Dinilai Kurang Komunikatif, Dino Kritik dan Beri Saran Menlu Sugiono

News142 Dilihat

MEDIASI – Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu), Dino Patti Djalal, menyampaikan empat poin kritik dan saran terkait arah diplomasi Indonesia kepada Menteri Luar Negeri Kabinet Merah Putih Sugiono.

Pesan itu disampaikan Dino melalui unggahan di akun Instagram @dinopattidjalal, Senin, 22 Desember 2025.

Dino berharap Sugiono tak bersikap defensif dan mau menerima masukan ini sebagai bahan refleksi. Apalagi, kata dia, pesan tersebut disampaikan sebagai seorang sesepuh di Kementerian Luar Negeri, pendukung politik luar negeri, ketua ormas internasional, serta sebagai rakyat. “Juga sebagai orang yang telah berkecimpung dalam dunia diplomasi selama hampir 40 tahun,” kata Dino.

Berikut empat kritik dan saran Dino Patti Djalal kepada Sugiono:

Pertama, Sugiono diminta meluangkan waktu lebih banyak untuk memimpin Kementerian Luar Negeri.

Dalam pesannya, Dino menganalogikan Kementerian Luar Negeri seperti mobil Ferrari karena merupakan salah satu lembaga terbaik di Indonesia yang dipenuhi oleh diplomat bertalenta. Masalahnya, kata dia, Ferrari hanya bisa berkinerja optimal apabila dikendarai oleh pengemudi yang fokus dan piawai.

“Menlu Sugiono idealnya bisa mengurus Kementerian secara penuh. Tetapi, minimal 50 persen, kalau bisa 80 persen,” tandasnya.

Dino mengungkapkan, banyak Kedutaan Besar Republik Indonesia yang tidak memperoleh arahan strategis dari pusat. Bahkan, rapat koordinasi para duta besar tertunda hampir setahun, termasuk banyak diplomat yang mengamali penurunan kinerja imbas pemangkasan anggaran.

Karena problem tersebut, menurut Menlu era Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) ini, banyak diplomat yang kemudian mengalami demoralisasi dan merasa tidak terdorong inisiatifnya karena merasa tidak memperoleh tanggapan dari pusat. Dino mengaku mendengar banyak duta besar yang sulit menemui Sugiono ketika kembali ke Jakarta. Persoalan ini, kata dia, dapat berisiko pada hilangnya kesempatan diplomasi Indonesia hingga menyebabkan hubungan bilateral Indonesia dengan negara lain tak seimbang.

Dino khawatir, Kementerian Luar Negeri akan meredup dan Sugiono berpotensi dicatat dengan nilai merah oleh sejarah karena berubahnya arah dari pusat keunggulan menjadi institusi medioker.

“Ini bisa dianggap sepi sekarang, tapi bisa meledak di kemudian hari,” ungkap Dino.

Kedua, Sugiono diminta berkomunikasi dengan publik ihwal langkah-langkah politik luar negeri Indonesia

Dino menyinggung sikap Sugiono dalam satu tahun terakhir yang belum pernah memberikan pidato kebijakan, baik di dalam maupun di luar negeri. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra itu, kata dia, juga tidak pernah melakukan wawancara khusus dengan media ihwal substansi politik luar negeri.

Dino juga menyentil komunikasi Sugiono yang cenderung dilakukan melalui media sosial. Sugiono dinilai jarang memberikan penjelasan kepada publik terkait langkah politik luar negeri Indonesia, selain pidato awal tahun yang menjadi tradisi Kementerian Luar Negeri.

Pada perhelatan Conference on Indonesia Foreign Policy misalnya, ribuan pemuda dan mahasiswa Indonesia datang dari berbagi provinsi untuk mendengar pembahasan politik luar negeri. Namun, kata Dino, seluruh surat, telepon, pesan, hingga permohonan pertemuan yang ditujukan kepada Sugiono justru tak memperoleh tanggapan. Ia berharap Sugiono berubah dari menteri yang absen menjadi menteri yang hadir dalam urusan hubungan internasional di dalam negeri.

Ia mengingatkan ilmu dari Ali Alatas, hingga Bacharuddin Jusuf Habibie yang mengajarkan politik luar negeri di mulai dari rumah. Artinya, segala langkah diplomasi luar negeri akan percuma apabila tidak dijelaskan, dipahami, dan didukung publik di dalam negeri.

“Dalam dunia diplomasi, yang paling unggul adalah mereka yang paling vokal dan persuasif,” tegasnya.

Ketiga, Sugiono diminta lebih banyak berhubungan dengan pemangku kepentingan internasional

Dino menjelaskan, permintaan untuk lebih banyak berhubungan dengan pemangku kepentingan di luar negeri sebetulnya sejalan dengan prinsip pemerintah yang melayani rakyatnya. Menurut Dino, Sugiono tidak komunikatif, tidak responsif, hingga tidak terbuka aksesnya.

Padahal, para pendahulu Sugiono konsisten menganut prinsip never burn your bridges atau jangan memutus hubungan dengan siapa pun. Sebab, kepercayaan, rasa hormat, dan dukungan pemangku kepentingan tidak datang secara otomatis. “Melainkan diperoleh melalui upaya aktif,” ujar Dino.

Keempat, Sugiono diharapkan bersikap terbuka untuk bekerja sama dengan akar rumput hubungan internasional

Dino mengaku memahami jika tugas seorang menteri adalah membantu Presiden dalam menjalankan program-program pemerintah. Namun, kata dia, membantu Presiden bukan berarti harus mengabaikan rakyat di akar rumput.

Dia menjelaskan, dalam dunia diplomasi inisiatif bisa datang dari mana saja, termasuk rakyat hingga pemangku kepentingan. Tetapi, Dino menilai, pernyataan Sugiono di forum internasional tidak sejalan dengan yang terjadi di lapangan. Di forum internasional, Sugiono kerap menyerukan soal pentingnya kerja sama. Tetapi, dalam kenyataannya amat sulit untuk diajak bekerja sama.

Dino, dalam penutupnya, menyampaikan permohonan maaf jika kritik dan saran kepada Sugiono disampaikan melalui unggahan di media sosial. Dia beralasan, seluruh jalur komunikasi dengan Sugiono telah terblokir selama berbulan-bulan.

“Menlu Sugiono, remember you only have one shot at history,” pungkas Dino.