Permisi ke Komunitas Jaringan Gusdurian

Publika1536 Dilihat

MEDIASI – Pukul dua siang tadi, tidak seperti biasanya, saya menjelma jadi ustad. Hanya bayanganku saja. Tidak asli. Sebab, yang terjadi kemarin-kemarin, alogaritma nalar hitungan Matematika-ku berkata, “jualan rugi” dikurangi “sambat” sama dengan “plong atau lega”. Maklum, namanya juga orang jualan.

Ajaib. Tadi siang tidak. Yang terlintas dalam benak mungkin bisikan malaikat. “Ambil hikmahnya bro, sabar”. Nalarku agak terusik dan ajak ndebat kepadanya. “Mbok ya dibantu marketing kek, tahu gak sih bedanya solusi psikologis sama bantu yang konkret?”. Hmmmm heran.

Namanya juga sepi, ya sudah scrol-scrol medsos. Lalu youtube. Saya pribadi biasanya sering menyaksikan tokoh-tokoh inspiratif, di podcase-podcase populer. Pak Gita wirjawan dan mas Puthut Ea salah duanya. Atau kajian Ihya mas kiai Ulil Abshar di platfrom FB-nya. Cuma satu yang menjengkelkan, yakni saya orangnya baperan. Tiap kali dengar berita yang menjengkelkan. Psikisku ikut mangkel. Kata orang bijak si, normal, hati nuranimu masih bekerja. Ya Alhamdulillah. Tapi, saya over mangkel. Ngefek ke mood jualanku juga. Masa si, pedagang pasang wajah muram.

Kalau tulisan ini dinilai lebay, iya juga mungkin, tapi nanti, sadarnya pas flash back ketika usia ini sudah matang, atau terlewat matang.

Saya lanjut. Lalu saya belokkan ke konten hiburan. Alhamdulillah, balance lagi psikisku. Kira-kira presentase waktunya begini, 30% tayangan serius, 70% nya konten hiburan.

Rutinitas begini, tak rasakan kok flat ya. Lalu saya hubungi mas Leak, dengan reflek. Karena beliau sudah lihat story jualan cirengku. Ya gak beli sih. Saya agak kurang tahu posisinya dia apa di Komunitas Jaringan Gusdurian, kalau gak salah SekNas. Apa itu, saya belum tahu persisnya.

Saya chat beliau.
“Mas, pemalang gak ada jaringan gusdurian ya?” tanyaku
“He eh, ono” Jawab mas Leak.
Lalu ia kirimkan nomor WA salah satu penggeraknya.

Begitulah. Mungkin yang kata ustad, ambil hikmahnya. Ialah ini.

Ibarat orang yang berada di dermaga. Saya duduk dengan muka polos. Menatap lautan luas. Lautan itulah komunitas ini, Komunitas Gusdurian. Lautan yang mungkin pada detik ini, pukul dua dini hari. Saya menyempatkan menulis.

Ya ini juga didorong oleh salah seorang komunitas.

Lautan itu yang sekilas agak tidak asing bagi saya. Maklum, era podcase. Meski hanya data yang paling cuma sekilas saja perihal sembilan pilar nilai Gus Dur, sosok mba Yenni Wahid yang pemberani, sosok mba Inay wahid yang humoris, tapi tajam. Ya tentunya Kiai Abdurahman Wahid. Dan lalu setitik data di memori benakku akan beberapa hal soal Gusdurian dari kejauhan, lewat medsos.

Saya penasaran dengan lautan ini. Dentuman ombaknya, kesejukan dinginnya. Yang sama sekali, ibaratnya jariku saja belum pernah bersinggungan langsung. Palingan wah sepertinya kok… Wah kayaknya…gini gini gini deh.

Mungkin bagi pembaca, terkesan lebay. Tapi inilah catatan awalku soal komunitas ini. Hikmahnya sekali lagi, Ya minimal lupa kalau aku sedang rugi.

Entah apa dan bagaimana aslinya komunitas ini?
Ya belum tahu.

Sudah, biarkan pertanyaan ini, aku cari jawaban lewat teman-teman baruku ini.

Kata orang bijak, penganut berfikir positif , you don’t think what are you, you are what you think. Ini teori. Dan saya sendiri sedang berjuang membentuk konsep akan diri yang berfikir berkemajuan.

Akhiran. Setelah pergulatan yang amat panjang. Berkesimpulan. Rugi ya biasa. Namanya juga jualan…

Oleh : Abu Hurairoh (Anggota Baru Jaringan GUSDURian Pemalang, dari Petarukan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *