MEDIASI – Sejarah adalah ingatan satu bangsa dan karena itu juga ingatan perorangan. Dengan sejarah mereka mengetahui masa lalu, menafsirkan masa kini, dan merancang masa depan mereka. Sejarah bukan pengetahuan masa lalu, melainkan ilmu masa kini dan masa depan.
Bangsa yang memperhatikan sejarah akan senantiasa tegak dimuka bumi, mereka sadar masa lalu, menafsirkan masa kini dan menenun masa depan mereka. Sejarah dapat memperluas wawasan seorang muslim dan mendorongnya mengetahui kondisi banyak bangsa, sejarah tokoh-tokohnya, dan pergolakan-pergolakan yang terjadi didalamnya.
Sejarah sangat membantu memahami kenyataan, terlebih jika ada kesamaan antar keadaan dan faktor pemicunya. Inilah rahasia dibalik perkataan orang-orang, arab Kuno, “tak ada bedanya malam ini dan malam kemarin,” dan perkataan orang-orang Barat, “sejarah akan selalu mengulang dirinya sendiri.”
Sejarah Islam adalah sejarah umat cemerlang, umat pamungkas, umat saleh dan umat religius, umat yang senantiasa menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran, yang menganjurkan kebaikan dan memerangi keburukan. Sejarah Islam adalah sejarah peradaban yang menghimpun semua bidang kehidupan ke dalam satu sistem menakjubkan: etika, Politik, sosial, ekonomi, arsitektur, peradilan, kenikmatan, kekuatan, kemampuan, kecerdasan, dan pengaturan. Maka dari itu kami hendak mengangkat tentang salah satu tokoh kami yang bernama KH.Abdurrahman Pepedan , Sang Umara dari Pepedan.
Biografi
KH Abdurrahman lahir tepat pada tahun 1870, terkait asal-usul kedua orang tuanya tidak di ketahui , hanya saja beberapa orang sepuh desa kami , mengatakan kalau KH Abdurrahman ini masih keturunan dari Tasem, salah satu pembabad desa kami pada dasawarsa 1800-an, masa kecil Abdurrahman masih bernama Dasem, beliau menghabiskan masa kecil beliau dengan mengikuti, mengamati jalannya program desa, beliau sedari kecil memang anak yang penurut, anak yang mudah menangkap pembelajaran.
Saat anak-anak seusianya masih bingung makan, beliau dengan segala kelebihannya membagi-bagikan makanan yang ada di rumah untuk masyarakat desa Pepedan. Beliau juga bersekolah di Hoogere Burgerscholl (HBS) Moga pada tahun 1876 – 1881. Kemudian, beliau melanjutkan ke Algemenne Middlebare School (AMS) selama 5 tahun pada tahun 1886.
Masa Remaja
Seperti tradisi sekolah pada zamannya mereka yang berpredikat besar akan terpilih menjadi staf khusus Hindia Belanda untuk di tugaskan menjadi tangan panjangnya, masa remaja beliau di tugaskan di Posten Telegrafdients (Kantor Pos) kota Pekalongan, pada masa Gubernur Jendral Wilhem Van Lansberge. Beliau ditugaskan untuk secretaris, pada tahun ini beliau sering bertemu dengan Kiai Amir Simbangkulon , kemudian beliau juga menjadi saksi bagaimana Belanda melululantahkan kota Pekalongan dengan Undang-Undang Gula (suikerwet ), Undang-Undang Agraria (Agrarisch wet),
Dimana salah satu isinya adalah : “Pihak asing memang tak bisa memiliki tanah, tapi mereka diberi kesempatan untuk menyewa tanah milik warga bumiputera. Tanah-tanah inilah yang kemudian dipakai sebagai perkebunan-perkebunan besar yang kelak memperkaya juragan-juragan perkebunan alias para planter. Warga yang menyewakan tanahnya kemudian bekerja sebagai karyawan perkebunan”.
Dengan perasaan yang sangat kesal akhirnya KH Abdurrahman / Dasem meninggalkan seluruh jabatan dari Belanda dan belajar kembali mengenal agama, dengan Kiai Amir Simbangkulom mengaji Fiqih dasar, KH Adam Sipait Pekalongan kitab ahlaq dan tasawuf. Atas saran dari para gurunya Dasem ikut menjadi santri habib Ahmad Abdullah al Attas di sinilah beliau melahap semua fan ilmu agama mulai membaca ratib, melanggengkan, surah aR Rahman surah Yasin, ad Dukhan , al Waqiah, al Mulk, al Kahfi, beliau juga mengaji al Nasha’ih al diniyyah karya imam al Haddad, risalah al muawanah karya Habib Idrus bin Umar, khulashoh nurul yaqin karya Syaikh Umar Abdul Jabbar , beliau menimba ilmu sampai tahun 1890 , kemudian beliau melanjutkan pengembaraan beliau ke tanah suci Makkah al Mukarromah, menumpang kapal ss voorwaarts. Kapal uap Belanda yang digunakan untuk mengangkut haji pada dasawarsa 1890.
Ketika di Mekah al mukarromah belia belajar dengan Syekh Abu Bakar asy-Syatha yakni Ianathut Thalibin, beliau juga belajar langsung dengan Syekh Mahfudz Termas manhaj dzawi al nadzhar, Syekh Khatib Minangkabau, Beliau berkesempatan berpapasan dengan KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbullah dan ulama masyhur NU lainnya. Beliau bertempat tinggal di zaqqaq jawi’, beliau melakukan ibadah haji dan belajar di Mekah sampai tahun 1900 , kemudian beliau pulang ke desa Pepedan untuk membangun desa.
KH Abdurrrahman dan Upaya Membangun Desa
Saat itu beliau sudah mengganti nama beliau dengan nama Islami dari Dasem menjadi Abdurrahman. Beliau kemudian melakukan beberapa hal setidaknya untuk mengurangi kegiatan perdukunan, dan ilmu hitam lainnya di desa Pepedan.
Beliau pertama melakukan adzan selama 5 kali , beberapa sudut titik Pepedan beliau adzani dan lengkungkan bacaan al Qur’an, tidak lupa juga ijazah dari habib Ahmad Abdullah Al Attas yakni membaca surah ar – rahman , al –waqiah , al mulk, yasin , ad- dukhan , al kahfi.
Beliau melakukan ini selama 15 tahun, 5 tahun untuk tanahnya, 5 tahun untuk masyarakatnya, dan 5 tahun untuk keluarga besarnya. Beliau melakukan riyadhah ini saat mempersunting nyai Shofiyah Pepedan, pada tahun 1905- 1920 , beliau bahkan melakukan puasa patih geni selama 4 tahun sebab hajat beliau ingin menjadikan desa Pepedan ini berdikari, kemudian beliau di berikan keluarga yang mampu menopang anak turun beliau , beliau melakukan ini sampai pada tahun 1924.
Pada tahun 1924 Pepedan saat itu sedang di landa banjir bandang dan wabah malaria yang menyangkut pulau jawa, dengan ketenangan beliau dan kefasihan beliau memahami al Qur’ an beliau mengajarkan pelan-pelan pengucapan bismillah, mulai saat itu masyarakat Pepedan yang tadinya begitu percaya dukun perlahan-lahan mengikuti perintah KH Abdurrahman , beliau kemudian terplih menjadi Wikara (Tumenggung desa ), pada tahun 1927.
Kebijakan yang beliau keluarkan pertama sebagai Wikara adalah membangun langgar, kemudian beliau rutin hanya mengajarkan mengucap bismilllah dan wirid- wirid, kemudian beliau juga berhasil meminta menjadi desa sendiri tanpa harus ikut lagi kelurahan (mandala) Gendowang, bupati Pemalang saat itu adalah R.M.A. Pandji Ariodinoto, bupati Pemalang yang memimpin dasawarsa 1927 an,
Selepas meminta Pepedan menjadi desa berdikari beliau membudidayakan masyarakat Pepedan untuk bahu-membahu membangun desa. KH Abdurrahman adalah tuan takur tanah pada zamannya, selain dari pada itu beliau tidak segan-segan menghabisi Belanda yang datang lalu merampas tanah Pepedan, semua tanah beliau kelola dengan masyarakat Pepedan hingga sekarang masyarakat Pepedan mampu beranak-pinak hingga banyak.
Beliau juga membamgun sistem irigasi sebab beliau sadar tak ada seistimewa Pepedan, desanya dikelilingi air sungai yang melimpah, beliau juga tidak sepenuhnya menghilangkan budaya Hindu-Budha di Pepedan, beberapa tradisi seperti ruwat desa, syukuran padi beliau laksankan dengan riang-gembira bersama masyarakat Pepedan. Beliau memimpin Pepedan sampai tahun 1935 , kemudian beliau juga di bantu dengan menantu pertamanya menghidupi obor Islami di Pepedan walaupun dunia ilmu hitam dan perdukunan Pepedan masih terus bertahan hingga saat itu.
Hari wafat KH Abdurrahman
Beliau wafat pada hari kamis 3 Februari 1940 , beliau wafat setelah melakukan sholat Dhuha di masjid yang baru saja di pugar jadi masjid. Pepedan kala itu di penuhi dengan pohon layu seolah tak ikhlas kehilangan orang besar yang manyalakan cahaya ilahi di desa Pepedan , beliau wafat dengan keadaan suci , tidak lupa dengan rutinitas beliau, beliau meninggalkan kami dalam kondisi yang cukup baik, sehingga generasi penerusnya kemudian mudah untuk melanjutkan perjuangan beliau mensyiarkan agama Islam di tanah penuh debu bernama Pepedan.
Oleh : Imam Dihlizi (Penggerak Gusdurian Pemalang dari Moga)