Pak Moh, Sahabat Gus Dur di Pesantren API Tegalrejo yang Kiai Plus Budayawan

Nusantara1417 Dilihat

MEDIASI – John lucas mengatakan a student guide to the study of history (manusia tidak dapat berfungsi tanpa ingatan, dan ingatan adalah elemen penting dalam sejarah). Mereka yang tak mampu mengingat, menghayati, merapal perilaku-perilaku leluhur maka ia akan di kutuk untuk mengulangi kesalahan yang tak ada habisnya, sebab mengingat masa lalu adalah mengingat dan mempraktekan kebenaran yang telah tertanam lama.

Kita bisa mengingat seseorang hanya dengan kebiasaannya, kita bisa mengingat seseorang karena perilakunya, dan proses selepas mengingat tentu mengenal lebih dalam sebab dalam proses mengingat profental dalam otak kita bekerja keras agar tidak mudah melupakan sesuatu.

Pada kesempatan ini penulis akan mengulas sekelumit sejarah Al Karim Ahmad Mohammad, atau santri–santri Tegalrejo memanggilnya Pak Moh. Beliau selalu diingat jelas dalam rekaman para santri Tegalrejo dasawarsa 2000-an.

Biografi Al Karim Ahmad Mohammad

Di lahirkan dari keluarga Pesantren Tegalrejo pada tahun 1944, ayahanda beliau adalah KH Chudori, ibunda beliau adalah nyai Kunnah putri KH Nahrawi (Mbah Dalhar ) pengasuh Pesantren Darus Salam Watucongol Muntilan Magelang, beliau bersaudara dengan KH Abdurrahman Chudori, pada tahun 1951 sampai 1964, beliau mengaji dengan ayahanda beliau yakni KH Chudlori, di tambah beliau berteman akrab dengan Gus Dur atau KH Abdurrahman Ad- Dakhil Ketika beliau mondok di Tegalrejo pada tahun 1957.

Pak Moh dan Gus Dur

Tentu kita tahu semua yang menjadi anak didik ideologis Gus Dur, walaupun Gus Dur hanya 2 tahun tepatnya (1957-1959) selepas pengembaraannya dari Krapyak beliau nganggsu ilmu di Pesantren Tegalrejo asuhan KH Chudlori , dan selama mondok disana beliau turut mendidik, mengenalkan Al Karim Ahmad Mohammad tentang pengetahuan kebudayaan serta kesenian.

Mulai novel Perburuan (Pramoedya Ananta Toer ), Ibunda (Maxim gorky), The town and the City (Jack Kerouac ), Gitanjali (Rabindranath Tagore ), The Travels of Ibnu Battuta (Ibnu Battuta ), dan masih banyak karya yang berkembang saat itu di tambah kala itu sudah muncul majalah Poedjangga Baroe, Pandji Poestaka dimana para pelopor sastra Indonesia angkatan awal seperti Chairil Anwar, Sutan Syahrir, Alihsyahbana, Moh.Yamin, Amien Pane, Suwondo, Jakoeb Oetama, H.B. Jassin, Buya Hamka turut memeriahkan tulisan-tulisan di masing-masing kolom majalah ini.

Pendidikan gus Dur inilah yang membuat Al Karim Ahmad Mohammad makin menggeliati dunia sastra, sehingga Gus Dur pun sering mengajaknya untuk melihat pertunjukkan Kebudayaan seperti tembang-tembang jawa, wayang kulit , sintren dll, Gus Dur pun tak lupa mengajak Al Karim Ahmad Mohammad mengaji ke KH Siradj Payaman, Kiai Rahmat Grabag, KH Dalhar Watucongol.

Pada kiai-kiai tersebut Pak Moh dan Gus Dur ngaji Alfiyah, mempraktekkan dalail, mempraktekkan Yun man huwa (salah Satu Tarekat Pesantren API Tegalrejo2). Dari pertemanan dengan Gus Dur inilah sosok Al Karim Ahmad Mohammad tumbuh sebagai salah satu jawara pesantren yang istimewa.

Pak Moh, Afala Tatakfarunn, dan Abangan

Al –Qur’an Mengajarkan semua ilmu untuk di resapinya, di pahaminya , dan digali untuk perjalanan umat manusia, al Qur’an seperti lampu sorot bagi kita yang sedang berada didalam jalan kegelapan, pada dasawarsa 1977 Pak Moh dan adiknya KH Abdurrahman Chudlori memimpin pesantren tegalrejo, sebab KH Chudlori wafat kembali keharibaan Allah SWT. Sebagai orang yang menggeluti kebudayaan tradisional magelang, mulai Tari Soreng, Tari Gedruk, Ruwat bumi dan beragam kesenian Magelang lainnya ,

Beliau juga terkenal saat dalam acara-acara keagamaan supaya kesenian daerah tersebut juga di tampilkan, sebagai budayawan beliau menggagas Forum Afalaa Tatafakkarundi pesantren beliau, beliau mengundang komunitas-komunitas seni, para budayawan, para sastrawan, dan sebagainya. Beliau mengajak masyarakat yang belum mengenal Islam, bahwa Islam agama yang berdekatan mesra dengan kebudayaan, Alhamdulilah forum ini pun menjadi jalan bagi mereka yang hendak mengenal Islam dengan jalur kesenian.

Melalui forum ini pak moh atau Al Karim Ahmad Mohammad mampu mengislamkan masyarakat Magelang, para pegiat kebudayaan yang tadinya masih percaya kehebatan klenik, percaya dukun. Selain sibuk di forum kebudayaan, beliau juga tidak melupakan tugas beliau sebagai pengasuh pesantren, ada panggilan unik terhadap beliau, beliau enggan di panggil Kyai atau Gus, ‘panggil saja pak’, makanya santri Tegalrejo yang sempat bertemu bahkan mengaji kitab Fathul Wahab dengan beliau sering memanggilnya Pak Moh.

Forum yang didirikannya terus berjalan hingga saat ini, walaupun Al Karim Ahmad Mohammad sudah mangkat kembali pada Sang Maha Kuasa pada tanggal 6 maret 2009 di Yogyakarta. Beliau dimakamkan tepat di komplek Pondok Pesantren API Tegalrejo.

Beliau juga sering berpesan kepada anak-anak muda agar kita bisa mencintai Islam tanpa beban seperti “nek kanggo agomo ra sah itung-itungan , nek di itung-itung marai eman“, “Mboten pareng odo-odo kedah nderek tindak lampah coro kino“ semoga pesan-pesan ini menjadi tungku membara sedang kita kayu apinya semoga dengan mempelajari kisah beliau Al Karim Ahmad Mohammad kita bisa mengikuti laku lampah beliau. Lahu Al Fatihah….

OIeh : Imam Dahlizi (Pegiat Gusdurian Pemalang dari Moga dan Mahasiswa STAIKAP Pekalongan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *