MEDIASI – Pagi yang sejuk, hari ini udara terasa menyentuh kulit dengan lembut. Alam menguarkan aroma khas dedaunan. Jalanan di pagi hari masih belum bising oleh deru kendaraan bermotor. Lalu lalang anak sekolah yang ceria menambah suasana makin asyik.
Saya ditemani oleh seorang kawan dari kota ingin menunaikan sarapan pagi. Kami memilih makan pagi dengan menu nasi ponggol daun jati. Selain dekat dari rumah, lokasinya yang di tepi jalan mudah sekali dijangkau, ditingkahi pemandangan pegunungan di arah selatan, sungguh mak nyuss rasanya.
Sajian sarapan yang murah meriah ini sedap sekali rasanya. Ikan asin dan sambal goreng berpadu dalam rasa yang pas di lidah. Telor goreng dan sayur nangka diramu dengan bumbu yang khas nusantara. Tambahan tempe mendoan melengkapi keserasian kuliner ini. Minuman teh yang disuguhkan makin melengkapi rasa yang bikin semangat. Teh khas Tegal benar-benar mengesankan.
Obrolan kami di atas papan lesehan tak terasa sudah lewat satu jam lebih. Saya yang harus bergegas menjemput anak sekolah hampir saja lupa. Selain berbincang soal kelezatan nasi ponggol daun jati khas Tegal itu, kami mencermati pilihan pembungkus nasinya. Dari namanya saja kita sudah tahu. Ya nasi ini dibungkus dengan menggunakan daun pisang yang didobel memakai daun jati.
Pilihan bungkus memanfaatkan daun ini yang menjadi perhatian kami. Di tengah-tengah aneka kuliner, jajanan, dan minuman, kita ketahui bahwa bungkus plastik lambat laun akan membahayakan bagi kehidupan manusia. Plastik, bahan yang sangat sulit diurai secara alami oleh tanah dan mikroorganisme merupakan bom waktu yang sewaktu-waktu berpengaruh buruk pada lingkungan.
Bungkus plastik masih mendominasi jadi pilihan yang paling simpel untuk membungkus apa saja, makanan, minuman, dan aneka belanjaan kebutuhan rumah tangga. Bukan hanya manusia, makhluk hidup lain juga sedang menanti dampak merugikan dari penggunaan plastik yang sudah mendarah daging ini.
Kami tentu tergelitik ketika melihat bungkus nasi ponggol khas Tegal ini memfungsikan daun jati sebagai pilihan. Tradisi warisan yang baik ini perlu dijaga. Kondisi lingkungan yang kian tercemar oleh sampah membahayakan semisal plastik adalah sinyal mengerikan bagi berlangsungnya keseimbangan rantai makanan yang akan menentukan kelestarian bumi ini.
Sebagai anak muda, kita tak boleh meninggalkan pelajaran berharga yang dicontohkan oleh para leluhur. Orang tua kita mengajarkan, mengambil secukupnya dari alam dan mengembalikannya ke alam lagi. Sayangnya, kebanyakan dari kita malah memanfaatkan sebanyak-banyaknya dari alam lalu mengembalikannya lagi dengan racun yang bisa membunuh kesuburan tanah.
Nasi ponggol daun jati khas Tegal ini memberikan khazanah ilmu bagi kita, selain soal kelezatan yang memanjakan lidah, kuliner tradisional ini tetap memerhatikan terjaganya semesta. Seandainya anak muda sekarang bisa mengambil hikmah yang disajikan oleh nasi ponggol daun jati khas Tegal ini. Sehingga saat berbelanja tidak asal mudah lalu pasti solusinya plastik. Tapi anak muda yang kreatif semoga tanggap dan peka agar ketika berbelanja mau memanfaatkan bungkus yang tidak membahayakan bagi Kelestarian lingkungan alam.
Oiya, kalau teman-teman mediasi.co mau menikmati dan mengambil banyak filosofi pelajaran dari nasi ponggol daun jati, di Tegal itu banyak sekali. Kebetulan yang saya datangi ini ada di desa Jembayat, Kecamatan Margasari, Kabupaten Tegal. Tepatnya di jalan raya arah Purwokerto. Kalau dari Slawi, saat memasuki wilayah desa Jembayat, tengok saja ke kanan. Berhenti sejenak, nikmati masakan nusantara warisan budaya orang tua. Selamat memetik hikmah.
Oleh : Dhofier (Pengajar di Pesantren Nihadlul Qulub Moga, Pemalang)