Tukang Jahit yang Diangkat Allah Jadi Wali Abdal

Khazanah1070 Dilihat

MEDIASI – Seperti yang termaktub dalam kisah yang tercatat dalam Kitab Tajul ‘Arus Al-Hawy li Tahdzibin Nufus karya Al-Arif billah Syekh Ibnu Athaillah As-Sakandari, diceritakan oleh Syekh Makinuddin Al-Asmar yang berkisah tentang ihwal seorang waliyyullah yang awalnya berprofesi sebagai tukang jahit pakaian.

Dikisahkan di suatu sudut daerah ada seorang laki-laki yang bekerja sebagai tukang jahit. Hari-harinya ia lalui dengan fokus pada pekerjaannya. Dengan ikhlas melayani para pelanggannya, menentukan ukuran dan model jahitan, memotong kain serta menjahitnya menjadi pakaian, sesuai yang diinginkan oleh pelanggan. 

Interaksi hubunganya hanya terbatas pada orang-orang yang memang mengunjungi tempat usaha jahitnya. Jika dilihat secara lahir, ia tak lebih dari sekadar tukang jahit yang disibukkan oleh pekerjaannya. Sang Penjahit begitu totalitas dalam pekerjaannya. Sampai-sampai tidak ada waktu untuk sekedar bersenda gurau bersama orang-orang sekitarnya.

Tak dinyana ternyata ia seorang Waliyullah. Ia diangkat oleh Allah sebagai seorang wali abdal, kekasih Allah dari golongan hamba-Nya yang hanya berjumlah tujuh orang pada setiap masanya. Ketika salah satu dari wali abdal ini tutup usia, maka Allah akan memilih hamba terkasih yang lain sebagai penggantinya.

Wali abdal juga sering disebut sebagai wali paku bumi. Disebut demikian karena tugas mereka adalah memohonkan rahmat kepada Allah ta’ala agar alam semesta tetap lestari keberadaannya. 

Timbul pertanyaan, bagaimana bisa, tukang jahit yang kelihatannya “biasa saja” mendapatkan kehormatan oleh Allah dengan diangkatnya menjadi wali abdal? Bisa menjadi salah satu dari hamba terkasih Allah yang hanya berjumlah tujuh di seantero semesta?

Sang Wali pun bertutur “Memang, awalnya aku adalah seorang tukang jahit biasa. Dari menjahit itu pula, aku jadikan penghasilan itu sebagai penopang hidupku di dunia. Namun, ada satu amalanku yang tak biasa dilakukan oleh kebanyakan manusia. Ya, aku selalu menghitung dan mengingat perkataan apa saja yang telah kuucapkan di siang harinya. Maka, jika waktu petang tiba, aku akan kembali mengingat-ingatnya.”

“Jika kudapati perkataanku bernilai kebaikan-semisal, mampu menepati janji pesanan jahitan sesuai waktu yang dulu pernah diucap tetapkan-maka aku akan mengucap hamdalah dan mensyukuri karunia-Nya. Namun jika aku mendapati perkataanku tidak demikian, maka aku akan segera beristighfar dan meminta ampunan. Hingga pada suatu ketika, Allah ridha terhadap apa yang kulakukan, dan kemudian aku diangkat menjadi kekasih-Nya, wali abdal yang hanya berjumlah tujuh orang dalam setiap masa.” Lanjutnya.

Hikmah kisah ini jangan pernah meremehkan amal baik, walau pun kelihatan kecil atau sepele. Karena sesungguhnya, rahmat Allah luas tiada kira. Karena siapa sangka, bisa jadi amalan sederhana yang istiqomah bisa menjadi penyebab cinta kasih Allah terlimpah pada kita. Wallahu’alam (nuol).


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed