MEDIASI – Nama lengkapnya Kiai Masruri Ghozali, lahir di Desa/Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang pada tahun 1942. Saat tahun 2022 ini berarti umur beliau genap 82 tahun. Nama Ghozali sendiri dinisbatkan pada nama ayahnya Kiai Ghozali, seorang guru ngaji plus khafidz (penghafal al Qur’an) yang berasal dari desa Banyumudal Kecamatan Moga. Ayahnya sezaman dan teman seperjuangan dengan Kiai Tartib Banyumudal, salah satu ulama dan saudagar terpandang di Moga.
Walau pun umurnya terbilang sepuh, namun daya ingat dan bicaranya masih lugas dan lancar. Saat ditemui penulis beberapa waktu lalu, beliau bercerita mulai dari perjuangan mudanya hingga saat ini. Sejak usia muda belia, beliau memang dikenal sebagai aktifis keagamaan. Ia mengalami masa perjuangan tiga orde; yakni orde lama, orde baru hingga orde reformasi saat ini.
Kiai Masruri merupakan salah satu saksi sejarah perjuangan ulama-ulama yang ada di kitaran Pemalang wilayah Selatan, khususnya wilayah kecamatan Belik. Ia malang melintang di dunia aktifis, baik di bidang keagamaan, sosial mau pun politik. Di bidang keagamaan, saat ini beliau masih mengemban amanat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Belik, Pemalang.
Di bidang sosial politik, beliau aktif berjuang sejak Nahdlatul Ulama (NU) menjadi partai politik dimulai di organisasi kepemudaan Gerakan Pemuda (GP) Ansor, hingga kemudian NU khittah dan adanya fusi (penyatuan) partai politik Islam ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP). di PPP, beliau pernah menduduki jabatan sebagai Ketua Pengurus Anak Cabang (PAC) PPP Kecamatan Belik.
Kemudian, beliau pun akhirnya pindah ke Golkar. Setelah Orde Baru tumbang, memasuki era reformasi, beliau pun akhirnya bergabung dengan partai berbasis NU, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pilihan pindah ke Golkar, menurut penuturannya, karena alasan perjuangan keagamaan. Bagian dari strategi dakwah, karena saat itu dominasi hegemoni partai penguasa orde baru ini hampir mencengkram semua lini kehidupan masyarakat. Sehingga, pilihannya pindah ke Golkar pun sudah dipertimbangkan dengan matang, termasuk juga dikomunikasikan dengan teman-teman sejawat perjuangannya di PPP saat itu.
Jalan Perjuangan Politik, Jalan mencari Solusi
Kiai Masruri pada masa remajanya selama 6 tahun menimba ilmu di Pondok Pesantren Kaliwungu Kendal, dibawah asuhan Kiai Ru’yat. Ketertarikannya pada dunia politik tertanam sejak menjadi santri. Beliau salah satu fans berat pada tokoh NU yang pernah menjadi Perdana Menteri, yakni KH Idham Khalid. Selain itu, beliau pun tertarik pada politik karena pesona Bung Karno (Presiden RI pertama), yang dikenal sebagai orator ulung dan proklamator Kemerdekaan RI.
Setelah pulang dari pesantren, beliau pun langsung terjun ke dunia aktifis sosial politik. Saat di NU dan PPP, beliau banyak berinteraksi dengan tokoh-tokoh kiai terkenal di wilayah kecamatan Belik, seperti KH Busyro Zaini Badak, KH Abu Hasan (Kiai Mukhasan) Gunungtiga, Kiai Muin Mendelem, KH Afifudin dan KH Mukhail Belik.
Dalam pandangannya, seorang ulama atau tokoh agama harus paham politik dan bisa berpolitik. Walau pun menurutnya politik terkadang koto, tapi politik baginya penting untuk agama dan syiar dakwah.
“Politik itu penting. Walau pun kotor, penting untuk agama. Politik itu mencari jalan solusi,” ungkap Kiai Masruri. (Bersambung)