Jaringan Silaturahim Kyai Kampung (JSKK) Tuntut Proses Hukum Eko Kuntadi

Publika1140 Dilihat

MEDIASI – Pegiat media sosial Eko Kuntadhi menghina Ustadzah Imaz Fatimatuz Zahra atau yang akrab disapa Ning Imaz dari Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Semua bermula dari cuitan Eko di twitter yang mengunggah potongan video Ning Imaz.

Di dalam video yang diproduksi oleh NU Online itu, Ning Imaz sedang menjelaskan tentang tafsir Surat Ali Imran ayat 14. Video ini juga diunggah di TikTok NU Online dengan judul thumbnail Lelaki di Surga Dapat Bidadari, Wanita Dapat Apa?

Potongan video ini kemudian diunggah Eko. Dalam potongan tersebut, ada keterangan atau caption berupa ungkapan yang bernada kasar.

“Tolol tingkat kadal. Hidup kok cuma mimpi selangkangan,” demikian tulisan atau caption yang ada dalam video unggahan Eko Kuntadhi itu.

Sontak saja, caption yang menghina ini memantik kemarahan umat Islam. PWNU Jawa Timur tidak terima pernyataan Ketua Umum Kornas Ganjarist Eko Kuntadhi di Twitter tentang Ustazah Imaz Fatimatuz Zahra atau Ning Imaz. PWNU Jatim meminta akun Twitter Eko dicabut.

“Seharusnya akun (Twitter) dia cabut supaya tidak membikin resah!” kata Wakil Ketua PWNU Jatim KH Abdussalam Shohib, Rabu (14/9/2022).

Bahkan, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur telah menyiapkan langkah hukum untuk melaporkan pegiat media sosial Eko Kuntadhi ke polisi.

“Langkah hukum sedang disiapkan NU Jatim,” kata Wakil Sekretaris PWNU Jatim Syukron Dosi, Rabu (14/9).

Ning Imaz dalam video itu sebenarnya sedang menyampaikan penjelasan tafsir surat Ali Imran ayat 14 berdasarkan literatur referensi yang mu’tabarah.

“Jadi sebetulnya orientasi kenikmatan tertinggi bagi laki-laki adalah perempuan. Makanya hadiahnya di surga nanti adalah bidadari. Tapi kalau perempuan tidak. Perempuan di surga nanti, kenikmatan tertingginya bukan laki-laki. Makanya tidak ada bidadara, tidak ada. Perhiasan, perempuan itu menyukai perhiasan. Hal-hal yang indah, karena dia sendiri perhiasan dan dia juga menyukai perhiasan…,”

Begitu jelas Ning Imaz dalam video tersebut.

Sebenarnya, pandangan Ning Imaz ini juga sejalan dengan pandangan para mufasir. Imam Ibnu Katsir (701-774 H), pakar tafsir asal Kota Damaskus, dalam kitab tafsirnya berjudul Tafsirul Qur’anil ‘Azhim, saat menjelaskan ayat 14 surat Ali Imran:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada hal-hal yang diinginkan, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah tempat kembali yang baik (surga).”

(QS Ali ‘Imran: 14).

Menurut Imam Ibnu Katsir, dalam ayat ini Allah sedang memberi kabar tentang berbagai hal yang disukai oleh syahwat manusia di dunia, dalam konteks yang lebih khusus adalah kaum Adam, yaitu perempuan, dan anak keturunan. Lalu dalam ayat tersebut, Allah memulainya dengan menyebut perempuan terlebih dahulu, karena fitnah atau godaan perempuan bagi laki-laki menjadi godaan yang paling berat daripada godaan lainnya.

Menjelaskan hal ini, Imam Ibnu Katsir mengutip beberapa hadits Nabi Muhammad saw. Di antaranya

مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِى النَّاسِ فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidak ada fitnah yang aku tinggalkan pada manusia setelah kewafatanku yang lebih membahayakan laki-laki daripada perempuan.”

(Muttafaqun ‘Alaih)

Merujuk penafsiran seperti ini, menjadi benar adanya bahwa orientasi kebahagian tertinggi bagi laki-laki adalah perempuan. Namun demikian, meskipun perempuan menjadi fitnah terbesar bagi laki-laki, jika maksud menikahi perempuan adalah untuk menjaga diri dan memperoleh keturunan, maka perempuan justru akan menjadi berkah bagi laki-laki dan Allah pun meridhainya. “Fa hadza mathlubun marghubun fihi mandubun ilaih (ini dianjurkan, disukai, dan disunahkan),” kata Ibnu Katsir.

(Ismail bin Umar bin Katsir ad-Dimasyqi, Tafsirul Qur’anil ‘Azhim, [Darut Thaibah: 1420 H/1999 M], juz II, halaman 19)

Laki-laki yang mencinta perempuan dengan motif positif seperti inilah laki-laki yang bertakwa, yang oleh Allah dijanjikan surga dan bidadari-bidadarinya, sebagaimana ayat selanjutnya:

قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ

“Katakanlah, “Inginkah aku kabarkan kepada kalian apa yang lebih baik daripada yang demikian itu?” Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (ada pula) istri-istri yang disucikan serta keridaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”

(QS Ali ‘Imran: 15).

Nash Al-Qur’an pada ayat 15 ini secara terang sekali menyatakan, bagi laki-laki yang bertakwa terdapat janji pahala dari Allah berupa surga, azwajun muthahharah, dan ridha Allah Ta’ala. Diksi azwajun muthahharah yang dimaksud sebagaimana penafsiran Ibnu Katsir adalah istri-istri yang disucikan dari kotoran, penyakit, haid, nifas, dan kotoran lainnya, yang biasa dijumpai pada perempuan di dunia. (Ad-Dimasyqi, Tafsirul Qur’anil ‘Azhim, juz II, halaman 22).

Walhasil, merujuk penafsiran Ibnu Katsir, perempuan adalah fitnah terbesar bagi para lelaki. Pun demikian, bila lelaki menyukai perempuan berdasarkan motif positif, seperti untuk menjaga diri dari keharaman dan mendapat anak keturunan, maka kesukaannya justru akan menjadi berkah bagi hidupnya, di dunia hingga akhirat kelak.

Jadi, saya kira apa yang dilakukan oleh Eko Kuntadi bukan hanya menghina atau mengolok-olok Ning Imaz. Tetapi juga menghina tafsir al Qur’an yang dengan demikian juga terkategori menghina agama Islam.

Dalam hal ini, saya sudah berkonsultasi dengan ahli hukum, bahwa tindakan menodai agama telah melanggar ketentuan pasal 156a KUHP, yang menyatakan :

“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :

a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia”.

Dalam konteks penodaan agama ini, MUI telah mengeluarkan fatwa soal Kriteria Penodaan Agama adalah sebagai berikut:

  1. Kriteria dan batasan tindakan yang termasuk dalam kategori perbuatan penodaan dan penistaan agama Islam adalah perbuatan menghina, menghujat, melecehkan dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan:

a. Allah SWT
b. Nabi Muhammad SAW
c. Kitab Suci al-Qur’an
d. Ibadah Mahdlah seperti Shalat, Puasa, Zakat dan Haji.

  1. Termasuk dalam tindakan Penodaan Agama sebagaimana disebut dalam angka (1) adalah perbuatan yang dilakukan namun tak terbatas dalam bentuk :

a. Pembuatan gambar, poster, karikatur, dan sejenisnya.

b. Pembuatan konten dalam bentuk pernyataan, ujaran kebencian, dan video yang dipublish ke publik melalui media cetak, media sosial, media elektronik dan media publik lainnya.

c. Pernyataan dan ucapan di muka umum dan media;

  1. Menghina, menghujat, melecehkan dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan agama, keyakinan dan simbol-simbol dan/atau syiar agama yang disakralkan oleh agama hukumnya Haram;
  2. Terhadap perbuatan menghina, menghujat, melecehkan dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan agama, keyakinan dan simbol dan/atau syiar agama yang disakralkan agama harus dilakukan penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jadi jelas, Eko Kuntadi telah memenuhi kreteria melakukan penodaan agama. Karena itu aparat penegak hukum harus memprosesnya.

Soal Eko mau minta maaf kepada Ning Imaz, itu sudah kewajibannya. Tetapi proses hukum harus lanjut, karena kami umat Islam tidak terima al Qur’an dan Agama kami dinistakan. [].

Oleh : Gus Ahmad Zaenuddin Abbas (Ketua Umum JSKK)