Pesona Kembanglangit, Desa Wisata Kabupaten Batang

Publika1234 Dilihat

MEDIASI – Desa Kembanglangit merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Batang. Tepatnya di Kecamatan Blado. Desa wisata ini bagian dari gugusan perbukitan dataran tinggi Dieng.

Memasuki desa wisata Kembanglangit, kita akan disuguhi suasana sejuk. Sejauh mata memandang, sejarak itu pula hutan membentang. Warna hijau mendominasi lanskap desa yang diselimuti hutan. Gemericik bening suara air dari aliran Sungai Tiren melantunkan tembang alam yang mendamaikan hati. Kicau burung dan lengkingan merdu suara binatang berpadu laksana orkestra di panggung musik berkualitas.

Desa yang sungguh-sungguh menjadi paru-paru Jawa Tengah. Desa ini mengehembuskan oksigen sebagai salah satu sumber kehidupan manusia. Di era serba viral, desa wisata Kembanglangit ini perlu diviralkan. Bukan saja tawaran keelokan pemandangan lingkungan. Penduduknya yang ramah membikin betah dan akrab bagi para pengunjung. Namun demikian, jika desa wisata ini viral dan semakin banyak pengunjung, dampak negatifnya perlu diantisipasi. Bukan rahasia bahwa kita masih abai, kerap tidak bijak memahami sampah.

Maka, pengembangan desa wisata mesti dibarengi dengan kesiapan untuk terus merawat lingkungan agar ruh desa wisata tak sekadar soal peningkatan taraf ekonomi masyarakatnya. Harus ada konsep utuh demi keberlanjutan dan lestarinya alam pedesaan.

Ekonomi Penduduk

Hampir saling berdekatan, di setiap titik tepi jalan, kedai kopi mahal hingga warung kopi jalanan yang lebih terjangkau menggambarkan geliat ekonomi di desa wisata ini. Saya tentu memilih warung kopi asongan yang murah meriah. Satu seduhan kopi sachetan hanya tiga ribu rupiah saja.

Saya rehat dan duduk santai di pinggir jembatan Sibiting. Jembatan sepanjang kurang lebih 70 meter ini melintas di atas gemuruh merdu paduan suara aliran Sungai Tiren. Sambil menyeruput kopi hangat, saya membuat catatan ini.

Mas Rubi, penjual kopi di tubir jembatan Sibiting manamai warung portable miliknya sebagai “Kopi Mbah Joyo”. Saya menyebut warung portable, sebab di atas sepeda motornya itu ia menata rencengan berbagai merk kopi sachetan. Saat matahari turun ke peraduan malam, warung kopinya bisa dibawa pulang.

Mas Rubi ini salah satu di antara beberapa kawan-kawannya yang berjualan di sini. Salah satu kreativitasnya adalah memberi nama warung kopinya sebagai “kopi mbah joyo”. Rupanya bukan cuma saya yang penasaran, dari penuturan sang istri, pejalan wisata yang mampir pun terbersit tanya kenapa dikasih nama itu. Alasannya sederhana, supaya dagangannya selalu lancar dan jaya. Langkah sederhana ini patut diacungi penghargaan, cara marketing yang simpel tapi terbukti jitu.

Istrinya mengatakan bahwa ia kerap bergiliran menjaga warung, kadang juga bersama-sama. Ketika memulai berjualan, ia seringkali dicibir, jualan di jembatan sendiri, siapa yang mau beli. Begitu kalimat yang dilontarkan oleh orang-orang sekitar tujuh atau delapan tahun silam. Pada akhirnya, desa Kembanglangit bermetamorfosis menjadi desa wisata, sejumlah investor mendirikan berbagai wahana wisata hutan. Juga sejumlah kedai kopi mewah yang terbilang mewah. Penduduk yang lain lalu mengikuti jejak keluarga mas Rubi, jualan di tepi jembatan Sibiting. Selain kopi, ada siomay, bakso, batagor, dan lain-lain.

Sungguh pelopor yang perlu dilihat jeli oleh pemerintah desa Kembanglangit. Upayanya menggerakkan ekonomi desa harus mendapatkan penghargaan. Bisa dalam bentuk penambahan modal, beasiswa untuk anaknya, atau fasilitas lain sebagai penggerak ekonomi desa. Di samping itu, supaya ke depan jembatan ini tetap asri dan terjaga, perlu penataan yang lebih baik agar tak mengganggu lalu lintas jalan dari Batang menuju Dieng.

Saya sebenarnya masih penasaran menyaksikan pesona alam sepanjang desa Kembanglangit menuju Dieng. Sayang, mendung tebal membuat saya batal melanjutkan perjalanan.

Oleh : Mudhofier

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *