Silaturahim dan Meguru-Belajar pada Dua Entrepreuner Muda Tionghoa

Publika1027 Dilihat

MEDIASI – Jaringan GUSDURian Pemalang menghadiri undangan silaturahmi Salahsatu Pengurus PSMTI Pemalang, Lukito, dikediaman pribadinya pada Kamis 24 november 2022. Kebetulan dihadiri juga oleh Koh Bobby, Pengusaha Muda “Raja Bakso”. Pertemuan istimewa, silaturahiem plus meguru entrepreunership pada dua pengusaha muda Tionghoa.

Pertemuan tersebut, dari pihak Penggerak GUSDURian Pemalang diwakili Abdul Azis Nurizun selaku koordinator kabupaten dan kedua penggerak lainnya, Abu Hurairah (Abud) dan Jajuli.

Pada awal diskusi yang berjalan santai, Koh Lukito menanyakan perihal Komunitas GUSDURian di Pemalang dan perkembangannya. Kemudian dideskripsikan langsung oleh koordinator Gusdurian Pemalang bahwa saat ini gerak jejaring sudah mulai merambah ke bagian Pemalang Utara, Khususnya Pantura. Kegiatan rutinan juga disampaikan misalnya kegiatan rutinan bulanan di Pojok GUSDURian Pemalang serta rencana program unggulan mendirikan sekolah enterprenuer dengan kurikulum nilai-nilai Gus Dur di dalamnya.

Selain itu, pada diskusi yang gayeng tersebut, Koh Bobby banyak bicara tentang enterprenuer berbasis nasionalisme. Soal bagaimana falsafah bisnis yang selama ini digelutinya.

Koh Bobby menguraikan bagaimana membangun bisnis yang berpijak pada pertanggung jawaban hamba atas Tuhannya. Dan bisnis yang berpijak pada bagaimana menjadi insan yang bermanfaat untuk sesama. Tidak semata-mata soal untung rugi. Itu dibuktikan dari brifing pertama kalinya bersama partner (karyawan kalau boleh disebut) yakni bukan bagaimana cara membuat dan melayani bakso. Akan tetapi, lihat pola kehidupan di sekitarnya. Jangan berfikir berapa besar untung, tapi seberapa manfaatkah kita di kehidupan ini.

Selanjutnya Koh Bobby menuturkan tentang konsep syukur. Meskipun ia seorang keturunan Tionghoa, ia menggagumi tokoh nusantara, salah satunya Cak Nun. Beliau sebagai mualamemiliki pengetahuan sejarah yang luas, dan semangat nasionalismenya sanggat tinggi. Ia terapkan dalam konsep bisnis manajemen usaha bakso-nya.

Koh Lukito menambahkan saran, jika mengundang praktisi narasumber ahli entrepreuner, cari orang yang berhasil di bidangnya, dan yang berasal dari daerah tersebut. Itu jauh lebih efektif dan dipercaya dari pada mengundang narasumber dari daerah luar. Kultur kita faktanya begitu.

Selanjutnya, Penulis pun, bercerita pengalaman melihat fakta di lapangan saat ini, dimana strata sosial masih sangat terasa. Kehidupan di kampung banyak orangtua yg bermindset bahwa puncak orang yang sukses dan dinilai ideal ialah status pegawai.

Kemudian ditanggapi Koh Lukito yang mengungkapkan setiap orang memiliki talent masing-masing. “Masing-masing orang diberi talent atau bakat oleh Tuhan berbeda-beda. Ada yang dilahirkan kaya, pintar, bisa ini itu. Orang tersebut katakanlah ia diberi talent tiga, maka ia berkewajiban mengembangkannya menjadi Enam,” katanya.

“Namun, orang yang diberi bakat atau talent satu oleh Tuhan, misal hanya bisa tertentu saja, ya ia harus berupaya untuk menjadi dua. Orang yang bisa mengembangkan talent dari satu menjadi dua, akan lebih baik dari pada orang yang diberi talent lima, berkembang hanya enam. Dan masing-masing talent yang dianugerahkan Tuhan itu masing-masing dimintai pertanggung jawaban.
Status apapun orang tersebut, dinilai dari kemanfaatannya. Tidak bisa disama ratakan,” lanjutnya.

Obrolan santai dan diselangi canda tawa tersebut kata Koh Lukito khas Gus Dur banget…. Wallahu’alam

Oleh : Abu Hurairah / Kang Abud (Penggerak GUSDURian Pemalang dari Petarukan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *