Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffazh Nahdlatul Ulama Sebut Saweran di Tengah Pembacaan Ayat Suci Al Qur’an Menyalahi Adab

News1213 Dilihat

MEDIASI – Ketua Umum Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffazh Nahdlatul Ulama (PP JQHNU) KH Saifullah Ma’shum mengatakan bahwa pembaca dan pendengar Al-Qur’an harus menerapkan adab.

“Nyawer ke qariah yang tengah membaca Al-Qur’an itu sangat tidak elok, menyalahi adab,” kata Kyai Saifullah seperti dilansir dari NU Online pada Kamis (5/1/2023).

Pernyataan Kyai Saifullah tersebut menanggapi video viral saat ini terkait seorang qariah tengah melantunkan ayat suci Al-Qur’an disawer. Tidak hanya ditaburi uang, seseorang juga menyelipkan uang tersebut ke kerudung sang qariah.

Lebih lanjut Kiai Saifullah menegaskan agar panitia acara dapat mengingatkan pendengar agar tidak melakukan hal serupa.

“Mohon dicegah! Jaga marwah Al-Qur’an dan Qarinya,” katanya.

Kyai Saifullah kembali menegaskan bahwa syiar Islam dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an ataupun shalawat sangatlah baik. Namun, kegiatan yang positif ini, menurutnya, jangan sampai dicampuri dengan budaya negatif dari luar.

“Jangan sampai tradisi baik ini terkontaminasi budaya yang tidak baik,” tandasnya.

Kiai Saifullah mengungkapkan bahwa dalam lantunan ayat suci Al-Qur’an dan shalawat itu bukan nilai entertain atau hiburannya yang ditonjolkan, melainkan perenungan atas kandungan ayat tersebutlah yang harus diperkuat. Sekalipun tidak memahami ayatnya, paling tidak lantunan ayat-ayat suci tersebut dapat memperkuat dzikir dan taqarrub kepada Allah.

“Didengarkan dengan khidmat. Direnungkan kandungan isinya. Paham ataupun tidak paham, setidaknya meningkatkan tadzkirah (ingat) kita kepada Allah,” tegasnya.

“Jadi, yang respons itu batin. Spiritual kita,” lanjut alumnus Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta itu.

Jika memang takjub atau kagum terhadap lantunan yang sedemikian indah atas ayat-ayat Al-Qur’an, menurutnya boleh diaktualisasikan dengan cara yang beradab dan menghormati pembaca dan Al-Qur’an itu sendiri.

“Bisa dengan membaca tasbih, takbir,” katanya.

Namun, hal itu juga tidak boleh dilakukan dengan mengganggu ketenangan pembaca dan kekhidmatan menyimaknya. “Jangan sampai mengurangi keelokan dan kesyahduan bacaan Al-Qur’an,” tegasnya.

Oleh karena itu, bacaan-bacaan kalimat yang baik itu juga, seyogyanya disampaikan dengan suara yang lirih. “Bisa dengan nada lirih. Kalau suaranya keras, itu lantunan ayat suci Al-Qur’an atau sekadar tontonan jadinya?” tanyanya mengajak introspeksi.

Saweran sebagai apresiasi dan teriakan kalimat-kalimat sebagai bentuk ketakjuban itu memang ramai di kawasan Timur Tengah dan Asia Selatan. Namun demikian, Kiai Saifullah menegaskan agar tidak perlu ditiru.

“Hal yang tidak positif, tidak sesuai dengan budaya ketimuran kita, jangan diikuti. Kita bisa mengapresiasi dan menunjukkan ketakjuban kita dengan cara menghormati Al-Qur’an dan pembacanya,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *