazanahnya (maksudnya segala sesuatu itu sumbernya dari Allah SWT.) dan kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu. Dan kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan kami turunkan hujan dari langit, lalu kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya. Dan Sesungguhnya benar-benar kami-lah yang menghidupkan dan mematikan dan kami (pulalah) yang mewarisi. (QS. Al-Hijr [15]:19-23).
Sidang jama’ah jum’at yang dimuliakan Allah SWT
Yusuf al-Qaradhawi menjelaskan bahwa, dari ayat tersebut di atas, ada isyarat penting yaitu, pertama, firman Allah “kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran”, ayat ini menunjukkan suatu konsep ilmiah yang sangat relevan dengan pengetahuan modern bahwa setiap makhluk hidup terdiri dari unsur-unsur kimiawi tertentu dengan jumlah tertentu yang seimbang sesuai dengan jenisnya masing-masing yang berbeda satu dengan yang lainnya. Kedua, bahwa alam ini berjalan sesuai aturan, semuanya sudah diukur menurut kadar keseimbangan dan perhitungan yang tepat. Bila keseimbangan terganggu, maka kehidupan seluruh makhluk akan terganggu. Ketiga, bahwa Allah telah memberikan sumber kehidupan dan rezeki kepada seluruh makhluk ciptaannya.
Pertanian ramah lingkungan didefinisikan sebagai sistem pertanian berbasis ekologi dan memiliki konsep keberlanjutan, hasil pertanian yang tinggi, serta menguntungkan secara ekonomi. Beberapa konsep pertanian ramah lingkungan adalah (1) Pengelolaan tanaman terpadu, terintegrasi dengan ternak, (2) Sistem pertanian organik yang efisien, yaitu sistem pertanian dengan memanfaatkan secara optimal (efisien) karbon yang dikandung oleh produk dan bahan organik sisa tanaman, ternak, dan sampah organik lainnya, (3) Melakukan konsep konservasi tanah dan air, (4) Mengontrol kandungan polutan (bahan kimia toksik) dalam tanaman dan tanah, dan (5) Meningkatkan produktivitas lahan terdegradasi dan lahan tidak subur.
Kerusakan alam ini bisa dan perlu segera kita perbaiki. Oleh karenanya kita perlu mengerti tentang interaksi antara manusia dan lingkungan. Semua ini menunjukkan bahwa pertanian ini adalah landasan peradaban, yaitu landasan bagaimana manusia berhubungan dengan Allah SWT, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam. Saat ini adalah waktu yang tepat untuk bertindak yang harus dimulai dari diri kita sendiri, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
اِبْدَأْ بِنَفْسِكَ
Artinya : “Mulailah dari dirimu lebih dulu”.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
Semoga Allah SWT. senantiasa membimbing kita untuk terus berupaya melakukan terobosan dalam menjaga keseimbangan alam dan keberkahan rizki dari hasil pertanian. Aamiin ya Rabbal ‘Alamiin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ, وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ, وَلَاعُدْوَانَ اِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ. اَشْهَدُ اَنْ لَّا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ, اِيَّاهُ نَعْبُدُ وَاِيَّاهُ نَسْتَعِيْنُ, وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ. اَلَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. وَسَارِعُوْا اِلَى مَغْفِرَةِ اللهِ الْكَرِيْمِ. وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ فَقَالَ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْعَزِيْزِ: اِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَلَّلهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيَائِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ الَّلهُمَّ عَنِ الْخُلَفَأِ الرَّاشِدِيْنَ, اَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ اَجْمَعِيْنَ, وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ, وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَلَّلهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ, وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ, اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ, اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُّجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اَلَّلهُمَّ اَعِزِّ الْاِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ, وَاَذِلِّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ, وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ, وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ, وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ, وَدَمِّرْ اَعْدَاءَ الدِّيْنَ, وَاَعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ. اَلَّلهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ, وَالْوَبَاءَ, وَالزَّلَازِلَ وَالْمِحَنَ, وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ, عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُوْنِسِيَّا خَاصَّةً, وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً, يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَلَّلهُمَّ اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ, وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا لَاتُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْهَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا اَتِنَا فِيْ الدُّنْيَا حَسَنَةً, وَفِيْ الْأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ …….. اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ, وَاِيْتَائِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ, يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ, وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِيْكُمْ, وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ. وَاللهُ يَعْلَمُ مَا يَصْنَعُوْنَ. وَاَقِيْمُوا الصَّلَاةَ.
Oleh : Nurlaitul Hikmah