MEDIASI – Setiap tanggal 1 oktober kita semua masyarakat Indonesia gegap gempita dalam merayakan hari Kesaktian Pancasila. Kita bersorak-porai merayakan hajatan negara yakni hari Kesaktian Pancasila, hari ini menjadi alarm bagi siapapun yang ingin merasakan sebagian kisah Pancasila sebagai alat , bagaimana mungkin ketetapan , kesaktian pancasila yang sudah di kukuhkan tanggal 1 juni 1945 sebagai dasar negara kemudian di kuatkan kembali dalam hari besar nasional kesaktian pancasila? banyak pertanyaan yang berkelindan?
Secara sederhana kalau kita pakai logika yang masuk akal bagaimana mungkin bulan Juni ia di lahirkan kemudian Oktober sudah sakti di ibaratkan bayi berusia 5 bulan bisa sangat sakti? , kalau kemudian kita memaka logika itu untuk menghormati 7 pahlawan revolusioner, kenapa tidak digabungkan saja kepada hari pahlawan nasional?
Hari Kesaktian Pancasila adalah hari dimana Soeharto dan antek- anteknya menghilangkan peran Soekarno dan Bung Hatta, sudah banyak informasi kredibilitas yang menyatakan bahwa Soeharto adalah masterpiece yang ingin menghilangkan ajaran Soekarno, beragam banyak hal ia lakukan demi menghilangkan ingatan, ajaran, dan ajakan Soekarno untuk bangsa Indonesia salah satunya, adalah menjadikan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Soeharto yang kala itu menjabat sebagai Menteri Utama Bidang Pertahanan dan Keamanan, menerbitkan surat keputusan bernomor Kep/B/134/1966 tertanggal 29 September 1966. Surat tersebut memerintahkan Hari Kesaktian Pancasila tidak hanya diperingati oleh kalangan TNI Angkatan Darat saja, namun semua elemen masyarakat.
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila semakin diperkuat dengan SK Nomor 153 Tahun 1967 yang diterbitkan oleh Soeharto pada 27 September 1967. SK tersebut menyatakan Hari Kesaktian Pancasila diperingati oleh seluruh Indonesia secara khidmat dan tertib.
Penulis terkenal Max Lane, ia berujar “Tulisan- tulisan Soekarno dilarang, Orde Baru Soeharto : Menciptakan Indonesia wajah Indonesia hari ini, menghilangkan seluruh kebudayaan,
manifesto watak Indonesia dengan menggubah mata pelajaran pada tahun 1970- an, dan celakanya kurikulum itulah yang terus kita hafalkan dan terus kita dongengkan , sehingga penghayatan , penggalian ajaran terhadap seokarno hilang di telan udara kita.
Tidak ada yang salah dengan peringatan belasungkawa atas gugurnya para perwira AD dalam tragedi 1965 itu. Persoalan yang lebih penting dan lebih patut diperingati adalah: kematian lebih dari 500 ribu jiwa warga Indonesia setelahnya. Sepanjang titi mangsa 1965-1966, juga tahun-tahun setelahnya, terjadi pembantaian besar-besaran terhadap orang-orang yang dianggap PKI atau antek-anteknya, bahkan kepada mereka yang dituding terkait dengan komunis, kendati tanpa bukti yang kuat dan tanpa proses pengadilan. Keseluruhan jumlah korban pembantaian itu masih menjadi misteri hingga kini.
Sebab 1 oktober ini kemudian menjadi alat untuk menindas, menghajar mereka yang tidak suka dengan aturan negara yang di gagas oleh Soeharto group , kemudian juga hari 1 Oktober di peringati sebagai kejayaan bangsa kita menumpas PKI, kita meneriakkan anti PKI, benci PKI sampai mati , tapi apakah kita tahu sebagaian kebudayaan dan mekanisme intelektual yang kita jalani hari ini sebagaian adalah sumbangsih dari PKI, seperti lagu darah garuda, pelukis Affandi, dan novel- novel progresif Pramoedya Ananta Toer.
Mari kita sama- sama saling membuka lagi, saling belajar lagi tentang Indonesia yang belum sepenuhnya terbuka.
Oleh : Imam Dihlizi (Mahasiswa STAIKAP Pekalongan)