Phubbing, Implikasinya Terhadap Apatisme Gen-Z

Opini457 Dilihat

MEDIASI – Di era digital saat ini, keberadaan smartphone dan media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Salah satu fenomena yang muncul akibat penggunaan ponsel yang berlebihan adalah Phubbing, yang merupakan gabungan dari kata “phone” dan “snubbing”.

Phubbing merujuk pada sikap mengabaikan seseorang dalam komunitas dengan mengalihkan perhatian kepada smartphone ketimbang mendengarkan orang yang sedang berbicara dengan kita.
Perilaku ini menunjukkan bahwa seseorang tidak memedulikan orang lain saat berada dalam situasi sosial (Murni & Ahmadin, 2023).

Phubbing memiliki dampak yang mendalam terhadap hubungan sosial dan kesehatan mental, terutama di kalangan generasi Z. Pengabaian ini dapat memicu apatisme dan menurunnya kualitas interaksi sosial yang pada gilirannya mempengaruhi pandangan mereka terhadap dunia.

Phubbing Di Era Gen Z
Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, dikenal sebagai generasi digital native. Data menunjukkan bahwa sekitar 90% individu berusia 18 hingga 29 tahun menggunakan media sosial, sementara hanya 40% yang berusia 35 tahun ke atas (Najah et al, 2023).

Hal ini membuktikan bahwa generasi Z adalah yang paling terpapar oleh teknologi, menciptakan kecenderungan untuk terlibat dalam perilaku Phubbing. Dalam konteks ini, Phubbing menjadi fenomena yang umum terjadi. Ketika berkumpul dengan teman-teman, banyak dari mereka yang lebih memilih menggunakan ponsel mereka untuk menjelajahi media sosial daripada berkomunikasi secara langsung.
Perilaku Phubbing di kalangan masyarakat, terutama generasi Z, menjadi tak terelakkan ketika berhadapan dengan ponsel mereka. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku ini, antara lain: handphone/smartphone, internet, game online, dan media sosial (Murni & Ahmadin, 2023).

Generasi Z, yang sejak kecil beradaptasi dengan ponsel pintar, sering kali menjadikan komunikasi dalam lingkungan virtual sebagai kebiasaan yang pada masanya akan melatih mereka menjadi pribadi yang individualis (Najah et al., 2023). Dalam hal ini, Phubbing berperan penting dalam menciptakan kesenjangan sosial dimana interaksi langsung sering kali terabaikan.

Phubbing dan Apatisme
Perilaku Phubbing bukan hanya sekadar masalah kebiasaan, tetapi dapat berkontribusi pada munculnya apatisme di kalangan generasi Z.

Phubbing mengakibatkan ketidakpedulian di dalam interaksi sosial, di mana individu lebih memilih berfokus pada smartphone daripada terlibat dengan orang di sekitarnya.

Menurut penelitian, Phubbing dapat menyebabkan perilaku seperti kurang sopan, tidak menghargai, tidak menjaga ucapan, dan kurang efektif serta efisien dalam berkomunikasi (Bugis, 2022).

Ketidakpedulian ini tidak hanya merusak hubungan interpersonal, tetapi juga memengaruhi cara individu berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka.
Dalam situasi di mana seseorang merasa diabaikan oleh teman dekatnya, hal ini dapat menurunkan kepercayaan diri dan memicu rasa kesepian. Ketika individu merasa tidak diperhatikan atau dihargai, mereka cenderung menarik diri dari interaksi sosial.

Rasa keterasingan ini dapat mengakibatkan sikap pesimistis terhadap hubungan dan komunikasi yang nanti pada gilirannya akan mengarah pada sikap apatis. Jika seseorang mengalami Phubbing secara terus-menerus, mereka dapat mulai merasa bahwa terlibat dalam diskusi atau aktivitas sosial tidaklah penting yang selanjutnya melemahkan semangat untuk berinteraksi dengan orang lain.

Mereka cenderung merasa skeptis terhadap partisipasi aktif dalam isu-isu yang seharusnya menjadi perhatian bersama yang selanjutnya mengarah pada pandangan bahwa terlibat dalam masalah sosial tidaklah penting.

Jika generasi Z tidak merasa terhubung dengan orang di sekitar mereka, mereka lebih cenderung menganggap bahwa hal-hal yang terjadi di luar dunia digital mereka tidak memiliki dampak langsung terhadap hidup mereka.

Perasaan terasing yang muncul akibat Phubbing ini berpotensi menumbuhkan sikap acuh tak acuh terhadap isu-isu yang mempengaruhi kehidupan mereka. Sikap apatis ini bukan hanya menyangkut ketidakpedulian terhadap masalah sosial, tetapi juga dapat memperburuk kesehatan mental individu.

Rasa kesepian dan ketidakberdayaan dapat memengaruhi suasana hati dan menyebabkan depresi, sehingga menciptakan siklus negatif di mana individu merasa semakin terisolasi dan tidak terhubung dengan dunia.

Meningkatkan Empati dengan Menyikapi Phubbing
Menghadapi fenomena Phubbing, generasi Z perlu mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan dampaknya dan memperkuat rasa empati terhadap sesa,a. Piru dkk. dalam tulisannya (Piru, et al 2024) menyebutkan beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menyikapi fenomena Phubbing, antara lain:

  1. Bijak bermedia. Kontrol bermedia adalah pendekatan yang perlu diadopsi untuk menyikapi fenomena disrupsi digital secara bijak, khususnya dalam konteks interaksi sosial. Upaya ini dapat membantu individu mengurangi ketergantungan pada teknologi, terutama saat berada dalam lingkup komunitas.
  2. Membangun komunitas dialog yang bebas dari media teknologi. Ketegantungan terhadap perangkat elektronik secara terus menerus dapat menyebabkan manusia kehilangan kemampuan berinteraksinya. Dalam diskusi, terutama di dunia pendidikan, keberadaan media elektronik seperti handphone dapat menjadi hambatan bagi perkembangan dialog yang kritis. Membangun lingkungan bebas dari gangguan teknologi akan memungkinkan perbincangan menjadi lebih mendalam dan bermakna.
  3. Membuka diri terhadap sesama. Kecenderungan individu introvert kadang-kadang dapat memperburuk dampak Phubbing yang malah membuat individu tersebut sulit untuk berinteraksi. Oleh karena itu, penting untuk berusaha membuka diri dan menjalin hubungan dengan orang lain, serta membangun ketertarikan untuk berkomunikasi secara langsung.

Kesimpulannya, dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, Phubbing merupakan tantangan nyata bagi generasi Z yang dapat memicu apatisme dan ketidakpedulian terhadap isu-isu sosial.

Dengan langkah yang tepat untuk mengurangi Phubbing dalam interaksi sehari-hari, generasi muda dapat membuka pintu untuk membangun kepercayaan, dukungan, dan peduli pada masalah sosial.

Upaya untuk menciptakan lingkungan yang memfasilitasi interaksi yang lebih bermakna akan memungkinkan generasi Z untuk lebih terlibat dan berkontribusi positif dalam masyarakat. Dengan kesadaran dan tindakan kolaboratif, kita dapat menciptakan perubahan nyata yang berdampak pada masa depan yang lebih baik.

Oleh : Bramantyo Dwi Wahyu S. (Mahasiswa Jurusan KPI, UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan)

Referensi:
Bugis, A. S. (2022). Dampak Phubbing Terhadap Etika Komunikasi Mahasiswa Program Studi Jurnalistik Islam. Institut Agama Islam Negeri Ambon. IAIN Ambon. Diambil dari http://repository.iainambon.ac.id/3414/1/BAB I%2C III%2C V.pdf
Murni, M. G., & Ahmadin. (2023). The Impact of Phubbing on Teenagers, Especially Students. Pinisi-Journal of Art, Humanity, & Social Studies, 3(1), 95–98. Diambil dari https://ojs.unm.ac.id/PJAHSS/article/download/42318/19973
Najah, M., Fadilah, A. F., Rachmi, I., & Iskandar, I. (2023). Perilaku Phone Snubbing (Phubbing) pada Generasi X, Y, dan Z. Intuisi : Jurnal Psikologi Ilmiah, 14(2), 25–38. https://doi.org/10.15294/intuisi.v14i2.38883
Piru, Y., Mbake, Y. N., Pasi, Y. E. D., & Kedang, P. A. J. (2024). Phubbing vs Relationship Membongkar Masalah Komunikasi Sosial dalam Terang Dialegtika Hegel. ARMADA : Jurnal Penelitian Multidisiplin, 2(5), 314–320. https://doi.org/10.55681/armada.v2i5.1312

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *