MEDIASI – Desa Kuta terletak di selatan Kabupaten Pemalang yang berbatasan dengan Kabupaten Purbalingga di sisi selatannya. Sementara di sisi timur berbatasan dengan Desa Gunungjaya, di sebelah utara berbatasan dengan Desa Mendelem dan sisi sebelah barat berbatasan dengan Desa Gunungtiga. Desa kuta masuk wilayah administratif kecamatan Belik Kabupaten Pemalang.
Berdasarkan sekelumit cerita sejarah nama Desa Kuta berasal dari kata ‘Mahkota’. Nama ini disematkan oleh salahsatu Panglima perang zaman Pangeran Diponegoro yang bernama Pangeran Ali Basah Sentot Prawirodirdjo. Ia di utus untuk mengembangkan wilayah kekuasaan kerajaan Mataram Islam ke hingga wilayah Tegal.
Konon pada saat itu sang pangeran dalam perjalanannya melewati desa ini, kemudian ia menetap sejenak disitu untuk beristirahat. Saat sedang khusuk semedi bermunajat, tiba-tiba mahkota atau topi kebesaran panglima yang dikenakannya terjatuh dan menghilang. Sehingga hingga saat ini nama desa tersebut dinamakan Kuta asal dari kosakata ‘Mahkota’.
Di desa Kuta ini, saat era pasca proklamasi kemerdekaan hingga tahun 1980-an, terdapat salah tokoh ulama yang dikenal sakti digdaya bernama mbah KH Harun. Kiprahnya dalam syiar agama Islam dikenal dan dikenang hingga saat ini oleh warga sekitar Kuta khususnya dan wilayah Belik serta Pemalang selatan pada umumnya.
Mbah KH Harun dilahirkan di desa Gunungtiga dan merupakan putra pasangan mbah Karyanom & Nyai Sainem. Ia merupakan kakak kandung dari Badal Mursyid Sadziliyyah Pemalang KH Abu Hasan atau yang akrab dipanggil Mbah Kiai Mukhasan.
Sosok Mbah Harun dikenal Kiai yang mempunyai ilmu kanuragan (ilmu hikmah) yang tinggi, sehingga dikenal sakti dan sering dimintai ‘suwuk’ doa oleh masyarakat serta pejabat saat itu. Selain dikenal sakti, beliau pun merupakan Kiai alim yang mengajar dan menyebarkan ajaran-ajaran syariat ubudiyyah Islamiyyah pada masyarakat Kuta dan sekitarnya.
Salahsatu peninggalan mbah Kiai Harun adalah Masjid Nurul Huda yang terletak di pusat desa Kuta. Masjid yang ia dirikan bersama masyarakat tersebut walau pun sudah beberapa kali mengalami renovasi pemugaran, namun tempat pengimaman kiblatnya tidak berubah hingga saat ini. Hal ini juga dipercaya sebagai bukti kekaromahannya mbah Kiai Harun yang bisa tepat menunjukkan arah kiblat masjid yang didirikannya.
Semasa hidupnya mbah Harun dikenal sebagai pribadi yang berpendirian teguh dan tidak hubbuddunya (cinta materi dunia). Baginya harta hanya titipan Tuhan semata dan sifatnya fana’ (akan hilang). Sehingga, walau pun dikenal sebagai Kiai digdaya ahli hikmah, beliau tidak pernah menyombongkannya. Banyak orang yang sowan padanya dari rakyat jelata hingga pejabat tidak pernah dibeda-bedakannya.
Diceritakan sering kali pejabat orde baru datang kerumahnya menawarkan kebutuhan materi dan jabatan, agar Mbah Harun pindah haluan termasuk pilihan politiknya dari Partai Islam (PPP) ke partai penguasa (Gokar), tidak sedikit pun membuatnya goyah dan tertarik tawaran ‘kenikmatan dunia’. Beliau tetap berpergang teguh pada manhaj pilihannya, tetap khidmat melayani umat hingga akhir hayat.
Sifat qona’ah dan tidak cintanya pada hartanya dunia, ia tunjukkan dari kepribadian hidupnya setiap hari hingga akhir usianya. Bahkan, makamnya saja tidak ia ingin dibedakan dengan masyarakat lainnya. Beliau dikebumikan di makbaroh umum desa Kuta, tidak ada yang istimewa atau ingin diistimewakan tercermin dari kondisi makamnya yang sederhana dan teduh. Wallahu’alam….
Lahu…. Al Fatihah
Oleh : Abdul Azis Nurizun (Founder PP Babussalam Yayasan Semesta Ilmu Nurul Iman dan Penggerak Gusdurian)