MEDIASI – Di Selatan wilayah Pemalang paling ujung Timur atau tepatnya ujung Tenggara Pemalang terdapat Pesantren yang cukup terkenal dan lama bernama Pondok Pesantren Al Ihsan. Letaknya di lembah lereng pegunungan yang membentang dari gunung Slamet hingga pegunungan Dieng yang memisahkan Kabupaten Pemalang dengan Kabupaten Purbalingga dan Banjarnegara.
Pondok Pesantren (Ponpes) Al Ihsan masuk distrik Watukumpul, persis berada di wilayah Dusun Sirongge Desa Tundagan Kecamatan Watukumpul Pemalang. Ponpes Al Ihsan didirikan oleh Al Maghfurlah KH Sholihul Hadi pada tahun 1983 dan pada tahun 1996 berbadan hukum dibawah naungan Yayasan Pendidikan Sosial Islam (YPSI) Al Bahri.
Desa dan dusun-dusun di Tundagan Watukumpul dan sekitarnya dulu memang dikenal sebagai desa terisolir dan tertinggal. Saat Penulis berkunjung ke Pesantren Al Ihsan pada tahun 2011 saja, kondisi infrastruktur jalan belum terbentuk rapi, masih berupa bebatuan dan lumpur. Daerah tersebut juga masuk daerah rawan bencana longsor, karena rumah-rumah penduduknya sebagian besar berada di lereng-lereng berbukitan yang cukup terjal. Namun saat ini, akses jalan raya menuju pesantren kondisinya sudah cukup baik.
Pendiri pesantren KH Shalihul Hadi sendiri merupakan tokoh ulama pendatang yang hijrah dan menikah dengan perempuan penduduk setempat pada tahun 1978. Kiai Shalih, begitu beliau akrab dipanggil santri dan masyarakat, berasal dari Turirejo Kabupaten Demak Jawa Tengah. Beliau mempersunting istri bernama Nur Asiyah binti Ahmad Mufti dari Desa Tundagan Watukumpul Pemalang.
Setelah hampir 5 tahun mukim berdomisili di desa Tundagan, beliau merasa prihatin dengan kondisi sosial keagamaan masyarakatnya. Diceritakan singkat di laman blog Pesantren Al Ihsan, pada saat itu masyarakat sekitar kehidupan kurang Islami. Masyarakatnya masih gemar dengan kebudayaan kejawen seperti ronggeng dan sintren serta kejahatan seperti pencurian dan lainnya cukup merajalela.
Melihat kondisi tatanan masyarakat yang jauh dari nilai-nilai agama, membuat keprihatinan Kiai Shalih. Sehingga, kemudian beliau pun memutuskan untuk mendirikan Pondok Pesantren. Sebelum itu, Kiai Shalih sudah menggelar kegiatan mengajar ngaji pada masyarakat, namun masih terbatas di rumah dan Masjid yang didirikan masyarakat.
Awal berdirinya pesantren, hanya ada 2 orang santri mukim dan masih ditempatkan di nDalem rumahnya. Setahun kemudian, seiring bertambahnya santri, dibantu masyarakat setempat, Kiai Shalih kemudian membangun bilik untuk santri 2 kamar ukuran 2,5 meter persegi dan Aula mengaji yang beralas dan berdinding papan kayu.
Saat ini bangunan pesantren pun sudah berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Sepeninggal Kiai Sholih, saat ini sudah ada 4 kompleks Pesantren Al Ihsan yang masing-masing dikelola anak-anaknya sesuai spesialisasi ilmu yang dimiliki dan dikembangkannya, paling tidak ada dua sistem utama pengajaran di 4 Pesantren Al Ihsan saat ini, yakni khusus pendalaman Kitab Salaf dan Hafalan Al Qur’an, masing-masing santri putra dan putri pun terpisah serta berbeda pengasuhannya.
Dari Penelusuran awal Penulis terhadap masyarakat sekitar pesantren khususnya, sosok pribadi KH Shalihul Hadi dikenal pribadi ulama panutan masyarakat yang berwibawa dan disegani, kealiman ilmu dan akhlaknya dikenal berbagai kalangan masyarakat, para tokoh dan pejabat di Pemalang pun banyak datang berkunjung sowan pada dirinya.
Kiai Shalih merupakat sahabat seperjuangan dengan KH Busyro Zaini (Rama Busyro) dari Badak Belik. Keduanya dikenal sebagai ulama dan tokoh yang gigih dalam memperjuangankan politik umat Islam di Pemalang khususnya wilayah Selatan, kedua kiai ini merupakan mentor penasehat para politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Pemalang saat itu.
Kebanyakan tokoh agama yang ada di kitaran Desa Tundagan merupakan alumni santri anak didik Kiai Shalih. Salah satunya Pengasuh Pesantren Roudhotut Tholabah Tundagan, yakni Kiai Rofiq juga merupakan santri didikan KH Shalihul Hadi.
Bahkan, para santri-murid Kiai Shalih juga banyak tersebar di wilayah Selatan Pemalang, Pekalongan, Purbalingga, Banyumas dan Banjarnegara. Sebagian diantara mereka jadi tokoh masyarakat dan agama dilingkungannya masing-masing.
KH Shalihul Hadi bin Bahri, begitu nama lengkap yang tertulis di nisan makamnya. Almaghfurlah Kiai Shalih Tundagan merupakan ulama Pemalang kelahiran Demak pada tanggal 03 Maret 1950 dan wafat pada tanggal 02 Agustus 2008 serta dimakamkan di Makbaroh Keluarga yang terletak di salah satu komplek Pesantren Al Ihsan khusus Hafalan Al Qur’an (Tahfıdz Qur’an) Dusun Sirongge Desa Tundagan Kecamatan Watukumpul Kabupaten Pemalang. Wallahu’alam bisshowab
Lahu… Al Fatihah
Oleh : Abdul Azis Nurizun (Founder PP Babussalam Yayasan Semesta Ilmu Nurul Iman)