MEDIASI – Allah Swt. menciptakan manusia berbeda-beda dari suku, bangsa, dan bahasa untuk saling mengenal. salah satu nikmat yang diberikan Allah kepada manusia dengan menjadikan mereka sebagai makhluk sosial. Jika kita mendalami hikmahnya, maka kita semua akan tahu bahwa itu menjadikan kita saling menjalin ukhwah atau hubungan yang erat satu sama lain.
Setiap orang pasti memiliki teman sebagai tempat berbagi rasa, saling menasehati dan saling tolong-menolong baik dalam keadaan susah atau bahagia, dan mereka yang tulus berteman dengan kita apa adanya. Dan islam sangat tinggi dalam memandang nilai-nilai pertemanan. Bahkan Rasulullah saw pernah bersabda, “Jiwa-jiwa manusia ibarat pasukan. Bila saling mengenal menjadi rukun dan bila tidak saling mengenal menimbulkan perselisihan.”
Indahnya sebuah persahabatan. Saat semua dimulai, kita diperkenalkan dengan dunia baru. Asyiknya melakukan sebuah kebiasaan yang sama, serunya berseteru saat dia berpendapat sesuatu hal yang bertentangan dengan opini kita, bahagianya mendengar kicauannya yang menghibur saat kita putus cinta. Saat semuanya terlewati terasa waktu cepat berlalu. Kadang banyak hal yang kita sesali dalam sebuah persahabatan. Apa yang kita alami demi sahabat terkadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah.
Persahabatan itu seumpama laut dan pasir, senantiasa bersama-sama menghadapi pecahan ombak, bersama-sama merasakan lelehan senja, dan saling melengkapi dari masa ke masa, Manusia yang wajar mesti punya sahabat, persahabatan tanpa pamrih. Tanpa sahabat hidup akan terlalu sunyi. Di dalam manisnya persahabatan, ada canda tawa, dan kebahagiaan. Karena dari satu titik hal kecil, hati menemukan permulaannya dan disegarkan.
Sahabat adalah hubungan sosial yang menyenangkan ,sahabat juga menjadi jalan untuk saling mengembangkan diri , di dalam persahabatan , kita memulai hal- hal kecil yang kita pupuk bersama agar ranum di ujung bejana, tanpa persahabatan kesendirian, kemusnahan ntuk tidak beregrak sebagai manusia sosial tentu celaka
Biografi kiai Khudori
Beliau di lahirkan lahir pada tahun 1920 dari pasangan kiai Syarif dan Nyai Taswen di Dusun Karangtengah Warungpring. Kiai Syarif sendiri berasal dari Desa Pepedan Moga dan trah silsilahnya diceritakan masih punya garis keturunan Raja Mataram., Beliau bersaudara dengan kiai syahmari , beliau adalah adik kandung dari mahaguru kiai Syahmari, Sebagai Keluarga terpandang Sedari kecil Beliau Sudah Semangat mempelajari dasar- dasar Beragama dengan kiai Muhklas Warungpring , Kemudian Juga masa Kecil Beliau Selalu Membantu ayahandanya yakni kiai Syarief Berkunjung ke ladang .
