MEDIASI – Menurut Habib Luthfi bin Yahya dalam Secercah Tinta (2012) tujuan dari adanya atau munculnya karomah ulama-ulama dan para wali ialah untuk menunjukkah mukjizat para Nabi terdahulu. Karomah-karomah itu membawa, menolong, dan menguatkan keyakinan orang-orang awam.
Seperti munculnya karomah di tangan ulama-ulama besar seperti Syekh Abdul Qadir Jailani hikmahnya bertujuan untuk mengangkat kepercayaan masyarakat umum supaya lebih tebal terhadap mukjizat Nabi Muhammad dan Al Qur’an serta yang terkandung di dalamnya.
Karomah yang dimiliki oleh wali itu tidak hanya nampak ketika hidup saja. Tetapi setelah wafat, waliyullah masih diberi karomah. Dan bagi pengikut Ahlussunnah wal Jama’ah, kepercayaan terhadap adanya waliyullah dan karomah itu perlu diyakini secara baik. Bahkan empat imam madzhab sudah bersepakat mengenai karomah yang ada para wali ketika hidup maupun sudah wafat.
Sementara menurut KH Sholeh Darat As-Samarani (guru KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan), Wali adalah seorang ‘arif billah (mengetahui Allah) sekedar derajat dengan menjalankan secara sungguh-sungguh taat kepada Allah dan menjauhi maksiat. Artinya para wali itu menjauhi segala macam kemaksiatan berbarengan dengan selalu bertaubat kepada Allah. Sebab wali itu belum kategori ma’shumin (terjaga) seperti Nabi.
Mbah Sholeh mengungkapkan bahwa seorang wali belum bisa meninggalkan maksiat secara penuh. Makanya mereka disebut waliyullah. Keberadaan wali yang sedemikian agung ini mendapatkan keistimewaan dalam hidupnya. Mereka dalam hidupnya selalu mengingat dan menggantungkan diri, dan menyatukannya pada Allah. Hati selalu menghadap dan pasrah dengan takdir Allah saja.
Adapun karomah menurut Mbah Sholeh Darat sesuatu yang nulayani adat (berbeda dari sewajarnya) jika dilihat secara kasat mata. Mereka yang mendapat karomah selalu menunjukkan kepribadian baik dan meniru jejak Rasulullah dengan bekal syariah dan baik secara ideologi serta perilakunya.
Mengapa Zaman Nabi Muhammad SAW dan Sahabat tidak ada Karomah?
Mengapa kisah-kisah karomah atau keistimewaan lebih banyak terdapat pada para wali setelah masa sahabat Nabi? Atau dengan kata lain mengapa lebih banyak cerita karomahnya para wali ketimbang sahabat??
Habib Luthfi menjelaskan bahwa pada zaman Nabi Muhammad, tidak perlu yang namanya karomah itu. Karena keimanan mereka langsung diterima oleh Rasulullah. Dengan kata lain, tidak membutuhkan penguat lainnya berupa karomah itu.
Mendekati keimanan para sahabat ialah golongan tabi’in yang hidup menjumpai para sahabat. Jaminan keimanan mereka langsung diketahui dari para sahabat Nabi. Walaupun mereka tidak melihat Rasulullah, mereka sudah bercermin kepada para sahabat Nabi.
Mereka menyadari kedudukan para sahabat yang hebat dan luar biasa, apalagi Rasulullah, tidak bisa diukur. Maka untuk meyakini dan beriman, tidak perlu adanya karomah. Tetapi setelah era tabi’in, karomah yang datang dari Allah itu perlu guna menguatkan syiar keislaman. Wallahu’alam