Kiai Ahmad Sarinto, Perawat Nurul Hikmah di Pemalang

Ensiklopedi2028 Dilihat

MEDIASI – Perguruan Nurul Hikmah atau disebut Nurul Hikmah sebelumnya bernama “Al-Hikmah”, yakni seni beladiri Islam yang didirikan oleh Abah KH. M. Thoha (seorang Polisi zaman Belanda) yang juga merupakan sesepuh Perguruan Sin Lam Ba. Kemudian dari Abah Toha dipelajari oleh KH. M. Syaki Abdul Syukur (Abah Syaki) sebagai seorang santri dan jawara Banten.

Ilmu Beladiri Al Hikmah yang lebih dikenal dengan “Seni Jaga Diri Al Hikmah” ini berkembang pesat dan diperkenalkan oleh Abah KH. M.Syaki Abdul Syukur bin Sartawi setelah sebelumnya melengkapi keilmuannya dengan belajar Tauhid kepada Abah KH. M.Amilin bin H. Sarbini (Mama Amilin Abdul Jabbar), Guru Spiritual Bung Karno, Proklamator Kemerdekaan RI, pencetus nama “burung Garuda” pada Lambang Negara Republik Indonesia tersebut.

Seiring bergulirnya waktu dan mulai meluasnya perguruan ini ke berbagai penjuru nusantara, kemudian nama Al Hikmah berganti dengan berbagai nama seperti; Al Hikmah, At Tasyakur, Hikmah Allah, Nurul Hikmah, dan Hikmah Nurullah.

Mursyid (Perawat) Nurul Hikmah di Pemalang

Perguruan Nurul Hikmah sendiri didirikan awalnya sebagai alat perjuangan spiritual dan fisikal melawan penjajah. Karena, selain bela diri fisik, dalam Nurul Hikmah juga dikembangkan ajaran-ajaren esoteris (tauhid dan tassawuf Islam) didalamnya.

Dari penelusuran jejak digital tentang perguruan Nurul Hikmah ini, paling tidak ada 3 kegiatan dan program utama Perguruan ini; Pertama, Memberikan pendidikan dan pengajaran dalam bentuk da’wah dan pengajian, membaca dan menulis huruf arab, pelajaran tauhid, fiqih, tasawuf, tafsir, tarikh Islam, pengobatan tradisional dan ilmu beladiri. Kedua, Melatih keahlian dan keterampilan dalam bentuk keahlian diberbagai bidang guna menunjang kebangkitan dan kreatifitas para ikhwan, termasuk seni gambus, kasidah dan lain-lain. Ketiga, Melaksanakan kegiatan sosial dan kemasyarakatan dalam bentuk khitanan masal setiap tahun, menyantuni anak-anak yatim dan para orang tua jompo, berpartisipasi dalam kegiatan di lingkungan masyarakat dan membantu keamanan dan ketertiban lingkungan dalam rangka tercapainya ketahanan san stabilitas nasional yang mantap.

Ada pun kehadiran Nurul Hikmah di Pemalang awalnya dibawa dan dikembangkan oleh Kiai Ahmad Sarinto. Beliau merupakan putra dari Kiai Syafi’i dari Desa Pedurungan Kecamatan Taman, Pemalang. Beliau mendapat mandat sebagai Mursyid atau Perawat Nurul Hikmah di Pemalang dan sekitarnya.

Dari penuturan anaknya yang bernama Subhan, Kiai Sarinto mendapatkan baiat sanad Nurul Hikmah dari Abah Syaki di Banten. Sebelumnya, beliau menuntut ilmu agama di Pesantren Cipiring Kendal dan Sukabumi. Kemudian, beliau berguru ke berbagai tempat dan mursyid (guru spiritual) hingga mendapatkan mandat untuk mengembangkan ajaran Nurul Hikmah di kitaran Pemalang.

Kiai Sarinto sendiri, dikenal berbagai kalangan di wilayah Pemalang sebagai seorang Kiai yang ahli hikmah. Murid atau santrinya yang berguru padanya pun tersebar tidak hanya di Pemalang, tapi juga di Tegal hingga Pekalongan. Selain sebagai guru spiritual bathiniyyah yang sering diminta ‘suwuk’nya, beliau pun dikenal sebagai mentor atau penasehat berbagai politisi dan pejabat yang ada di kitaran Pemalang.

Kiai Sarinto dalam pandangan keluarganya, dikenal sebagai seorang zahid atau ahli zuhud dan wirai. Walau dikenal oleh berbagai kalangan golongan pejabat elit, namun laku hidupnya sangat sederhana dan dikenal ketat dalam menjalankan syariat agamanya. Bahkan, saking rendah hatinya, beliau pun dalam berbagai momen tidak mau didokumentasikan fotonya. Sehingga, sampai saat ini penulis pun belum mendapatkan ‘riwayat dokumentasi foto’ Kiai ahli hikmah di Pantura ini.

Walau pun dilahirkan di desa Pedurungan, masa hidup beliau dan keluarga lebih banyak dihabiskan hingga akhir hayatnya di Paduraksa Kecamatan Pemalang, Pemalang. Kegiatan rutin beliau bersama santri-santrinya adalah kegiatan ngaji dan pembacaan aurad (dzikir) yang disebut sebagai kegiatan ‘Kerasulan’. Kegiatan ini dihadiri murid-muridnya dari berbagai daerah di wilayah Jawa Tengah hingga Jawa Barat.

Kiai Sarinto bin Syafi’i wafat pada medio 2013 dan dimakamkan di Pemakaman umum Adilayu Paduraksa Pemalang. Walau pun, sudah hampir 10 tahun sejak wafatnya, ketika penulis berziarah ke makam beliau terlihat tanah kuburannya masih segar, seperti kelihatan baru, seolah-olah beliau dikuburkan belum lama. Seperti sejarah hidup dan perguruan Nurul Hikmah yang diembannya, sejarah kiprah perjuangan beliau memang masih banyak misteri dan perlu digali secara luas melalui jejak-jejak ‘Perawat’ Nurul Hikmah dan murid-muridnya. Lahu… Al Fatihah

Oleh : A Azis Nurizun (Founder Yayasan Semesta Ilmu Nurul Iman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *