Menguak Dapur Jurnalisme Digital dan Merajut Toleransi dalam Praktik Komunikasi

Publika355 Dilihat


MEDIASI – Di era informasi yang serba cepat seperti sekarang, komunikasi dan dakwah Islam tak bisa lagi berjalan kaku. Semuanya harus adaptif, responsif, dan dekat dengan realitas yang terus berubah. Di sinilah para akademisi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) punya tantangan besar mereka tidak cukup hanya menguasai teori dari dalam kelas, tapi juga harus turun langsung ke lapangan. Belajar dari buku dan presentasi dosen itu pentin, tapi akan lebih bermakna ketika teori-teori itu bisa dilihat langsung aplikasinya di dunia nyata.

‎Pada tanggal 16 hingga 21 Juni 2025 sejumlah akademisi dari prodi KPI menjelajahi dua lokasi yaitu Jawa Pos di Surabaya, dan Masjid Al-Muawwanatul Khairiyah di Kampung Bugis di Bali. Tujuan tersebut dipilih karena sesuai dengan implementasi teori-teori pembelajaran mata kuliah di program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jawa Pos merupakan media massa yang digunakan sebagai alat komunikasi publik, dan masjid Al-Muawwanatul Khairiyah merepresentasikan harmonisasi dan moderasi beragama di masyarakat.

‎Melalui kunjungan ke Jawa Pos, Akademisi belajar bagaimana informasi dikemas dan disampaikan secara profesional kepada khalayak luas. Media bukan hanya soal berita, tetapi juga tentang membentuk opini, membangun narasi, dan memainkan peran penting dalam keberlangsungan masyarakat demokratis. Di sisi lain, kunjungan ke Masjid Al-Muawwanatul Khairiyah menjadi pelajaran nyata mengenai dakwah Islam yang toleran, inklusif, dan berpijak pada nilai-nilai budaya lokal.

‎ Para akademisi memiliki kesempatan belajar langsung di Jawa Post yang merupakan salah satu media terbesar di Indonesia. Selasa itu di pertengahan Juni 2025 kami tiba di Graha Pena, Jawa Pos. Maju beberapa langkah dari gedung bernuansa serba biru tersebut kami pun menemukan gedung utama Jawa Pos gedung siaran, di sinilah disambut dengan antusias oleh tim Jawa Pos dengan sikap yang hangat dan profesional. Kami merasa dihargai sebagai tamu dan calon praktisi media.

‎ Naik ke lift dan kemudian keluar untuk menuju ruang redaksi, masing-masing dari kami dipersilakan mengambil satu buah koran terbitan terbaru mereka pada hari tersebut. Dan saat memasuki ruangan redaksi inilah kami disuguhi pemandangan yang sangat hidup: editor dan wartawan sibuk di depan komputer, berbicara satu sama lain, dan mengamati perkembangan berita terbaru. Mereka menunjukkan kepada kami bagaimana proses pekerjaan jurnalistik, mulai dari pencarian topik, peliputan di lapangan, penulisan berita, editing, dan akhirnya dicetak dan dipublikasikan di media online. Penjelasan tersebut membuka mata kami bahwa kerja keras tim yang luar biasa dan proses yang sangat ketat terhadap waktu dan etika di balik berita yang kita baca setiap hari.

‎Salah satu peristiwa yang paling memorable adalah ketika kami diberi kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan beberapa jurnalis senior. Mereka menceritakan pengalaman mereka di lapangan, termasuk meliput peristiwa penting di bawah tekanan. Meskipun mereka sering menghadapi ancaman fisik saat meliput demonstrasi, para wartawan tetap berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada publik. Kami belajar dari kisah-kisah seperti ini bahwa menjadi jurnalis bukan hanya menulis berita, namun juga tentang memiliki keberanian, integritas, dan komitmen untuk menyampaikan kebenaran objektif.

‎Selain itu, para narasumber dari Jawa Pos memberikan penjelasan tentang bagaimana media harus mampu mengikuti perkembangan teknologi digital melalui konvergensi media. Buktinya adalah selain bertahan sebagai media cetak, mereka juga aktif di platform digital, seperti website dan media sosial. Mereka juga melakukan banyak hal baru untuk menarik generasi muda, seperti menggunakan algoritma dalam media sosial sebagai sarana menyebarkan berita dan menyajikan konten visual yang menarik. Salah satu editor menyatakan bahwasanya “Kecepatan berita penting, tetapi tidak boleh mengalahkan akurasi”. Kalimat tersebut sangat selaras dengan situasi media saat ini, di mana informasi disebarluaskan dengan cepat, namun sayangnya seringkali tidak memerhatikan isi yang sebenarnya.

‎Dari apa yang telah kami pelajari, kami mendapat inspirasi besar dan mulai mempertimbangkan peran media dalam membentuk perspektif masyarakat. Sebelum ini, banyak dari kami hanya melihat berita sebagai konsumsi rutin, tetapi sekarang kami menyadari pentingnya proses verifikasi dan tanggung jawab moral setiap jurnalis. Berita sekarang lebih dihargai sebagai hasil kerja tim daripada sekadar tulisan di layar atau lembaran koran. Kami belajar dari kunjungan ke Jawa Pos bahwa jurnalisme bukan hanya pekerjaan, namun juga pengabdian: pengabdian untuk menemukan dan menyebarkan kebenaran, melindungi kepentingan umum, dan berfungsi sebagai sarana yang kuat untuk pertukaran informasi antara pemerintah dan masyarakat.

‎Pada siang hari yang amat panas, tepatnya di hari Kamis (19/06/2025) kami satu angkatanmahasiswa KPI berkesempatan mengunjungi salah satu desa yang cukup fenomenal di Bali, desa ini biasa disebut sebagai Kampung Moderasi karena dikenal memiliki semangat menghargai keberagamannya yang tinggi dan kehidupan sosial yang rukun.

‎Saat kami tiba, kami disambut hangat oleh masyarakat setempat dengan senyuman dan keramahan. Kami diajak melakukan diskusi di Masjid Al-Muawwanatul Khairiyah, Kampung Bugis, Bali. Siang itu masjid menjadi ruang dialog terbuka bagi akademisi yang ingin menyampaikan gagasan dan mendengarkan. Kampung ini bukan hanya sekedar nama saja, tapi cerminan nyata dari praktik moderasi beragama, keberagaman budaya, dan semangat gotong royong yang sampai detik ini masih terjaga dengan baik. Kami duduk bersila bersama Ibu/Bapak Dosen, para warga, tokoh agama, pemuda kampung yang membawa barang-barang warisan, dan juga ibu-ibu dari desa tersebut, sebagai bentuk dukungan terhadap semangat kebersamaan. Tidak ada sekat atau jarak, semua tampak menyatu dalam suasana hangat dan penuh rasa hormat. Masing-masing program studi dari fakultas kami diberikan perwakilan untuk melontarkan pertanyaan untuk perwakilan masing-masing prodi 1 penanya perempuan dan 1 penanya laki-laki. Kami mendengarkan dan mencerrna penjelasan dari tokoh masyarakat dengan logat khas Bali-nya, tentu hal seperti ini memberi pengalaman yang benar-benar epik, dimana ada desa yang mayoritas Hindu tapi orang-orangnya tidak saling menyenggol dengan agama yang lainnya.

‎Akhirnya setelah mengikuti diskusi bersama masyarakat di Kampung Moderasi, dapat kami simpulkan bahwa semangat kebersamaan, keterbukaan, dan adanya sikap saling menghargai menjadi tujuan utama untuk menjaga kerukunan sosial di tengah perbedaan yang ada. Diskusi yang berlangsung di masjid tadi memperlihatkan antusiasme warga dalam menyuarakan pandangan mereka tentang pentingnya hidup berdampingan secara damai, tanpa memaksakan kehendak masing-masing.

‎ Pada kunjungan pertama ke kantor Jawa Pos, akademisi memperoleh pengalaman langsung mengenai sejarah berdirinya media tersebut dan bagaimana perjalanannya dari media cetak tradisional hingga menjadi bagian dari grup media modern yang mengelola berbagai platform digital. Akademisi menyaksikan secara langsung proses pembuatan dan penyiaran berita, mulai dari tahap peliputan, penulisan, editing, layout, hingga pencetakan. Selain itu, mereka juga melakukan tur ke ruang redaksi dan percetakan untuk melihat secara langsung alat-alat dan teknologi yang digunakan dalam produksi berita. Melalui interaksi dengan para profesional di bidang jurnalistik, mahasiswa belajar bagaimana informasi dikemas secara menarik, faktual, dan bertanggung jawab untuk disampaikan kepada khalayak luas. Mereka juga memahami bahwa media bukan sekadar penyampai berita, tetapi juga memiliki peran strategis dalam membentuk opini publik, membangun narasi sosial, dan menjaga keberlangsungan demokrasi.

‎Secara konkret, akademisi belajar bagaimana teknik penyusunan berita dilakukan secara profesional, termasuk penguasaan struktur penulisan berita yang efektif, prinsip-prinsip jurnalistik seperti objektivitas dan akurasi, serta penerapan etika media yang sesuai dengan kaidah komunikasi Islam. Mereka juga memperoleh pemahaman tentang cara kerja tim redaksi, sistem manajemen informasi di ruang redaksi, hingga strategi digitalisasi media yang relevan dengan tren komunikasi masa kini. Hal ini sangat relevan dengan kompetensi inti dalam jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, di mana akademisi dituntut untuk mampu menjadi komunikator Islam yang menguasai media, baik sebagai jurnalis, produser konten, penyiar, maupun pengelola media dakwah digital.

‎Dampak dari kunjungan ke Jawa Pos ini sangat signifikan. akademisi memperoleh wawasan nyata mengenai dunia kerja di industri media massa, khususnya dalam bidang jurnalistik, percetakan, dan distribusi informasi baik melalui platform cetak maupun digital. Kegiatan ini meningkatkan literasi media akademisi, membuka cakrawala berpikir mengenai peran media dalam dakwah Islam, serta menumbuhkan semangat untuk berkontribusi melalui media digital secara positif dan kreatif. Dengan bekal pengalaman ini, akademisi Komunikasi dan Penyiaran Islam diharapkan tidak hanya mampu memahami teori komunikasi, tetapi juga terampil dalam praktik penyampaian pesan dakwah yang efektif, modern, dan tetap berlandaskan pada nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin.

‎Oleh: Wiji Indah Prasetya