Di ladang inilah kiai Khudori Kecil Bersuka cita , menumaphkan bahagia di atas tanah berlumpur dan menaiki kerbau bersama sahabat- sahabatnya , kemudian selepas bermain beliau belajar membaca alqur’an dengan ayahandanya yakni kiai syarief, pada usia 11 tahun beliau mengikuti jejak sang kakak untuk belajar fiqih, tauhid dengan kiai thoyyib Gombong Warungpring , kemudian pada usia 13 tahun 1933 beliau melanjutkan pesantren ke KH Abdul jalil pesantren Kalikangkung Pangkah Tegal selama 2 tahun , kemudian beliau melanjutkan ke pesantren Mranggen , beliau Berkesempatan menjadi murid KH Ustman salah Satu muassis Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Demak , beliau habiskan waktu di sini Selama 5 tahun selain dengan KH Ustman beliau juga mengaji dengan KH Muslih, beliau mengaji ilmu alat serta Al – qur’an di pesantren meranggen,
kiai Khudori Dan Gusdur
Pada tahun 1938 beliau melanjutkan pengembaraan ilmunya di dusun reksosari suruh semarang mengaji dengan KH Zubair Umar Djaelani mendalami ilmu falak di antaranya beliau mengaji kitab Al Khulashotul Wafiyah, matla’us sa’id, tashilul mitsasal, dan durrul matslub. Beliau habiskan waktu di Dusun Reksosari Suruh semarang selama 3 tahun pada tahun 1941 beliau melanjutkan ke Pesantren API Tegalrejo Magelang , beliau berkesempatan mengaji dengan KH Khudori , KH Dalhar Watucongol , beliau juga berksempatan menjadi sahabat Gusdur , kala gusdur menjadi Santri di Pesantren Tegalrejo
kesempatan langka ini di manfaatkan sebaik- baiknya oleh kiai Khudori Gendowang, beliau menghabiskan waktu di pondok pesantren tegalrejo selama 7 tahun , di pesantren ini beliau membantu pengaosan KH Ahmad Muhammad, Membantu KH Abdurrahman Chudlori , beliau juga berkesempatan untuk menjadi tenaga pengajar di pesantren API Tegalrejo , selain kegiatan ini beliau juga melakukan riyadhoh , beliau memfokuskan diri di pesantren tegalrejo untuk mendalami ilmu alat , balaghoh, mantiq beliau melahap kitab – kitab ilmu alat tersebut , kemudian 1948 beliau melanjutkan pengembaraan terakhirnya ke pesantren lasem
kiai Khudori dan KH Abdul Hamid Baidlowi
Pengembaraan kiai kholil kemudian berlanjut ke pesantren lasem kabupaten rembang Jawa Tengah , di kecamatan lasem inilah kiai khudori muda menghabiskan banyak waktu untuk mengaji tafsir dengan mbah Maksum Lasem , kemudian juga beliau bereksempatan mengaji dengan KH Cholil Lasem , KH Baidlowi , KH Muhaimin Lasem , di pesantren lasem inilah beliau menghabiskan waktu dalam pengembaraan ilmunya sampai 7 tahun beliau juga sesekali mengikuti ngaji dengan KH Umar bin harun , KH Imam Kholil , KH Ghazali, mempunyai guru yang berjiwa nasional serta umara membuat kiai Khudori juga menjadi kiai yang sangat fleksibel , dia bisa mengayomi dua masyarakat besar kala itu di gendowang yakni masyarakat pada umumnya dan masyarakat yang berdekatan dengan penguasa, di lasem inilah kiai Khudori mengaji kitab ar roh karya ibnu qoyyim al jauziyah , al ahkam al sulthoniyah karya abu ya’la al hambali, iqna karya sykeh khotib as syibrini
kiai khudori Dan Gendowang
Pada tahun 1955 beliau memutuskan untuk pulang ke kampung halaman dalam hal ini pondok pesantren karangtengah pamulian , sebagai keluarga dari pesantren kiai khudori juga membantu kakaknya yakni kiai syahmari untuk mengembangkan pondok pesantren, dari kiai syahmarilah kiai khudori menganut Thariqoh Syattariyah, KH Muhammad Thoeri (Pulosari), Mbah Kiai Tafsir (Mejagong), Mbah Kiai Muslim (Sodong Sikasur), Mbah Kiai Wahab (Tegal) adalah satu teman duduk yang sama- sama berbaiat kepada kiai syahmari , selain menjadi pelaku thariqoh kiai khudori juga turut punya sumbangsih besar dalam perubahan nama pesantren karangtengah menjadi pesantren Mislakhul Muta’alimin .pada tahun 1960 kiai khudori di minta oleh salah satu tokoh desa gendowang untuk menjadi menantunya yakni kiai abdurrahman yang memiliki putri bernama nyai muslikhah , kiai Khudori pun kemudian berpindah ke desa gendowang ,pada tahun 1960 Desa Gendowang sendiri secara peradaban islam sudah terbentuk apalagi saat itu ada Haji Mufti , KH Abdul Jamil Shidiq, kiai Mahalli , kiai fadhil Bersama Mereka kiai Khudori menambah warna baru di kegiatan masyarakat Desa Gendowang, pendirian pesantren dan Madrasah Mambaul Ikhsan menjadi warna baru untuk iklim peradaban islam di gendowang , banyak santri dari luar yang mengaji bahkan menetap di gendowang utnuk mengaji dengan kiai Khudori , KH Abdul Jamil, kiai Mahallli, kiai Fadhil di antara para santri – santri beliau yang sekarang masih ada adalah KH Achmad Baedhlowi Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ikhsan Purbalingga ,kiai Syamsyudin Pakembaran selebihnya sudah di peluk mahakuasa seperti Kiai Bisri Banyumudal , KH Muchsinin Aziz Mandiraja, kiai Mukmin Pingit Sima , kiai Wasari Karangbulu Sima .
selain fokus mengajar di gendowang beliau juga membantu mewarnai peradaban islam di dusun Kejenangan Bojong Tegal selama hari senin , kemudian pada hari selasa beliau melanjutkan ke Dusun Pakembaran , kemudian pada hari Rabu beliau ke Dusun Gombong , pada hari kamis beliau di Pesantren Mislakhul Muta’alimin, pada hari jum’at dan sabtu khusus Santri dan Masyarakat Desa Gendowang , pada hari minggu beliau mengunjungi ladang pertanian yang di kelola oleh para masyarakat dan santri , beliau juga tidak meninggalkan thariqoh Santri walaupun sudah menjadi kiai besar kala itu, di samping mengajar beliau juga di percaya menjadi ketua tanfidiyah NU Desa Gendowang , selain ketua tanfidiyah beliau juga menjabat sebagai anggota jatman ( thariqoh muktabaroh Nahdlatul Ulama ) 1967,
Akhir hayat beliau
Pada tahun 1994 , kiai khudori wafat dalam keadaan sujud di dalam rumah beliau , beliau memberi kode kepada ustaz muhammadun , pada hari rabu :” besok ana tamu akeh saja kaget yoo , begitu ujar sang kiai kepada anaknya , tepat pada hari kamis biasa selepas mengajar di pesantren Mislakul Muta’alimin beliau kemudian pulang ke rumah di gendowang kemudian istirahat sejenak menemani pengaosan ibu- ibu di desa gendowang , selepas menemani mengaji jama’ah perempuan beliau kemudian melanjutkan untuk bermunajat sambil melantunkan tadarus alqur’an sampai waktu asar selepas asar beliau menemani para santirnya untuk mengaji kitab Safinatun Najah , kemudian pada waktu maghribv beliau mengajak semua santrinya untuk beribadah di masjid desa gendowang , selepas berjamaah bersama beliau kemudian mengajak santri untuk makan bersama , selepas makan bersama kegiatan di lanjutkan mengaji kitab aqidatul awwam sampai jam 22.00.
seperti biasa ada santri yang masih melanjutkan hafalan , ada santri yang sibuk melengkapi catatan , kiai khudori tidur sejenak kemudian pada jam 01.00 beliau melanjutkan salat malam , wiridan sambil mengkhatamkan alqur-an sampai jam 03.00 kemudian beliau melanjutkan patroli kedesa , beliau memutari kawasan desa gendowang sambil wiridan , kemudian berhenti di masjid gendowang , kemudian beliau mengimami salat subuh , selepas salat subuh beliau kemudian membaca ,manaqib imam ghazali hizb nashr, rotibul hadad surat yasin, ar rahman , al waqiah , dan al mulk , selepas melakukan pembacaan terhadap ayat- ayat suci tadi beliau biasanya melakukan salat sunah wudu dan dhuha , di waktu pada hari kamis yang mulia Allah Swt memanggil kekasihnya tercinta , pada hari itu masyarakat gendowang kehilangan salah satu muara paling berharga , semoga pembelajaran semacam ini menjadi contoh agar kita sebagai generasi penerus mampu mempraktekkan , melanjutkan semua tingkah laku, perjalanan beliau secara perlahan- lahan
Oleh : Imam Dihlizi (Penggerak Gusdurian Pemalang dan Wakil Sekreraris PW FKDMI Jateng)