Dari Redaksi ke Harmoni Jejak Langkah ke Jawa Pos dan Kampung Moderasi

Publika381 Dilihat

MEDIASI – Jejak langkah menjadi salah satu momen berkesan bagi mahasiswa untuk belajar langsung dengan terjun ke lapangan. Bukan hanya tentang menambah wawasan, tapi juga tentang bagaimana ilmu yang selama ini dipelajari di bangku perkuliahan benar-benar bisa dilihat secara langsung. Pada kesempatan kali ini, kami mendapatkan pengalaman berharga dengan mengunjungi dua tempat yang sangat berbeda namun saling melengkapi, yaitu di Jawa Pos Surabaya dan Masjid Al Muawanatul Khoiriah Kampung Bugis, Denpasar.

Pemberhentian pertama di Jawa Pos Surabaya, salah satu stasiun media di Indonesia. Kami belajar banyak hal tentang dunia jurnalistik, mulai dari proses produksi berita, tantangan menjaga objektivitas informasi, hingga bagaimana media bisa berperan dalam membentuk opini publik dan menyebarkan nilai-nilai positif di kalangan masyarakat. Pengalaman ini membuka wawasan kami bahwa media bukan hanya menyampaikan berita, tapi juga bisa menjadi bagian dari perubahan sosial. Pemberhentian kedua di Masjid Al-Muawanatul Khoiriah di Kampung Bugis, Denpasar. Masjid tersebut merupakan icon dari kawasan Kampung Moderasi. Kami menyaksikan secara langsung bagaimana masyarakat yang berbeda latar belakang etnis dan agama dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Nilai-nilai moderasi, toleransi, dan kebersamaan benar-benar terasa kuat dalam kehidupan sehari-hari warga. Masjid ini bukan hanya menjadi tempat ibadah, tapi juga simbol persatuan dan ruang dialog antarumat.

Pengalaman dari dua tempat ini menjadi bekal berharga bagi kami. Semuanya mengajarkan bahwa komunikasi bisa hadir dalam banyak bentuk. Tulisan ini akan merefleksikan jejak langkah tersebut, sebagai gambaran bagaimana peran media dan kehidupan sosial dapat berjalan beriringan dalam membangun masyarakat yang damai, inklusif, dan berkeadaban.

Jejak langkah ini merupakan sebuah perjalanan yang merealisasikan materi yang sudah kami dapatkan didalam perkuliahan. Jejak langkah ini bertujuan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan mengenai ilmu komunikasi dalam bidang penyiaran dan teknik penulisan berita serta proses redaksional hingga tahap pencetakan surat kabar. Selain itu bertujuan untuk menanamkan pemahaman tentang pentingnya toleransi antarumat beragama sebagaimana yang terimplementasi di Kampung Bugis Suwung Denpasar Bali, kita menyaksikan secara langsung bagaimana kehidupan beragama yang harmonis tercipta dalam keberagaman, serta peran masjid sebagai pusat dakwah Islam yang dilakukan secara damai tanpa menimbulkan konflik sosial. Secara keseluruhan, jejak langkah ini bertujuan membekali mahasiswa dengan kemampuan di bidang media dan jurnalistik sekaligus menanamkan sikap toleransi dan dakwah yang moderat. Dengan demikian, kita tidak hanya profesional di bidang media saja , tetapi juga profesional sebagai Da’i yang bijaksana dalam menghadapi perbedaan dalam membangun masyarakat yang harmonis.

Jejak langkah ini dimulai dengan keberangkatan dari kampus UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan menuju Kota Surabaya, Jawa Timur. Deastinasi pertama di kota ini yaitu mengunjungi kantor pusat Jawa Pos, salah satu stasiun media cetak dan digital terbesar di Indonesia. Setibanya di lokasi, kita disambut baik oleh tim redaksi, serta masing-masing mendapatkan 1 koran sebagai bahan diskusi. Kita mendapatkan kesempatan untuk melihat secara langsung bagaimana proses dibalik layar, studio penyiaran, serta percetakan. Dalam sesi presentasi, kita diberi penjelasan tentang alur kerja jurnalistik, mulai dari peliputan berita, editing, penataan layout, hingga proses cetak dan distribusi. Diskusi juga berlangsung aktif, membahas peran media di era digital, etika jurnalistik, serta tantangan industri media modern. Setelah berakhirnya sesi diskusi kita melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya yaitu Kampung Bugis, Bali.

Setibanya di Kampung Bugis, Bali. Kita disambut hangat oleh warga setempat. Acara dimulai dengan sambutan dari perwakilan dosen dilanjutkan juga dengan perkenalan semua dosen dari UIN KH Abdurrahman Wahid, Pekalongan. dilanjutkan dengan sambutan dan perkenalan dari ketua adat Kampung Bugis beserta tokoh masyarakat lainnya. Selanjutnya, dilaksanakan sesi diskusi interaktif, di mana setiap program studi diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan seputar budaya lokal, toleransi beragama, dan sejarah penyebaran Islam di wilayah tersebut. Kegiatan ditutup dengan kunjungan ke situs peninggalan bersejarah di Kampung Bugis, termasuk melihat langsung salah satu peninggalan Islam tertua, yaitu naskah Al-Qur’an kuno yang disimpan oleh masyarakat setempat sebagai warisan budaya dan keagamaan yang sangat berharga. Selain al Qur’an kuno juga masyarakat Islam bugis di bali masih menyimpan benda bersejarah seperti keris dan tombak serta senjata daerah Bugis lainya sebagai iconic yang ada di suku Bugis yang tinggal di bali yang membuat kami takjub mereka hidup guyub rukun dan tidak bertengkar meskipun mereka berada di tanah Bali yang notabenya islam disana merupakan minoritas tetapi mereka melakukan kegiatan keagamaan tidak ada gangguan dan saling menghargai.

Jejak langkah ke kantor pusat Jawa Pos di Surabaya menjadi salah satu momen paling berkesan dalam perjalanan akademik kita. Kegiatan ini membuka wawasan kita mengenai media massa bekerja secara nyata, terutama dalam dunia jurnalistik dan industri pers nasional yang selama ini hanya saya pelajari secara teori di ruang kelas. Setibanya di Jawa Pos, kita disambut dengan hangat oleh tim redaksi, serta memperkenalkan berbagai divisi dan kegunaannya di dalam perusahaan dengan detail. Jejak langkah ini membawa kita melihat langsung proses kerja para kru di ruang redaksi mengenai penyiaran dan penyuntingan berita. Momen yang paling dinantikan adalah sesi diskusi bersama wartawan senior. Beliau membagikan pengalaman liputan di berbagai situasi , yang menuntut keberanian, kepekaan, dan ketangguhan mental. Dari penjelasan beliau kita dapat belajar bahwa menjadi jurnalis bukan sekadar menulis berita, tetapi juga menyuarakan kebenaran dan menjaga etika profesional dalam tekanan kerja yang tinggi. Pihak Jawa Pos juga menjelaskan bagaimana media saat ini bertransformasi di era digital. Mereka aktif menggunakan platform online dan media sosial untuk menjangkau pembaca yang lebih luas. Akan tetapi, Jawa Pos tidak menghilangkan penerbitan media cetak yang sudah membawa nama mereka yang menjadikan masyarakat menggemari tulisan yang mereka publikasikan. Jejak Langkah ini menghadirkan sebuah wawasan dan pengalaman yang lebih dalam tentang peran media sebagai penyambung suara publik. Kini kita memiliki sedikit bekal yang dapat membawa kita dalam pemahaman terkait penulisan dan penyiaran yang merujuk kesinambungan jurusan yang kita tempuh.
Pengalaman paling berkesan pada saat mengunjungi masjid yang sudah berdiri sejak tahun 1890 ini adalah dapat melihat secara langsung peninggalan sejarah. Al – Qur’an tulis tangan yang sudah teridentifikasi benar sejak abad ke 17. Pusaka yang masih terjaga hingga sekarang, seperti keris dan badik. Itu semua masih terjaga keasliannya dan dijaga dengan baik sebagai warisan dari nenek moyang suku Bugis yang ada di Bali. Meskipun Islam tergolong minoritas disana, tidak menjadikan suatu masalah yang serius. Dengan permasalahan inilah yang menjadikan suasana kehangatan dan hidup berdampingan tanpa kegaduhan timbul.

Dari Jejak Langkah inilah mendapatkan hasil yang sungguh berkesan, dengan hasil yang kami dapatkan selama melakukan kegiatan kunjungan di jawa pos memberikan banyak pengalaman serta dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kita mengenai proses kerja media dari peliputan, penulisan hingga distribusi berita. Selain itu kami juga dapat mengetahui sebuah konsep konvergensi media, yang mana sekarang ini produksi berita tidak hanya berupa media cetak tetapi juga berkembang menggunakan berbagai platfrom digital dan media sosial. Melalui pemahaman ini menuntut kita untuk ikut mengembangkan keterampilan multimedia secara luas. Selama kunjungan yang kami lakukan di sana, kami berdiskusi dengan menanyakan beberapa pertanyaan kepada yang bertugas sebagai seorang reporter yaitu mas Ariski Prasetyo Hadi. Beliau menjelaskan bagaimana cara untuk mempertahankan eksistensi dan minat baca masyarakat melalui koran yang diproduksi oleh jawa pos. yakni dengan cara menjaga kualitas berita, memastikan sumber berita dengan mewawancarai orang yang bersangkutan secara langsung, menyajikan berita yang sedang hangat diperbincangkan dengan memberikan judul yang dapat meningkatkan rasa penasaran pembaca, selain itu jawa pos juga berinovasi dengan menyisipkan quotes yang dibuat menggunakan AI.
Melalui diskusi dan interaksi langsung yang kami lakukan dengan mas Ariski Prasetyo Hadi, kami mendapatkan pemahaman mendalam mengenai etika jurnalistik, objektivitas, dan juga tanggung jawab sosial media dalam membangun opini public. Kami juga belajar mengenai tantangan yang dihadapi industri media di era digital, seperti persaingan antar media, perubahan bentuk penyampaian informasi kepada masyarakat, serta maraknya berita hoaks yang harus dihadapi dengan profesional. Selain dari segi teknis, kunjungan ini juga memberikan banyak inspirasi kepada kami untuk terus mengembangkan kemampuan komunikasi, berpikir kritis, meningkatkan keterampilan public speaking, dan juga penulisan kreatif yang nantinya sangat dibutuhkan di dunia kerja. Sehingga secara keseluruhan, hasil KKL yang kami lakukan di Jawa Pos tidak hanya memperluas wawasan dan keterampilan kami di bidang komunikasi dan penyiaran, tetapi juga dapat menanamkan nilai-nilai profesionalisme, inovasi, dan etika yang nantinya akan menjadi bekal penting dalam menghadapi tantangan di masa depan.

Melalui kunjungan kedua yang di lakukan di Masjid Al Muawwanatul Khairiyah, Kampung Bugis Suwung, Denpasar Selatan kami mendapatkan berbagai pengetahuan mengenai Sejarah dan peran masjid Al Muawwanatul khairiyah. Masjid ini dibangun pada tahun 1890 di atas tanah wakaf seluas 255 m², masjid ini mampu menampung sekitar 250 jamaah. masjid Al Muawwanatul khairiyah menjadi pusat spiritual, sosial, dan budaya masyarakat Bugis. Masyarakat Bugis di Kampung Suwung, Denpasar Selatan, Bali, merupakan salah satu komunitas Muslim tertua di Pulau Dewata. Mereka berasal dari Kerajaan Bone, Sulawesi Selatan, yang hijrah ke Bali. Tokoh sentral dari perpindahan ini adalah Pangeran Isa Rappe, putra Raja Bone ke-29, La Singkerru Rukka Arung Palakka (1860–1871 M). Kedatangan mereka membawa pengaruh Islam dan membentuk komunitas pesisir yang kuat dan mandiri.

Masjid Al Muawwanatul Khairiyah tidak hanya di jadikan sebagai pusat ibadah, tetapi juga menjadi tempat utama kegiatan sosial, pendidikan, dan dialog lintas agama, sehingga mampu mempererat hubungan antarumat beragama. Di sana kita dapat melihat secara langsung bagaimana kelompok masyarakat Bugis Muslim di Kampung Bugis Suwung mampu menjaga keharmonisan dan toleransi dengan masyarakat Hindu di Bali. Arsitektur masjid yang megah dengan kubah berwarna emas yang mencolok menjadi daya tarik tersendiri, sekaligus simbol kemegahan dan keistimewaan masjid ini di lingkungan masyarakat yang mayoritas beragama Hindu. Berdirinya masjid menjadi salah satu peran yang mendukung moderasi beragama di Kampung Bugis Suwung. Masjid ini menjadi salah satu titik penting dalam program Kampung Moderasi Beragama yang ditetapkan oleh Kementerian Agama RI. Program ini menekankan pentingnya sikap toleransi, saling menghormati, dan menjaga persatuan di tengah keberagaman masyarakat Bali. Disana kita juga diperlihatkan pusaka bersejarah dan juga Al Quran yang di tulis tangan pada abad XVII dan XVIII.
Toleransi beragama dapat diwujudkan melalui interaksi sosial yang bersifat inklusif, dialog antarumat beragama, serta kolaborasi dalam berbagai kegiatan sosial dan budaya. Secara konkret, masyarakat dapat menciptakan ruang-ruang pertemuan, seperti forum lintas agama, kerja bakti bersama, atau perayaan hari besar secara kolektif yang melibatkan berbagai komunitas keagamaan. Pendidikan tentang toleransi juga sebaiknya dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dan aktivitas keagamaan, agar generasi muda terbiasa menghargai keberagaman sejak dini. Pengalaman di Kampung Moderasi, khususnya di Masjid Al Muawwanatul Khairiyah, memperlihatkan bahwa toleransi beragama berkembang melalui dialog terbuka, penghormatan terhadap tradisi lokal, serta kerja sama dalam menjaga keharmonisan sosial. Upaya moderasi beragama yang dilakukan di tempat tersebut menjadi contoh nyata bagaimana toleransi dapat diterapkan dalam masyarakat yang plural.

Perjalanan kami dari redaksi Jawa Pos menuju Kampung Moderasi di Masjid Al Muawwanatul Khairiyah, Denpasar, menggambarkan transisi dari dunia media yang dinamis menuju terciptanya harmoni sosial dan keagamaan yang menjadi landasan utama dalam kehidupan masyarakat. Di Kampung Moderasi, kami menyaksikan secara langsung bagaimana moderasi beragama dan sikap toleransi terwujud melalui dialog antaragama, penghormatan terhadap tradisi setempat, serta kerja sama dalam menjaga keharmonisan sosial. Pengalaman ini menunjukkan bahwa media sebagai sumber informasi dan komunitas keagamaan sebagai pilar sosial sama-sama memiliki peran penting dalam membangun masyarakat yang inklusif dan harmonis di tengah keberagaman Indonesia.

Penulis: Kelompok 1 KKL KPI 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *