Kemenag Minta Penyuluh Agama Melek Digital, Wibowo Prasetyo : Pendekatan Kepenyuluhan Harus Berubah

News1418 Dilihat

MEDIASI – Penyuluh agama sebagai kepanjangan tangan dan penyambung lidah institusi Kementerian Agama RI mempunyai peran penting dalam upaya penguatan moderasi beragama. Karena penyuluh agama adalah garda terdepan yang bersentuhan langsung dalam tugas layanan kemasyarakatan.

Kebijakan penguatan moderasi beragama, seperti yang dikatakan Staf Khusus Menteri Agama (Menag) Bidang Media dan Komunikasi Wibowo Prasetyo, diarahkan pada upaya membentuk SDM Indonesia yang berpegang teguh dengan nilai dan esensi ajaran agama, berorientasi menciptakan kemaslahatan umum, dan menjunjung tinggi komitmen kebangsaan.

Wibowo menyebutkan bahwa penyuluh agama mempunyai peran strategis dalam diseminasi ide penguatan moderasi beragama yang selalu digaungkan pemerintah  ini. Sehingga menurutnya, di era digital pendekatan yang dilakukan  tidak cukup dengan cara konvensional. Ia menegaskan perlu ada perubahan pendekatan dengan memaksimalkan sarana dan prasarana digital.

“Pendekatan kepenyuluhan harus berubah, tidak semata melalui media konvensional tatap muka, tapi juga mengoptimalkan media digital,” jelas Wibowo seperti yang dikutip MEDIASI dari laman resmi kemenag.go.id, Sabtu (27/8/2022).

Lebih lanjut Wibowo mengungkapan bahwa moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama, dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.

Penguatan moderasi beragama, lanjut Wibowo, sekarang menjadi salah satu program prioritas nasional dan amanat Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024. Secara operasional, Kemenag sudah menerbitkan Peraturan Menteri Agama No. 18 Tahun 2020 tentang Renstra Kementerian Agama 2020-2024.

“Penguatan moderasi beragama harus dilakukan secara sinergis. Penyuluh dapat menjalin kerjasama dengan civitas akademika kampus PTKN melalui Rumah Moderasi. Sinergi efektif para pihak diharapkan dapat menjadi lokomotif gerakan moderasi beragama yang menyampaikan pesan agama yang damai dan toleran, sangat relevan untuk menjadi wadah kontra narasi pemahaman keagamaan yang rigid,” ungkapnya.

Karena itu, ia kembali menegaskan pentingnya penyuluh melek digital dengan mengoptimalkan sarana media daring atau online-digital. Dengan memanfaatkan ruang digital teknologi informasi, maka penyebarluasan moderasi beragama dapat menjangkau masyarakat lebih luas dan lebih khusus pada generasi milenial.

“Perebutan ruang digital menjadi kunci untuk mendominasi narasi-narasi keagamaan dalam ruang media sosial,” tegasnya.

Wibowo berharap,  penyuluh bersama seluruh elemen Kemenag harus mampu mengisi ruang digital dengan konten-konten moderasi beragama sebagai penyeimbang sekaligus pengarusutamaan informasi di ruang media sosial, seperti media youtube, fanspage Facebook, twitter, Instagram, tiktok, pembuatan meme, dan sejenisnya.

Wibowo mengingatkan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mewariskan disrupsi informasi. Dunia digital menyajikan narasi keagamaan yang bebas akses dan kerapkali dimanfaatkan kelompok tertentu untuk menyuburkan konflik dan menghidupkan politik identitas. 

Mengutip Heidi Campbell, Wibowo mengatakan bahwa era digital juga berdampak pada pudarnya afiliasi terhadap lembaga keagamaan, bergesernya otoritas keagamaan, menguatnya individualisme, dan perubahan dari pluralisme menjadi tribalisme. Dalam kondisi yang seperti itu, kajian keagamaan menjadi arena basah yang mudah dipermainkan dan dinarasikan sesuai keinginan subjektif semata. 

“Media digital menjadi komoditas baru dalam menyebarkan ideologi keagamaan. Teknologi dapat membuka, membentangkan, sekaligus memengaruhi pola dan cara pandang seseorang, walaupun disatu sisi juga sebaliknya, dapat menimbulkan ketakutan, ketidakpuasan, dan pemenjaraan,” tuturnya. 

“Ini menjadi tantangan bersama dan semua kita perlu memberikan kontra narasi untuk melahirkan framing beragama yang substantif dan esensial yaitu moderat dan toleran,” demikian Wibowo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *