MEDIASI – Ulama mempunyai peranan penting dan utama di tengah-tengah masyarakat. Karena, kualitas masyarakat tergantung dari kualitas ulama sebagai pemimpin terdepan dalam membimbing spiritualitas-keagamaan masyarakatnya.
Setiap sendi kehidupan masyarakat Indonesia, yang dikenal sebagai masyarakat Timur yang memegang nilai-nilai budaya, tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai agama. Karenanya, peran ulama sangat menentukan arah bangsa, terlebih di tengah derasnya arus digitalisasi dan individualitas hedonisme masyarakatnya saat ini.
Mengingat pentingnya peran para ulama sebagai panutan bagi ummat, dalam konteks syiar agama dan sosial saat ini, idealnya ulama memang harus mampu tidak hanya dalam kualitas personal saja, tapi juga kualiatas hubungan sosialnya, terutama dengan sesama ulama itu sendiri.
Belajar dari ulama terdahulu, walau terkadang ada saling perbedaan pendapat dalam menemukan formula untuk menyelesaikan permasalahan umat, namun mereka secara personal saling menghormati dan menguatkan dalam syiar keagamaan. Perbedaan justru dijadikan sebagai rahmat untuk umat.
Pada konteks sekala lokal dan komunal kedaerahan, kita bisa belajar pada KH Abu Hasan (Mbah Mukhasan) dari Gunungtiga dan KH Busyro Zaini dari Badak Belik. Keduanya, dikenal sebagai ulama yang dalam perjuangannya membimbing umat saling menguatkan. Dari jejak dokumentasi yang ditemukan penulis, terlihat dalam momen-moment kegiatan keumatan, dimana ada Kiai Busyro disitu juga pasti ada Kiai Mukhasan.
Kiai Busyro merupakan pendatang dari luar pemalang yang kedua orangtua berasal dari Pasuruan dan Kalimantan, sementara Kiai Mukhasan sendiri asli putra kelahiran Pemalang. Termasuk dari silsilah sanad keilmuan yang mereka berdua dapatkan pun dari guru yang berbeda. Namun demikian, bukan hanya dalam syiar keagamaan, dalam gerak sosial dan politik pun mereka saling bergandengan demi kemaslahatan perjuangan umat.
Al Maghfurlah Kiai Busyro dikenal sebagai Kiai yang dermawan, sementara Al Marhum Kiai Mukhasan dikenal sebagai Kiai yang tawadhu’an…. Al Fatihah. (Bersambung)
Oleh : A Azis Nurizun (Founder Yayasan Semesta Ilmu Nurul Iman)