MEDIASI – Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai masalah kehidupannya, namun pada sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi canggih tersebut tidak mampu menumbuhkan moralitas (akhlak) yang mulia.
Dunia modern saat ini, termasuk di Indonesia ditandai dengan gejala kemerosotan akhlak yang benar-benar berada pada taraf yang mengkhawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong-menolong, dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal, dan saling merugikan. Di sana sini banyak terjadi adu domba dan fitnah, menjilat, mengambil hak orang lain sesuka hati dan perbuatan-perbuatan biadab lainnya.
Gejala kemerosotan akhlak tersebut dewasa ini bukan saja menimpa kalangan dewasa, melainkan juga telah menimpa kalangan pelajar tunas-tunas muda. Orang tua, ahli didik, dan mereka yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial banyak mengeluhkan perilaku sebagian pelajar yang berperilaku nakal, keras kepala, mabuk-mabukan, tawuran, pesta obatobatan terlarang, gaya hidup seperti hippies di Eropa, Amerika dan sebagainya (Abudin Nata 2003:126).
Kenakalan remaja saat ini begitu tinggi. Banyak sekali sekarang ini anak dibawah umur yang sudah merokok, ikut geng motor, ikut balapan liar, ikut kerusuhan dengan sekolah yang lain dan kenakalan remaja yang lainnya. Kenakalan remaja tersebut diakibatkan karena kurangnya perhatian dari orang tua mereka dan juga anggota keluarga yang lain.
Menurut Zakiah Daradjat, menghadapi remaja yang oleh orang tua atau gurunya dianggap nakal (memang kelakuannya nakal, misalnya tidak mau belajar, menentang orang tua, menggangu keamanan, merusak dan sebagainya) dan mereka yang telah menjadi korban dari penyalahgunaan narkotika, terasa sekali bahwa yang terjadi sebenarnya adalah kegoncangan jiwa akibat tidak adanya pegangan dalam hidupnya, nilai-nilai moral yang akan diambilnya menjadi pegangan terasa kabur terutama mereka yang hidup di kota besar dari keluarga yang kurang mengindahkan agama bagi anakanaknya.( Zakiyah Darajat 1993:132)
Sementara itu dalam website NU Online yang menyatakan bahwa orang tua (keluarga) belum berperan dalam pendidikan agama putra-putrinya, diantaranya pernyataan Khofifah Indar Parawangsa, bahwa penyalahgunaan narkoba, tawuran antar pelajar, dan seks bebas menunjukkan peran pendidikan agama dalam keluarga belum sepenuhnya dilakukan oleh orang tua dan lemahnya kontrol dan prinsip keteladanan orang tua tidak terbangun sejak dini. Padahal ayah-ibu, sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga memegang peranan penting dan strategis dalam mendidik anak-anaknya. Ini berarti pendidikan dalam keluarga sangat menentukan baik atau buruknya pendidikan terhadap anak (www.nu,or.id 2017).
Kesimpulan dari permasalahan-permasalahan di atas adalah: Pertama, masyarakat modern yang mampu mengembangkan teknologi yang canggih, tetapi teknologi tersebut tidak mampu menumbuhkan akhlak yang mulia. Kedua, kenakalan anak atau remaja adalah akibat kurangnya perhatian dari orang tua atau keluarga lainnya. Ketiga, keluarga atau orang tua yang kurang mengindahkan agama bagi anak-anaknya dapat berkontribusi menjadikan anak-anaknya tersebut mengalami kegoncangan jiwa sehingga akan muncul perilaku atau akhlak yang tidak baik pada diri anak-anaknya.
Orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas pendidikan yang dimiliki orang tua jelas dapat memengaruhi kualitas pendidikan bagi anaknya juga. Penulis berkesimpulan begitu pentingnya pendidikan agama Islam bagi orang tua dalam mendidik anak-anaknya, sehingga orang tua dapat berperilaku sesuai dengan aturan-aturan Islam dan menjadi teladan bagi anak-anaknya. Dengan demikian diharapkan anak-anaknya kelak menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah.
Oleh : Saeful Azis (Prodi Pendidikan Islam Anak Usia Dini STIT Al Khairiyyah Cilegon)