Gusdurian dan Rutinan Jum’at Kliwonan di Pesantren Babussalam Nurul Iman

Publika1213 Dilihat

MEDIASI – “Gusdurian Mengabdi bukan untuk mendapatkan Penghargaan“, begitu pesan Mba Alissa Wahid pada penggerak Gusdurian pada Temu Nasional (TUNAS) 2008 di Asrama Haji Yogyakarta.

Pesan Pendiri Gusdurian dan putri sulung Presiden RI ke 4 KH Abdurrahman Wahid tersebut menjadi pemantik gerak kami dalam berkhidmat di semua lini. Mulai dari gerak yang sifatnya wacana sampai gerak nyata advokasi dan pemberdayaan sosial kaum papa (marginal).

Sebagai bagian dari komunitas Gusdurian di Pemalang, hari ini adalah moment spesial dimana dalam satu hari penulis harus berbagi waktu 2 kegiatan. Pertama, dari pagi mengawal pelantikan Bantara Pramuka di SMK NU 01 Belik. Kedua, setelah Jum’atan mengawal kegiatan rutinan Jum’at Kliwonan di Pesantren Babussalam Nurul Iman.

Rutinan Jum’at Kliwonan adalah kegiatan rutin bulanan yang dilaksanakan Pesantren Babussalam bersama Komunitas Gusdurian Pemalang dan Forum Komunikasi Dai Muda Indonesia (FKDMI). Kegiatan rutin bulanan ini diinisiasi oleh Abdul Azis Nurizun, Pendiri Pesantren Babussalam yang juga Koordinator Penggerak Gusdurian Pemalang plus Ketua Wilayah FKDMI Jawa Tengah.

Kegiatan ini bagian dari ikhtiar dan wadah silaturahiem komunitas sekaligus pemberdayaan pada anak didik binaan kami, yang rata-rata anak marjinal, baik secara sosial ekonomi mau pun psikologis. Yang menarik, anak didik binaan lembaga atau yayasan yang menaungi Pesantren Babussalam yakni Yayasan Semesta Ilmu Nurul Iman tersebar tidak hanya di Pemalang, tapi ada juga di wilayah Tegal.

Selain ajang silaturahiem dan diskusi keilmuan, pertemuan bulanan ini juga sebagai sarana upaya peningkatan kualitas spiritual komunitas dan anak didik. Dimana setiap kali acara, bukan hanya bulanan saja, kita pasti juga menggelar doa bersama dalam bungkus Istighosah dan Pembacaan Maulid Nabi SAW. Sekaligus sebagai bentuk syukur pengabdian hamba pada Sang Pencipta-Nya.

Gelaran sosial Jum’at Kliwonan dikhususkan untuk pembinaan dan berbagi rejeki pada anak-anak yatim piatu yang ada di kitaran lingkungan pesantren atau santri non-mukim. Berhubung komunitas kami pun tidak punya modal besar secara materi dan tidak ada donatur rutin, apa yang kami beri dan bagi pun disesuaikan dengan pendapatan anggota komunitas, kebanyakan malah dana dari kantong Sang Pendiri dan Kas simpanan yang ada di rekening pesantren.

Hari ini, penulis hanya kebagian jatah menyerahkan ‘rejeki’ berbagi tuk anak-anak didik yatim piatu dari tangan mandat pendiri pesantren. Maklum kali ini penulis memang bisa merogoh kantong sendiri untuk berbagi. Maklum, sebagai guru swasta ‘wiyata bakti’, gajiannya pun kadang tidak pasti.

Namun hari ini sangat terasa istimewa, karena Penulis masih bisa berbagi urun pikir dan tenaga. Masih diberi kesempatan berkhidmat berbagi, dengan memakai seragam pramuka, Penulis pun bahagia bisa berkumpul dengan mereka, merasakan bagian dari Guru Bangsa sang Idola, Gus Dur yang selalu memanusiakan manusia..

Hari ini, kegiatan yang biasa dilaksanakan di Aula pesantren yang juga basecamp Pojok Gusdurian, terpaksa dipindah ke ruang perpustakaan, karen hujan dan atap bocor serta lantai aula kebanjiran. Hujan adalah tanda keberkahan.

Terakhir inspirasi yang ingin Penulis bagi adalah kata bijak “Yang abadi adalah yang kita sedekahkan“, begitu petuah Gus Baha. Kata sederhana, namun dalam penuh makna dan menggugah jiwa.

Oleh : Darul Mustofa, S.Pd (Penggerak Gusdurian Pemalang dan Waka Kurikulum SMK NU 01 Belik)