Menfasilitasi yang Mayoritas dan Mengayomi yang Minoritas

Publika2240 Dilihat

MEDIASI – Kerukunan dan keharmonisan adalah salah satu impian bagi masyarakat atau umat beragama.

Keharmonisan dalam masyarakat akan melahirkan rasa nyaman dalam membangun persatuan bangsa Indonesia.

Keberadaan Gereja yang berada di pusat kegiatan masyarakat Moga juga menjadi cermin kerukunan umat beragama. Bahkan, sampai saat ini masih melayani peribadatan dan acara sosial keagamaan penganut kepercayaan yang tersebar di Kecamatan Moga dan sekitarnya.

Ketika saya menemui dan berdiskusi perihal toleransi dengan judul “Memfasilitasi yang minoritas dan mengayomi yang minoritas” kepada Pendeta Trombin Naftalius, yakni Pendeta Kristen Protestan di Gereja Kristen Jawa Moga, beliau mengatakan bahwa “toleransi antar umat beragama sudah terbangun sejak lama”. (25/11/2022).

“Salah satu contohnya adalah diperbolehkannya seorang muslim yang berdagang di depan area Gereja Kristen Jawa Moga. Bahkan, di bulan puasa ramadhan area depan gereja tersebut dipadati oleh masyarakat muslim yang berdagang disitu. Dan juga sering kali para jemaat Kristen Protestan disitu menggalang dana untuk membuat takjil yang akan diberikan kepada masyarakat muslim disekitar”. lanjut beliau.

Bukan hanya itu saja, ketika umat Islam melaksanakan sholat idul fitri ‘pun para jemaat gereja ikut turut andil dan berpartisipasi mendampingi polisi yang menjaga umat Islam yang sedang sholat idul fitri.

“Sampai sekarang juga masih terjalin hubungan baik dengan ormas-ormas Islam di Moga, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan juga Komunitas Merah Putih (KMP)”. Pungkas beliau.

Dan saya juga sempat mewawancarai seseorang dengan pertanyaan yang sama seperti yang saya ajukan kepada pendeta Trombin. Beliau adalah Pak Misbahul Ulum. (4/12/2022).

Beliau menanggapi pertanyaan saya dengan sebuah pertanyaan juga. Beliau mengatakan, “Kaum mayoritas sudah banyak diuntungkan oleh yang minoritas, tapi apakah yang mayoritas (orang Islam) bisa memberikan feedback atau mengayomi yang minoritas (non muslim) ?”

“Sepertinya yang mayoritas itu belum bisa mengayomi yang minoritas, umumnya di Indonesia”.

Pak Misbah juga melanjutkan, “Yang minoritas, khususnya umat kristiani ketika merayakan hari raya Natal itu dijaga, dan ketika orang Islam melaksanakan sholat idul fitri kok santai-santai saja? Disitu seperti ada sebuah diskriminasi”

“Ketika yang mayoritas tidak bisa memfasilitasi yang minoritas, setidaknya yang mayoritas bisa memberikan rasa aman & nyaman kepada yang minoritas”.

“Untung saja masyarakat mayoritas (Islam) di Indonesia tidak sampai menganiaya yang minoritas, berbeda seperti di Rohingya, Myanmar. Disana umat Islam yang hanya berjumlah 4% dari seluruh penduduk Myanmar tidak diakui oleh pihak pemerintahnya & sering kali didiskriminasi”. Tutup beliau.

Dan beliau juga menyarankan kepada masyarakat Indonesia untuk sadar akan pentingnya membangun persatuan, pluralisme dan humanisme, seperti nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Gus Dur.

Oleh : Muhamad Nurul Fajri (Penggerak GUSDURian Pemalang dan Mahasiswa UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan)