10 Tahun Ilusi Revolusi Mental Kepemimpinan Presiden Jokowi

Opini614 Dilihat

MEDIASI – Menjelang lengsernya Joko Widodo (Jokowi) dari tampuk kekuasaan kepresidenan setelah 10 tahun memimpin Republik Indonesia, kita teringat kembali dengan istilah ‘Revolusi Mental’ yang menjadi jargon yang selalu di dengung-dengungkan saat kampanyenya saat Pemilihan Presiden di tahun 2014 dan 2019.

Revolusi Mental bahkan akan dijadikan sebagai program unggulan Jokowi yang digencarkan sejak periode pertama hingga di periode kedua kepemimpinan pemerintahnya sebagai presiden.

Bahkan, di dalam artikel Jokowi yang dimuat harian Kompas pada Mei 2014, Jokowi menyebutkan ruh dari revolusi mental ini adalah konsep Trisakti yang diutarakan Presiden Pertama RI Sukarno alias Bung Karno dalam pidatonya pada 1963.

Trisakti atau tiga pilar sakti itu yakni, ‘Indonesia yang berdaulat secara politik’, ‘Indonesia yang mandiri secara ekonomi’, dan ‘Indonesia yang berkepribadian secara sosial-budaya’.

“Terus terang kita banyak mendapat masukan dari diskusi dengan berbagai tokoh nasional tentang relevansi dan kontektualisasi konsep Trisakti Bung Karno ini,” tulis artikel Jokowi di harian Kompas.

Sepuluh tahun di penghujung masa pemerintahan Jokowi yang akan berakhir pada 20 Oktober ini berbagai kalangan akademisi justru memandang sumir atas klaim prestasi Jokowi yang justru dituding dibawah kepemimpinannya terjadi kerusakan tatanan demokrasi dan konstitus. Lantas seperti apa hasilnya Revolusi Mental Jokowi ini menjelang kelengserannya sebagai presiden?

Berbagai kalangan, terutama para akademisi seperti misalnya Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Karim Suryadi, yang menyayangkan semangat revolusi mental Jokowi justru berpindah haluan.

Menurut Karim, Pemerintah dinilai hanya fokus membangun infrastruktur. Ia mengacu pada Inpres Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental. Beleid itu mencantumkan gerakan Indonesia melayani, bersatu, bersih, mandiri, dan tertib.

Karim pun mengkritik implementasi revolusi mental yang dicanangkan Jokowi tersebut.

“Agak susah mencari kata untuk tidak mengatakan (revolusi mental) gagal atau mandek,” kata Karim seperti dilansir dari laman Tempo, Sabtu (12/10).

“Revolusi mental kok infrastruktur? Kalau dihubungkan dengan cakupan data revolusi mental dalam inpres (instruksi presiden), kok tidak terlalu nyambung?” lanjutnya.

Karim menyebutkan contohnya tidak ada satu pun kata soal korupsi dalam inpres. Menurutnya ia belum pernah dengar peta jalan gerakan revolusi mental yang diimplementasikan selama kepemerintahan 10 tahun Jokowi.

Karim pun heran dengan tidak adanya peta jalan yang memuat cara mencapai revolusi mental tersebut. Program yang tidak jelas diyakini menjadi penyebab penerapan jargon tersebut tidak maksimal.

Sementara menurut Anis Baswedan yang juga mantan Rektor Paramadina plus mantan Calon Presiden yang mengikuti kontestasi Pilpres 2024, menyebutkan bahwa kunci dari Revolusi Mental sebagaimana artikel pernah ditulis Jokowi sebenarnya adalah contoh dan keteladanan dari pemimpin.

Menurut Anis, ide tentang Revolusi Mental adalah gagasan yang baik, tetapi sayangnya dalam perjalanannya tidak lagi menjadi fokus perhatian dan pegangan.

“Saya melihat ini (Revolusi Mental) sebuah gagasan yang baik, tapi belum terlaksana dengan baik,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *