Mbah Kiai Sumar, Kiai Mahali, Kiai Sobirin dan Syiar Islam di Desa Gambuhan

Ensiklopedi1174 Dilihat

MEDIASI –  Gambuhan adalah sebuah desa di Kecamatan Pulosari Kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Dari letak geografisnya, topografi desa Gambuhan masuk wilayahan pegunungan di Selatan Pemalang dan tanahnya berbukit-bukit, letaknya persis di bawah kaki Gunung Slamet.

Desa Gambuhan dulu dikenal sebagai desa penghasil rempah-rempah, terutama komoditi cengkeh. Secara sosio-historis, Gambuhan dikenal sebagai desa yang cukup religius, sebagian besar masyarakatnya guyub rukun dalam menjalankan aktifitas keagamaan dan tradisi Islam alaa ahlussunah wal jamaah.

Perkembangan Islam di desa Gambuhan tidak bisa dilepaskan dari peran para tokoh agama setempat. Walau pun di desa tersebut ada tokoh yang dikeramatkan dan dipercaya sebagai Waliyullah, yakni Mbah Wali Jenggot. Beliau diyakini sebagai seorang Sayyid (keturunan Rasulullah SAW) yang wafat dan dikebumikan di Gambuhan serta sebagai ‘Sohibul Haul’ pemakaman umum masyarakat Gambuhan.

Namun berdasarkan penulusaran sejarah penulis, syiar syariat Islam menyebar dan berkembang luas di desa Gambuhan mulai pesat berkembang berkat perjuangan seorang ‘Kiai Kampung’ yang bernama Mbah Kiai Sumar, yang kemudian estafet perjuangannya diteruskan oleh anaknya Kiai Mahali dan sahabatnya Kiai Sobirin hingga anak-keturunan keduanya.

Mbah Kiai Sumar merupakan panggilan akrab masyarakat Gambuhan dan sekitarnya. Nama lengkapnya adalah Kiai Hasan Umar bin Ridwan. Beliau lahir dan besar sehingga meninggal di desa Gambuhan.

Kiai Sumar sejak kecil dikenal sebagai sosok yang cinta ilmu, hal ini dibuktikan sejak usia belia hingga remaja. Beliau dikenal selain sebagai pejuang agama, juga seorang santri yang taat dan patuh pada gurunya. Paling tidak, dari penelusuran Penulis, ada dua orang Kiai yang disebut sebagai guru utamanya yakni KH Husen dan dan KH Hasyim dari Walangsanga Moga Pemalang. Kiai Sumar, diketahui menimba ilmu ‘nyantri’ cukup lama pada kedua tokoh agama tersebut.

Setelah pulang dari menuntut ilmu, beliau kemudian menikah dengan seorang anak tokoh ‘birokrasi desa’ Gambuhan yang bernama Nyai Marisol. Bersama istri tercintanya, Kiai Sumar berkhidmat melayani umat dengan mengajarkan dasar-dasar ilmu syariat agama dengan menggelar pengajian di rumahnya.

Kemudian, ketika perkembangan syiar agamanya semakin meningkat, beliau mewakafkan sebagian tanahnya untuk dibangun masjid. Selain gunakan untuk melakasanakan sholat, masjid yang didirikan yang bernama ‘Masjid Jami al Hikmah’ juga dipergunakan untuk ta’limnya mengajarkan ilmu agama pada masyarakat setempat dan sekitarnya.

Hingga akhir hayatnya, Kiai Sumar lahiran wabathinan mengabdikan dirinya untuk berjuang syiar li ilaikalimatilllah. Hasil dari perjuangannya, diakui dan dirasakan masyarakat, khususnya warga Gambuhan sendiri. Berdirinya berbagai lembaga pendidikan Islam mulai dari Madrasah hingga pesantren di Gambuhan tidak terlepas dari embrio perjuangannya.

Kiai Sumar meninggal sekira tahun 1985 dan dikebumikan tepat di belakang Masjid al Hikmah yang didirikannya. Perjuangan Kiai Sumar kemudian dilanjutkan oleh salah satu putranya yang bernama Kiai Mahali. Dalam gerak perjuangannya, Kiai Mahali tidak sendirian. Ia pun menggandeng sahabatnya Kiai Sobirin. Kedua Kiai Gambuhan ini pun saling bahu-membahu dalam membimbing spiritualitas masyarakat Gambuhan.

Kiai Mahali dan Kiai Sobirin, seperti dituturkan oleh Pengasuh Pesantren Al Ikhsaniyah Gambuhan, adalah dua pasang pejuang syiar Islam Gambuhan yang saling melengkapi. Keduanya disebut sebagai kampium ulamanya desa Gambuhan. Lekatnya ikatan persahabatan kedua tokoh ulama ini bahkan sampai akhir hayat hingga keduanya pun ketika meninggal kuburannya berdampingan. Kiai Sobirin meninggal pada tahun 2005, sementara Kiai Mahali meninggal pada tahun 2007.

Estafet perjuangan Kiai Mahali dan Kiai Sobirin kemudian dilanjutkan oleh anak keturunan kedua tokoh tersebut, diantaranya Kiai Chumaedi putra Kiai Sobirin dan Mas Faqih cucu Kiai Mahali. Walau pun masing-masing penerusnya melaksanakan perjuangan berkhidmat pada masyarakat sesuai dengan ilmu dan kebutuhan zamannya. Namun paling tidak, dari perjuangan tokoh-tokoh ulama Gambuhan tersebut lahirlah generasi penerus syiar Islam yang tak terputus oleh gerusan godaan akhir zaman. Wallahu’alam bishowab…

Untuk Mbah Kiai Sumar, Kiai Mahali, Kiai Sobirin… Lahum. Al Fatihah….

Oleh : Abdul Azis Nurizun (Founder PP Babusssalam Yayasan Semesta Ilmu Nurul Iman dan Ketua PW FKDMI Jawa Tengah)