Standar Kecantikan yang Tidak Realistis dan Dampaknya Pada Kesehatan Mental

Publika534 Dilihat

MEDIASI – Standar kecantikan yang seringkali digambarkan di media sosial, iklan, dan majalah seringkali tidak realistis dan dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan pada kesehatan mental seseorang.

Citra tubuh yang sempurna dan tidak memiliki kekurangan menjadi semacam “cita-cita” yang sulit dicapai, bahkan mustahil. Hal ini dapat memicu berbagai masalah psikologis, seperti:

Rendahnya Harga Diri : Ketika seseorang terus-menerus membandingkan dirinya dengan standar yang tidak realistis, mereka cenderung merasa tidak cukup baik atau menarik. Hal ini dapat memicu perasaan rendah diri dan tidak percaya diri.

Gangguan Makan: Upaya untuk mencapai tubuh ideal yang digambarkan dalam media seringkali mendorong seseorang untuk melakukan diet ekstrem, olahraga berlebihan, atau bahkan mengembangkan gangguan makan seperti anorexia nervosa, bulimia nervosa, atau binge eating disorder.

Kecemasan dan Depresi: Tekanan untuk selalu tampil sempurna dan memenuhi ekspektasi masyarakat dapat menyebabkan kecemasan dan depresi. Rasa takut ditolak atau tidak diterima secara sosial karena tidak sesuai dengan standar kecantikan dapat sangat mengganggu kehidupan sehari-hari.

Body Shaming: Standar kecantikan yang tidak realistis juga dapat memicu perilaku body shaming, baik dari diri sendiri maupun orang lain. Perundungan dan komentar negatif tentang penampilan fisik dapat menyebabkan trauma psikologis yang berkepanjangan.

Standar kecantikan yang seringkali digambarkan adalah hasil dari editan foto, filter, dan teknik pencahayaan yang canggih. Citra tubuh yang sempurna ini tidak mencerminkan realitas dan membuat orang merasa tidak mampu mencapainya.

Standar kecantikan yang tidak realistis dapat merusak konsep diri seseorang dan membuat mereka merasa tidak berharga jika tidak sesuai dengan standar tersebut.
Tekanan untuk selalu tampil sempurna dapat membatasi seseorang untuk mengeksplorasi gaya dan kepribadian mereka yang sebenarnya.

Oleh : Rhenayya Putri (Mahasiswa UIN KH Abdurrahman Wahid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *