Komisi VI DPR Minta Kopdes Merah Putih Dikawal Ketat Guna Cegah Kredit Macet

News274 Dilihat

MEDIASI – Anggota Komisi VI DPR RI meminta Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengawal ketat pembentukan 80.000 koperasi desa (kopdes) merah putih agar terhindar dari permasalahan seperti kredit macet, membebani keuangan desa, dan memunculkan “koperasi kertas”.

Anggota DPR RI Komisi VI Nurdin Halid, dalam rapat kerja dengan Menteri Koperasi di Jakarta, Senin, menyoroti skema pembiayaan melalui pinjaman dari bank-bank Himbara yang kemudian akan dicicil menggunakan alokasi dana desa. Pola ini dinilai sangat berpotensi membebani fiskal desa dalam jangka panjang.

Bahkan, dia menyebut skema pinjaman itu juga berpotensi menimbulkan tekanan pada likuiditas serta manajemen risiko bank BUMN, yang berujung pada peningkatan angka kredit macet.

“Tanpa jaminan kualitas koperasi yang terbentuk dan prospek usaha yang jelas, potensi kredit bermasalah akan meningkat dan tujuan pembangunan desa justru terdistorsi oleh utang struktural yang tidak siap,” kata Nurdin Halid.

Ia mengingatkan bahwa tanpa sistem verifikasi dan akuntabilitas yang kuat, langkah ini sangat berisiko dan bisa membuka ruang penyimpangan atau moral hazard, serta pemborosan dana publik yang seharusnya menjadi hak masyarakat desa.

Kekhawatiran lain adalah bahwa model pembentukan koperasi saat ini sangat bergantung pada bantuan pemerintah dari APBN, dana desa, hingga CSR. Nurdin Halid mempertanyakan keberlanjutan koperasi-koperasi ini jika subsidi atau bantuan pemerintah dihentikan di kemudian hari.

Oleh karena itu, dia mengimbau agar 80 ribu kopdes harus dibangun dengan mandiri dan mampu berdiri sendiri, tanpa bergantung pada bantuan pemerintah.

https://googleads.g.doubleclick.net/pagead/

Selain itu, Nurdin Halid juga menyoroti jumlah koperasi yang saat ini sudah terbentuk. Berdasarkan data per 25 Mei 2025, baru 45.553 koperasi yang terealisasi, atau sekitar 54,26 persen dari total target. Ia khawatir hal ini dapat memicu munculnya “koperasi kertas”, koperasi yang hanya ada secara administratif namun tidak memiliki aktivitas usaha nyata yang memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Ia juga mencermati kurangnya kesiapan sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur digital yang masih belum memadai untuk mendukung koperasi desa. Menurutnya, rasio antara tenaga pendamping koperasi dengan jumlah desa tidak sebanding.

Pada kesempatan yang sama, Budi Arie mengatakan bahwa ketakutan, kecurigaan, dan keraguan masyarakat adalah musuh utama dalam pembentukan kopdes merah putih.

“Kita takut siap enggak nih orang desa, curiga nanti kepala desanya begini begini, atau kita ragu-ragu,” ujarnya.

“Ini memang soal pertaruhan kita tentang koperasi, di mana program kopdes ini saya yakin jika dikelola dengan baik akan memunculkan sebuah tata sosial ekonomi yang lebih berkeadilan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *