Sisi Lain Pekerja Migran Indonesia di Korea, Giat Menjaga Tradisi Keislaman Nusantara

Publika1129 Dilihat

MEDIASI – Merantau ke negeri orang atau bekerja di luar negeri, seperti bekerja di Korea Selatan demi mencari penghidupan rejeki yang halal dan gaji yang tinggi, bukanlah sesuatu yang mudah. Banyak yang harus dikorbankan, baik pengorbanan berupa pikiran, perasaan waktu, kasih sayang, uang, kesehatan dan lainnya.

Indra Anwar Ubaidillah misalnya. Lajang yang akrab disapa Indra asal Cilacap ini masih sendiri. Umurnya baru 28 tahun, belum berkeluarga. Beban nafkah untuk anak istri belum ada. Meskipun begitu ia harus berbagi kesenangan kepada kedua orangtua.

Sudah hampir dua tahun bekerja di Korea Selatan melalui hasil seleksi ketat yang dilakukan oleh biro perusahaan yang merekrutnya. Salah satu seleksinya adalah ia sudah harus bisa berkomunikasi dengan Bahasa Korea.

Walau pun gajinya tinggi melebihi dan berkali lipat dari upah minimun di Indonesia, menjadi Pekerja Migrant atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Korea pun penuh resiko. Resikonya besar jika tidak berhati-hati dalam bekerja. Karena pekerjaan yang dibidangi TKI di Korea ini kebanyakan di Industri Manufaktur, pekerjaan yang membutuhkan tenaga kasar dan kehati-hatian yang tinggi.

Namun demikian, yang menarik walau bekerja di luar negeri dan tentunya juga sibuk dengan pekerjaan yang dilakoni, orang-orang seperti Indra dan kawan-kawannya masih aktif bersosialisasi dan berjejaring untuk melaksanakan kegiatan atau tradisi keagamaan ala nusantara, seperti Tahlilan pembacaan Yasin dan surat-surat Al Qur’an setiap hari sabtu dan menggelar pengajian umum Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) seperti lazimnya yang diadakan di Indonesia.

Menurut Indra, komunitas TKI disana lumayan banyak dan tersebar di berbagai kota di Korea Selatan. “Kalau komunitas banyak mas, aku tidak tahu peris jumlahnya. Intinya setiap daerah atau kota besar pasti ada,” kata Indra saat dihubungi MEDIASI via komunikasi daring beberapa hari lalu (24/8).

Ia sendiri tinggal dan bekerja di perusahaan manufaktur yang ada di Kota Haman. Di kota tersebut, ia bergabung dengan komunitas bernama Haman Indonesia Comunity (HIC). Komunitas ini rutin mengadakan pertemuan dan pengajian mingguan di Masjid kota Haman.

Di Korea Selatan, Islam merupakan agama minoritas. Masyarakat asli Korea mayoritas menganut agama Budha. Sementara orang-orang asli Korea yang Muslim, kebanyakan berasal dari para mualaf yang masuk Islam saat berlangsung Perang Korea. 

Sebagai kelompok masyarakat minoritas, masjid menjadi tempat penting bagi Muslim Korea Selatan untuk saling bertemu dan bersilaturahim. Saat ini, masjid-masjid sudah banyak tersebar hampir di seluruh kota besar di Korea Selatan, termasuk di kota Haman ini. Bahkan, di sebagian kota besar tersebut sudah ada yang membuka sekolah Islam sendiri.

Indra mengungkapkan di negeri gingseng, masjid tidak hanya digunakan untuk shalat saja tapi juga sebagai sarana silaturahiem berbagai komunitas Muslim yang tinggal dan bekerja di sana.

“Masjid di sini bukan sekadar tempat untuk shalat, tapi juga tempat berkumpul komunitas Muslim, terutama usai shalat Jumat. Mereka saling bercerita dan mendengarkan satu sama lain,” ujar Indra yang juga masuk jajaran pengurus wilayah Forum Komunikasi Dai Muda Indonesia (FKDMI) Jawa Tengah ini.

Masjid juga menjadi pusat informasi bagi warga Korea yang ingin belajar Islam. Masjid-masjid di Korea Selatan menyediakan bahan-bahan bacaan dan audio yang diberikan gratis buat mereka yang ingin mempelajari Islam.

Sebagai bagian menjaga tradisi keislaman nusantara atau model Indonesia, rencananya TKI yang tergabung dalam Haman Indonesia Community (HIC) ini rencananya pada awal bulan September ini akan menyeleggarakan Pengajian Akbar puputan atau peringatan hari lahir Masjid Arrohman Pohang, Korea Selatan. Pada acara tersebut, insyAllah akan dihadiri ulama karismatik yang juga salah satu Mustastyar PBNU sebagai pemberi tausiyah pengajian, yakni Habib Umar Muthohar dari Semarang, Jawa Tengah.

Untuk  diketahui, menurut data Korea Muslim Federation (KMF), jumlah Muslim di Korea Selatan sekarang ini mencapai 150.000 orang, terdiri atas Muslim Korea asli dan para warga negara asing. Jumlah orang Korea asli yang Muslim sekitar 5.000 orang, selebihnya didominasi pekerja Migran, termasuk dari Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *