KH Musthofa, Pejuang Tarbiyah dan Rois Syuriah NU Pertama di Taman

Ensiklopedi1184 Dilihat

MEDIASI – Di Jl Kolonel Sugiono Gg KH Musthofa Taman Pemalang terdapat SMP swasta Al Musthofa dan Masjid Al Musthofa serta Pesantren dan Madrasah Ribathul Muta’alimin. Lembaga tersebut dikelola oleh anak-anak keturunan dari KH Musthofa yakni seorang pejuang Tarbiyah (pendidikan) di wilayah kitaran Taman Pemalang. Nama sekolah dan Masjid Al Musthofa juga dinisbatkan sekaligus tabarrukan pada almaghfurlah KH Musthofa Taman.

KH Abdul Hamid Musthofa, begitu nama lengkap KH Musthofa Taman. Menurut penuturan Ustadz Muhammad Bagir, yang merupakan salah satu putra KH Damanhuri dan cucu KH Musthofa, Nama ‘depan Abdul Hamid’ ditambahkan setelah KH Musthofa menunaikan rukun Islam kelima di tanah suci (haji).

Beliau merupakan putra keturunan dari Mbah Wartawangsa bin Ratam dan Nyai Sutimah. Orangtua dikenal sebagai tokoh yang cukup kaya raya di wilayah Taman, Pemalang. Sebagian tanah yang diwariskan dari orangtuanya tersebut kemudian diwakafkan oleh KH Musthofa untuk pesantren, masjid dan lembaga pendidikan lainya termasuk untuk SMP Al Musthofa dan Madrasah Ribathul Muta’alimin Taman.

KH Al Musthofa dikenal sebagai sosok pejuang syiar Islam yang gigih dalam menerapkan dan menyebarkan ajaran-ajaran syariat di Pemalang utara, khususnya wilayah desa/kecamatan Taman. Beliu dikenal sebagai pribadi yang sabar dan tekun dalam membimbing masyarakat dan santri-santrinya. Konon, salah satu santri yang pernah meguru dengan KH Mustofa adalah almarhum KH Dimyati Kaliwungu Kendal, ulama kharismatik dan terkenal yang wafat beberapa waktu lalu.

Salah satu santri sekaligus anaknya KH Musthofa, yakni KH Damanhuri juga menjadi tokoh agama yang cukup disegani di wilayah Kabupaten Pemalang. KH Damanhuri lah generasi pertama yang meneruskan perjuangan KH Musthofa dan mendirikan beberapa lembaga pendidikan Al Musthofa yang merupakan nama yang dinisbatkan pada nama ayahnya, KH Musthofa.

Ketekunan KH Musthofa tertempa sejak beliau menimba ilmu nyantri pada KH Natsir (ayah dari Mbah KH Dimyati Rois Kedawung, Comal). Diceritakan selama meguru pada KH Natsir yang waktu itu mengajar di Masjid Agung Pemalang, KH Mustofa muda setiap hari menempuh perjalanan pulang pergi dari rumahnya di Taman ke tempat ngaji yang jaraknya kurang lebih 5 KM dengan jalan kaki demi mendapatkan pengajaran ilmu agama dan lainnya dari sang guru.

Kegigihannya dalam menuntut ilmu membuahkan hasil yang cukup gemilang. Walau pun beliau hanya berguru pada ulama lokal Pemalang, namun keilmuan serta kealimannya sebagai ulama diakui dan terbukti berbagai kalangan kiai dan ulama lainnya.

Selain dikenal sebagai Kiai Tarbiyah (pendidik ilmu syariat), beliau juga dikenal aktif di organisasi keagamaan sejak mudanya. Hingga akhir hayatnya, beliau mengemban amanah dan berkhidmah sebagai salah satu tokoh pengurus Nahdlatul Ulama (NU) di wilayah kecamatan Taman, Pemalang. Beliau merupakan Rois Syuriah pertama di MWC NU Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang.

KH Mustofa juga dikenal sebagai penganut salah satu Thoriqoh Al Mu’tabaroh, bahkan beliau juga dipercaya menjadi Mursyid Thoriqoh Qodiriyyah Naqsabandiyyah di wilayah Pemalang dan sekitarnya. Sanad kethoriqohnya diterima dari Mbah Kiai Sirodj Bandengan Pekalongan, yang kemudian diteruskan kemursyidannya oleh salah satu anaknya sekaligus penerus pesantren, KH Damanhuri.

KH Musfofa pernah membubarkan pesantren yang didirikannya saat berkecamuknya pemberontakan pada pemerintah RI yang dilakukan oleh DI/TII. Pembubaran pesantren dilakukan KH Mustofa lantaran menghindari fitnah dan mencegah meluasnya kegawatan yang terjadi akibat pemberontakan orang-orang yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia. Namun demikian, beliau tetap menggelar kegiatan pengajaran rutin pada masyarakat sekitar yang dipusatkan di Masjid yang ia dirikan, yang sekarang dinamakan Masjid Al Musthofa Taman.

Sebagai Pendidik, ia berpesan pada anak-anak dan santrinya agar fokus belajar pendidikan ‘tarbiyah’ lebih diutamakan daripada ilmu lainnya. Bahkan, saking perhatiannya pada ‘ilmu tarbiyah’, beliau melarang pada anak dan santrinya untuk belajar ilmu ‘jadog’ kanuragan seperti silat dan lainnya atau yang biasa disebut dikalangan pesantren sebagai ‘Ilmu Hikmah’. Padahal saaf itu, kondisi zamannya masih cukup rawan dan ilmu sejenis kanuragan cukup diperlukan. Tapi beliau tetap memprioritaskan ilmu-ilmu tarbiyah kemasyarakatan. Wallahu’alam

KH Abdul Hamid Mustofa meninggal dunia pada tahun 1973 dalam usia sekitar 70 tahun. Beliau dimakamkan di makbaroh Pemakaman Umum Beji Taman Pemalang. Lahu… Al Fatihah

Oleh : Abdul Azis Nurizun (Founder PP Babussalam Yayasan Semesta Ilmu Nurul Iman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *