Dikotomi Religiusitas dan Penyimpangan Perilaku Sosial Remaja: Hidup dalam Dua Dunia

Publika498 Dilihat

MEDIASI – Fenomena dikotomi religiusitas dan penyimpangan perilaku sosial remaja semakin nyata di tengah masyarakat. Banyak remaja yang aktif dalam kegiatan keagamaan, seperti menghadiri pengajian atau kajian rutin, namun di saat yang sama terlibat dalam perilaku negatif, seperti pergaulan bebas atau mengonsumsi minuman keras. Kondisi ini mencerminkan kehidupan ganda yang dijalani sebagian remaja—di satu sisi menunjukkan kesalehan formal, tetapi di sisi lain tergoda oleh pengaruh lingkungan pergaulan yang menyimpang.

Pergaulan teman menjadi faktor utama dalam dinamika ini. Bagi banyak remaja, persahabatan memberikan rasa penerimaan dan identitas, bahkan jika itu berarti melanggar nilai-nilai yang sebenarnya mereka yakini. Ketika berada di lingkungan teman-teman religius, mereka berperilaku sesuai norma agama. Namun, saat bersama kelompok lain yang permisif terhadap perilaku negatif, mereka cenderung mengikuti arus untuk merasa diterima. Hal ini menciptakan dualitas perilaku, seolah-olah mereka menjalani dua kehidupan yang bertolak belakang.

Fenomena ini sering terjadi karena lemahnya penguatan nilai agama yang bersifat aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Remaja mungkin memahami ajaran agama secara teoritis, tetapi mereka belum sepenuhnya menginternalisasi nilai-nilai tersebut sebagai pedoman dalam menghadapi situasi nyata. Selain itu, kurangnya pendampingan dari keluarga dan tokoh agama memperburuk situasi, membuat remaja lebih rentan terhadap pengaruh buruk teman.

Kehidupan ganda ini membawa risiko serius, baik bagi individu maupun masyarakat. Secara psikologis, remaja yang hidup dalam dua dunia sering kali mengalami kebingungan identitas, rasa bersalah, atau bahkan kehilangan arah hidup. Sementara itu, dari perspektif sosial, perilaku negatif mereka dapat menjadi contoh buruk bagi rekan sebaya lainnya.

Solusi untuk mengatasi fenomena ini memerlukan pendekatan yang holistik. Keluarga perlu membangun komunikasi yang terbuka dan memberikan pengawasan tanpa terlalu menghakimi. Lembaga pendidikan dan tokoh agama juga harus lebih aktif dalam memberikan pendampingan spiritual yang relevan dan kontekstual. Selain itu, penting untuk mengedukasi remaja tentang dampak jangka panjang dari pilihan mereka, baik secara moral maupun sosial. Dengan membangun lingkungan yang kondusif dan memperkuat nilai agama sebagai pedoman hidup, remaja dapat diarahkan untuk keluar dari kehidupan ganda dan menjalani kehidupan yang konsisten dengan nilai-nilai moral dan agama. Ini adalah langkah penting dalam mencetak generasi masa depan yang religius, bermoral, dan bertanggung jawab.

Oleh : Bawon Tri Muayanah (Mahasiswi UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan)