Inilah Alasan Mengapa Guru Besar UNS Ingatkan RUU Perampasan Aset Perlu Dibahas dengan Hati-Hati

Nusantara26 Dilihat

MEDIASI – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof. Pujiyono Suwadi mengingatkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset perlu dibahas dengan hati-hati karena berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang jika tidak disertai pembatasan jelas.

Dia menjelaskan, rancangan versi April 2023 mengatur mekanisme non-conviction based asset forfeiture yang memungkinkan aset dirampas tanpa putusan pidana. Model ini dianggap efektif, tetapi juga membuka peluang kriminalisasi jika tanpa kontrol ketat.

“Kalau tidak ada batasan, aset orang bisa langsung disita hanya berdasarkan dugaan. Padahal tujuan kita mengembalikan kerugian negara, bukan menakut-nakuti masyarakat,” katanya dalam diskusi publik Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) dengan tajuk “Tarik Ulur Nasib RUU Perampasan Aset” di Jakarta, Jumat.

Dia menambahkan, negara memang punya kepentingan mengejar aset hasil korupsi yang selama ini sulit dijangkau. Namun, partisipasi publik harus dijamin agar aturan tidak menimbulkan masalah baru seperti yang pernah terjadi pada kasus “cek kosong” era Orde Lama.

Sementara itu, Indonesian Corruption Watch (ICW) juga mengingatkan lima poin krusial yang perlu diperhatikan dalam draf RUU Perampasan Asset, yaitu kejelasan subjek yang dikenai, hukum acara yang jelas, batas nilai aset yang dirampas, pembatasan pada tindak pidana tertentu, serta mekanisme check and balance kewenangan kejaksaan.

“RUU ini jangan sampai dipakai sebagai alat kriminalisasi. Fokusnya harus pada tindak pidana ekonomi terorganisir, seperti korupsi, narkotika, atau terorisme, bukan diarahkan sembarangan,” ujar Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW Wana Alamsyah di acara yang sama.

Selain itu, ICW berharap DPR dapat segera menerbitkan susunan draf dari RUU tersebut. Mereka khawatir jangan sampai absen-nya partisipasi publik dalam pembahasan sebelumnya dapat menimbulkan kecurigaan bahwa pembahasan ini hanya muncul untuk meredam kemarahan masyarakat atas berbagai isu belakangan ini.

Wana menegaskan bahwa pembahasan RUU diharapkan harus tuntas dalam 3 bulan, sesuai target DPR, tetapi substansinya harus matang agar tidak menjadi alat abuse of power.

“Yang dikejar harus aset hasil kejahatan, bukan hak masyarakat yang sah,” katanya.

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menetapkan sebanyak 67 RUU masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026, termasuk RUU Perampasan Aset. Keputusan itu diambil setelah Baleg menggelar rapat bersama Kementerian Hukum dan HAM serta DPD RI di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (18/9).