Kiai Ahmad Dzarin, Ulama Zuhud dan Penyabar dari Bulakan

Ensiklopedi1013 Dilihat

MEDIASI – Desa Bulakan Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang di kenal sebagai basis ‘hijau’ yang dikenal agamis. Wilayah ini pada zaman Orde Baru hingga reformasi merupakan basis partai berazas Islam yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sehingga tidak heran jika masyarakatnya kental dengan budaya santri. Di desa ini juga banyak terdapat lembaga pendidikan yang berafiliasi ke Kementerian Agama mulai dari RA (Raudlatul Athfal), MI (Madrasah Ibtidaiyyah), dan MTs (Madrasah Tsanawiyyah) hingga Pondok Pesantren.

Nama Bulakan sendiri menurut cerita diambil dari bahasa jawa yaitu “bulak-bulak” atau kondisi air yang menyembur-nyembur. Karena memang di desa ini dikelilingi oleh sumber-sumber mata air dan wilayahnya juga terbelah-belah sungai-sungai yang mengalir di dalamnya sebagai sumber kehidupan masyarakat Bulakan dan desa sekitarnya.

Walau pun Bulakan dikenal sebagai masyarakat yang agamis, namun ada beberapa wilayah di desa tersebut yang dulunya masuk zona ‘abangan’, salah satunya adalah dusun atau Dukuh Karang. Di dusun inilah terdapat tokoh agama yang berhasil mensyiarkan agama Islam di wilayah tersebut yang bernama Mbah Kiai Ahmad Dzarin.

Kiai Ahmad Dzarin lahir di desa Bulakan dari pasangan mbah Suyad dan nyai. Dari trah bapaknya, menurut penuturan ustadz Nuridin (salah satunya putranya), nasabnya tersambung hingga mbah Hadiana Atasangin yang makamnya terletak di Majalangu, Watukumpul. Sementara dari ibunya, silsilah Kiai Ahmad Dzarin tersambung hingga mbah Nur Kalam yang makamnya terletak di belakang Masjid Agung kota Pemalang.

Dijelaskan, Kiai Ahmad Dzarin pernah nyantri di beberapa pesantren, diantara yakni di Cirebon di Pesantren Kempek dibawah asuhan Kiai Harun dan Pesantren Buntet, serta Pesantren Kiai Rifai Banyumas. Di Kempek ini, beliau nyantren seangkatan dengan Mbah KH Syahmarie Syarif (Mursyid Syatorriyah dan Pendiri Pesantren Karangtengah Warungpring), Kiai Sya’ban dan Kiai Thosim Pemalang.

Salah satu sifatnya yang paling dikenang yakni beliau dikenal orang yang sabar dalam mensyiarkan Islam di tengah masyarakat khususnya dusun Dukuh Karang Bulakan yang dulunya dikenal jauh dari nilai-nilai ajaran agama Islam. Karena, zaman itu masyarakatnya belum banyak mengenal syariat Islam, masih banyak yang makan makanan yang diharamkan seperti anjing dan babi, serta banyak yang meninggalkan ajaran ubudiyyah (sholat dan lainnya).

Sehingga ada cerita, ketika hijrah ke Dukuh Karang pada tahun 70-an dan mendirikan rumah disana, beliau pernah dikirim makanan oleh warga setempat berupa olahan daging celeng (babi). Selain itu, ketika beliau hendak melaksanakan dan mengajarkan tentang  amaliah sholat, warga pun banyak yang mengejeknya. Namun, beliau menghadapi dan menyikapi masyarakatnya dengan penuh santun dan sabar.

Kia Ahmad Dzarin juga dikenal sebagai seorang yang zuhud. Hidup dengan penuh kesederhanaan. Padahal, orang tua dan keluarganya kala itu dikenal sebagai salah satu orang yang terpandang dan kaya di desa Bulakan. Namun demikian, beliau memilih menjadi pembimbing umat yang rela mengorbankan banyak harta benda yang dimilikinya untuk Li ilai’ kalimatillah.

Sebagai seorang ulama, beliau meninggalkan jasa mendirikan Masjid Baeturrahman ‘fil Barkah’ di tanah yang dibelinya di Dusun Karang dan juga pernah mendirikan pesantren untuk menampung orang-orang yang menuntut ilmu dari luar daerah Bulakan. Santrinya, kebanyakan dari wilayah Sokaraja Banyumas hingga Pratin Karangreja.

Beliau dikenal sebagai ahli hikmah dan mempunyai himmah (semangat tinggi) dalam beribadah dan membimbing serta mengajarkan ajaran Islam. Sehingga, setiap waktu beliau gunakan untuk melaksanakan ibadah dan amalan-amalan sunah. Dalam ta’lim pun, ia tidak mengenal waktu, kapan pun dan berapa pun anak atau orang datang untuk mengaji akan diajarkannya. Selain itu, ia pun tidak meminta imbalan upah apa pada orang-orang yang belajar kepadanya.

Kiai Ahmad Dzarin dipanggil keharibaan Allah SWT (wafat) pada 27 Ramadhan 1421 H dan dimakamkan di komplek masjid yang didirikannya yakni Masjid Baeturrahman Dukuh Karang Desa Bulakan Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang. Lahu al – Fatihah !

Oleh : A Azis Nurizun (Founder Yayasan Semesta Ilmu Nurul Iman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *