MEDIASI – Anggota DPD RI dari Jawa Tengah, Abdul Kholik, mengatakan kesejahteraan petani Indonesia masih tertinggal dari kelompok masyarakat lain.
Pernyataan tersebut disampaikan Senator Jawa Tengah ini menanggapi Pidato Kenegaraan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), dalam refleksi menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI ke 77 di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (16/8/2022).
Presiden Jokowi pada pidato kenegaraan HUT RI ke 77, salah satunya menyebut prestasi pemerintahan yang dipimpinnya telah berhasil mencapai Swasembada Beras sejak tahun 2019.
“Namun, di balik prestasi itu (Swasembada beras) ada sejumlah masalah yang mengiringinya, yakni kesejahteraan petani yang masih tertinggal dari kelompok masyarakat lainnya. Swasembada beras tidak serta-merta meningkatkan pendapatan petani,” kata Kholik menanggapi pidato kenegaraan Presiden Jokowi, seperti dikutip MEDIASI dari laman suaramerdeka.com, Rabu (17/8/2021).
“Ini ironi di tengah prestasi swasembada beras. Kami berharap ke depan jangan terus terjadi. Nilai tukar komoditi beras sangat tidak imbang dengan nilai tukar komoditi lainnya. Ingat pahlawan swasembada beras adalah petani,” tegasnya.
Namun demikian, Kholik pun mengapresiasi apa yang dinyatakan Presiden Jokowi, tentu dengan catatan. Apalagi, sebagai seorang yang lahir dari petani di Cilacap dan sering berkunjung ke daerah pedesaan daerah pemilihan yang diembannya, ia melihat langsung dan merasakan bagaimana di tengah klaim swasembada beras tetapi penghasilan petani justru menurun setiap masa panen.
”Prestasi tersebut memang membanggakan di tengah ancaman krisis pangan global. Indonesia dinilai memiliki ketahanan pangan yang kuat. Tapi, setiap kali panen penghasilan petani tidak meningkat. Pasalnya harga gabah selalu jatuh di kala musim panen tiba.” ungkap Kholik.
Menurut Kholik lebih lanjut, ongkos produksi gabah petani meningkat sehingga sedikit mendapat keuntungan dari hasil pertanian sawahnya. Sehingga, hal ini membuat petani semakin tak bergairah.
Ia pun kuatir ke depan swasembada beras akan terus berkurang apabila tidak dilakukan upaya yang signifikan untuk meningkatkan harga gabah sehingga membuat petani untung. Apalagi, menurutnya, profesi petani saat ini pun kurang diminati generasi muda.
“Profesi petani tetap tidak menarik bagi generasi muda. Seharusnya harga gabah bisa mengimbangi pendapat pegawai negeri sipil. Di situ baru anak muda akan tertarik menjadi petani,” ujarnya.
Kholik juga mengibaratkan nasib petani saat ini ibarat seakan mati di lumbung. Karena beras banyak, tapi kesejahteraan petani menurun karena pendapatannya rendah.