MEDIASI – Setiap tanggal 15 Syawal, di kota Pantura Pemalang, tepatnya di makbaroh (makam umum) Pagaran yang berada di Cokrah, Sugihwaras, Pemalang ramai dikunjungi umat Islam untuk ngalap berkah Haul Makam Pagaran.
Di Makbaroh Pemakaman umum Pagaran memang banyak dikebumikan para pejuang, Habaib dan ulama terkenal di Pemalang, diantaranya Habib Sholeh bin Seggaf Al Habsyi, Habib Muchsin Al Athos, Habib Idrus, KH Mas Mansur, Kiai Makmur dan lainnya.
Diantaranya banyaknya habaib dan ulama serta pejuang yang dimakamkan di Pagaran, Habib Sholeh bin Seggaf Al Habsyi dijadikan ‘Patok’ sentral rujukan utama penyelenggaraan Haul Umum di makbaroh tersebut.
Silsilah Singkat Nasab dan Sanad Keilmuannya
Almaghfurlah Al-Habib Sholeh bin Segaf Al-Habsyi lahir sekitar tahun 1837 Masehi di Kota Bugis, Sulawesi Selatan. Pada usia sekitar 10 tahun, oleh orangtuanya beliau diajak ke Hadramaut, Yaman. Di sana beliau menuntut ilmu dan berguru ke beberapa tokoh ulama terkenal.
Salah satu guru besar yang membimbing beliau adalah Habib Ahmad bin Muhammad Al Mudhor. Berkat atas bimbingan Habib Ahmad selama kurang lebih 5 tahunan, Habib Sholeh sudah dapat memahami dan mengerti ilmu-ilmu agama serta hafal Al-Qur’an (Khafidzul Qur’an), dalam usia 15 tahun.
Kemudian pada 1857 Masehi, ketika Habib Sholeh menginjak umur 20 tahun, beliau berangkat ke tanah suci Makkah Al-Mukarromah guna menunaikan ibadah haji dan melanjutkan belajar ilmu agama pada ulama di tanah hijaz.
Selama 12 tahun di Mekkah, Al-Habib Sholeh berguru kepada As-Sayyid Akhmad Zaini Dahlan dan Mufti Mekkah. Di sini beliau melahap berbagai disiplin ilmu agama mulai dari ilmu Nahwu, ilmu Mantiq, ilmu Bayan, Urudh, Tafsir, Khadis, Tauhid, Tasawuf hingga ilmu Falsafah. Bahkan Habib Sholeh mampu menguasai sebagian besar isi kitab Ihya’ Ulumuddin dan kitab Dasuki.
Setelah itu, beliau kembali melanjutkan menuntut ilmunya ke Yaman dan Zabid selama 7 sampai 8 tahun. Di kedua kota itu Almarhum diasuh dan dibimbing oleh beberapa guru-gurunya para Habib, di antaranya daru suku Al-Ahdali.
Setelah dari Yaman Habib Sholeh kembali lagi ke tanah suci. Saat menuju ke Mekah beliau berangkat bersama rombongan ulama dari Nusantara, yakni Habib Akhmad bin Abdullah bin Tholib Alatas (Sapuro, Pekalongan), mbah KH Kholil (Bangkalan Madura) dan KH Sholeh Darat Semarang (Guru KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan).
Di tanah suci, Habib Sholeh diberi mandat gurunya untuk khidmah berdakwah mengamalkan ilmunya di Madinah, Thoif dan daerah sekitarnya. Hal ini membuktikan bahwa beliau termasuk ulama besar yang mumpuni seperti yang pernah disampaikan Alhabib Alwi bin Muhammad Al-Hadad dalam sirah kitab karangannya.
Penghulu Habaib dan Pejuang Islam yang Gigih
Diceritakan, setibanya di tanah air, sebelum mukim tetap di Pemalang, Habib Sholeh langsung berjuang syiar agama sambil berdagang ke beberapa daerah. Diantaranya, beliau pernah menetap dan berdakwah di Semarang, Pekalongan, Banyumas (Purwokerto dan Sokaraja), Kebumen, Banjarnegara dan Magelang.
Setelah mengembara berdakwah ke berbagai daerah, Habib Sholeh kemudian memutuskan menetap mukim di Pemalang. Di kota pantura Pemalang ini, beliau syiar berjuang sambil berdagang. Beliau dulu dikenal sebagai pedagang hewan tunggangan, kuda.
Sambil berdagang, beliau juga giat berdakwah keliling dari satu majelis ke majelis ilmu lainnya. Beliau sendiri membuka Majelis tetap di kelurahan Pelutan Pemalang sebagai rumah dan sentral dakwahnya.
Habib Sholeh juga dikenal anti penindasan, sehingga dalam syiarnya ia pun menentang keras praktik-praktik penguasa saat itu yaitu penjajah Belanda. Bahkan, saking kerasnya perlawanan terhadap penjajah, beliau pun ditangkap dan penjarakan Belanda selama hampir 1 tahun.
Selain itu, jiwa pejuang yang dimiliki Habib Sholeh pun diwarisi oleh anak keturunannya. Bahkan, anak beliau yang bernama Habib Idrus bin Sholeh Al Habsyi menjari martir mati syahid dibunuh. Habib Idrus saat meninggal dunia pada perjalanan dakwah, ditembak penjajah di kebon Kelapa Semingkir Randudongkal.
Perjuangan beliau selain menginspirasi anak keturunannya, juga menjadi rujukan mentor-guru oleh para duriyyah nabi (habaib) lain yang tinggal di kitaran Pemalang. Sehingga tidak berlebihan, kalau Habib Sholeh bin Seggaf Al Habsyi disebut sebagai Penghulu Habaibnya Pemalang.
Habib Sholeh juga dijadikan bagai tokoh sentral para alim ulama Pemalang dan sekitarnya. Oleh ulama dan masyarakat beliau pada masa hidupnya juga didapuk menjadi Imam utama di Masjid Agung Pemalang (Masjid Nur Kalam). Murid-santri yang berguru pada beliau pun banyak yang menjadi pejuang dan ulama yang disegani masyarakatnya seperti KHNasir, KH Asy’ari, Kyai Abdul Hamid dan KH Arghubi serta beberapa Habaib dan tokoh ulama lainnya yang tersebar di kitaran Pemalang.
Habib Sholeh meninggal dunia tepat pada hari Jum’at tanggal 1 Syawal 1329 H, bertepatan dengan tahun 1910 M. Beliau kembali ke keharibaan Rahmatullah (wafat) saat memasuki usia 73 tahun.
Saat itu, dalam acara sholat jenazah, ribuan umat manusia berduyun-duyun datang membanjiri masjid Agung Nur Kalam Pemalang untuk memberikan penghormatan terakhir dan ikut sholat jenazah. Bertindak sebagai imam sholat jenazah adalah Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib Alatas (Sapuro, Pemalang). Almarhum dikebumikan di makam Pagaran, sebagai Pejuang dan Penghulunya Para Habaib Pemalang. Walahu’alam.
Lahu, Al Fatihah…
Oleh : Abdul Azis Nurizun (Founder PP Babussalam Yayasan Semesta Ilmu Nurul Iman)
