Nefi, Pejuang Literasi dari Majalangu*

Ensiklopedi1468 Dilihat

MEDIASI – Perjalanan kali ini menuju Pemalang Selatan. Tepatnya di desa Majalangu. Saya berangkat dari kecamatan Randudongkal, desa Semingkir lalu menuju desa Wisnu. Desa Wisnu sudah termasuk dalam wilayah kecamatan Watukumpul.

Saya selalu takjub menjejakkan kaki di tempat baru. Ya, saya memang baru pertama kali ke sini, mengelilingi kecamatan Watukumpul, Pemalang. Sepanjang jalan melintasi kelokan-kelokan tajam yang mengagumkan. Pemandangan bukit dan lembah di samping kanan-kiri jalan mengajak saya untuk memacu sepeda motor dengan pelan, sejauh mata memandang, tatapan mata dimanja warna alam yang dominan hijau. Udara sejuk yang menerpa badan membakar semangat untuk memacu gas di jalan yang menanjak.

Meski sayang juga, pesona desa yang menawan, lukisan alami perbukitan belum didukung infrastruktur jalan yang tak seluruhnya mulus. Jalan berlubang dan rekahan aspal mengganggu di beberapa titik. Padahal, potensi arus orang untuk berkunjung meresapi eloknya alam desa yang sejuk sangat memungkinkan.

Perjalanan saya ini dalam rangka mengunjungi taman baca masyarakat (TBM) “Maca Baca” di desa Majalangu, Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang. Pendirinya perempuan muda yang peduli pada peningkatan literasi bagi anak-anak dan remaja di desanya. Perempuan yang enerjik, semangat mudanya ia dedikasikan untuk mengajak generasi muda agar cinta membaca.

Namanya Nefi Setiawati, ia biasa dipanggil Nefi. Sosok yang akrab dengan membaca. Kecintaannya pada buku mulai tumbuh kala masih SMA. Sejak itu pula, ia ingin menularkan kebiasaan membaca pada teman-teman dekat dan lingkungan sekitar rumah. Kendati koleksi bukunya belum banyak, ide untuk mendirikan taman baca pun tercetus saat itu. Sayang, niat baiknya belum berbuah manis. Kendalanya klasik, menumbuhkan kemauan dan minat baca itu sungguh-sungguh tak mudah. Apalagi di tengah gempuran media sosial.

Sebab kesulitan itu lah, Nefi urungkan niat membangun taman baca di lingkungan desanya. Ia pun melanjutkan kuliah di IAIN Pekalongan. Pasca lulus, ia kembali menengok mimpinya yang dulu, mendirikan taman baca masyarakat. Ia memulainya di tahun 2019. Pengalamannya di kampus menguatkan tekadnya membuka taman baca itu. Ia namai taman bacanya sebagai “Maca Baca”.

Kendala yang muncul di depan tak lagi membikin ciut, nyalinya teguh untuk mengambil peran manfaat sebagai bagian dari anggota masyarakat di desanya. Nefi menganggap kesulitan merupakan tantangan yang akan mendewasakan. Saat SMA ia bukan kalah, ia hanya jeda sejenak untuk menebalkan pondasi agar lebih tangguh dan lincah bergerak membangun masyarakat desa.

Kini taman baca masyarakat (TBM) “Maca Baca” telah berjalan tiga tahun. Dan betul, ia tak sendirian. Ia meyakini, niat baik yang terus dijaga akan menemukan momentum yang tepat menggetarkan hati orang lain yang berfrekuensi sama. Tembok penghambat yang menghalangi gerak maju dapat dirobohkan bersama kawan-kawan yang turut melangkah, mengupayakan tumbuhnya minat baca anak muda di lingkungan tempat tinggalnya.

Sekali lagi, perempuan hebat itu adalah Nefi Setiawati. Alumni jurusan Perbankan Syariah, IAIN Pekalongan. Perguruan Tinggi yang telah bermetamorfosis menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Abdurrahman Wahid. Belajar dari Nefi, saya teringat pada perempuan luar biasa di zaman kolonial. Ada RA Kartini, Dewi Sartika dan sejumlah pahlawan perempuan lainnya yang memiliki pemikiran jauh melampaui zamannya. Mereka memimpikan generasi yang melek ilmu pengetahuan.

Nefi, jika mendapat dukungan yang memadai dari pemerintah desa, masyarakat, dan pemerintah daerah untuk mengembangkan perannya dalam masyarakat utamanya pendidikan, bukan sesuatu yang mustahil namanya akan sebesar tokoh pahlawan perempuan Indonesia. Salut untuk perjuangan Nefi dalam gerak langkahnya menuju generasi cinta membaca.

*) Oleh : Dhofier