Perkuat Daerah dan Cegah Resentralisasi, Ketua PPUU DPD RI Dorong Revisi UU Pemda

News286 Dilihat

MEDIASI – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tengah berupaya untuk merevisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Revisi diharapkan dapat memperkuat peran dan kewenangan daerah dan dapat mempertegas koordinasi antara pusat dan daerah.

Rencana revisi yang diinisiasi DPD RI juga guna mencegah terjadinya resentralisasi yang cenderung menguat. Resentralisasi ini menghambat pembangunan daerah dan tidak sesuai amanat reformasi 1998 yang menghendaki otonomi daerah.

Keresahan para Senator DPD RI terkait menguatnya resentralisasi juga dirasakan Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, Dr Abdul Kholik. Ia mengemukakan ketika DPD menyerap aspirasi ke berbagai daerah, hal yang mengemuka dan dirasakan saat ini yakni semakin kuatnya kewenangan pusat.

”Ada semacam kegalauan, kekhawatiran, mungkin juga ketidakpuasan berkaitan dengan relasi pusat dengan daerah. Hari ini kita merasakan hampir semua urusan di daerah itu ya sudah kembali menjadi pusat. Dan itu berarti kita kembali ke titik awal reformasi. Reformasi, kan, untuk tidak lagi sentralisasi, tetapi mengembalikan ke daerah,” ujar Kholik yang juga anggota DPD RI Dapil Jateng.

Menurut Kholik, DPD tidak ingin ada arus balik dari desentralisasi menjadi sentralisasi seperti berlaku di era Orde Baru. Meski demikian, gejala resentralisasi disebutnya sudah terjadi, salah satunya terkait pengelolaan tambang di daerah yang sepenuhnya menjadi kewenangan pusat.

Akibatnya, banyak daerah akhirnya kehilangan pendapatan asli daerah (PAD) dari penambangan mineral dan sumber daya alam lain. Dia khawatir, jika resentralisasi itu dibiarkan akan berdampak pada pembangunan daerah yang terhambat dan tidak merata. Daerah juga akan kehilangan insentif dan ruang untuk berinovasi karena semua harus menunggu arahan pusat, yang membuat pembangunan menjadi kaku dan lambat.

“Misalnya terkait dengan tambang. Kan semua sekarang sudah diambil oleh pusat. Bahkan, terjadi relasi perusahaan-perusahaan itu kalau diundang atau dipanggil sama daerah, ya, tidak mau karena dia merasa hubungannya dengan pusat. Padahal, masalahnya adalah di daerah,” ungkap Kholik.

Kholik menegaskan, upaya merevisi UU Pemda agar dapat kembali memperkuat peran dan kewenangan daerah untuk mengelola urusannya secara mandiri dan dapat mempertegas koordinasi antara pusat dan daerah.

Abdul Kholik juga menyampaikan, selain membahas RUU Pemda, PPUU DPD juga tengah menyusun dan menampung berbagai aspirasi publik terkait RUU Daerah Kepulauan dan RUU Masyarakat Hukum Adat.

Menurut Kholik lebih lanjut, ketiga RUU itu telah disepakati bersama DPR untuk menjadi RUU prioritas yang dibahas tahun ini. RUU Pemda dan RUU Daerah Kepulauan menurutnya sangat beririsan dan saling mencakup satu sama lain.

Berdasarkan kajian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) sejumlah kewenangan pelaksanaan urusan seperti diatur dalam UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah ditata ulang di UU Cipta Kerja. Misalnya, persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang, tarif retribusi pajak, serta penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) berada di pemerintah pusat. Padahal, kewenangan-kewenangan itu menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah selama ini.