Nyai Djuaesih, Pelopor Kebangkitan Perempuan dan Perintis Berdirinya Muslimat NU

Ensiklopedi1121 Dilihat

MEDIASI – Pada tahun 2022 ini Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) sudah memasuki usia ke 76 tahun. Sejarah perjalanan Muslimat NU sebagai organisasi perempuan NU ini tidak bisa lepas dari kiprah dan kontribusi Nyai R Djuaesih.

Nyai Djuaesih lahir pada Juni 1901 di Sukabumi. Ia tidak mengikuti pendidikan formal dan hanya belajar kepada orang tuanya, yakni R.O. Abbas dan R. Omara S. yang membekalinya dengan ilmu agama.

Nyai Djuaesih memiliki kemampuan alamiah sebagai mubalighah dan cukup terkenal di Jawa Barat. Ia sering memberikan ceramah agama bagi ibu-ibu di berbagai pelosok Jawa Barat seperti di Pandeglang, Tasikmalaya, Sukabumi, Ciamis, dan Bekasi. (Ensiklopedia NU Jilid 4, 2014: 32).

Nyai Djuaesih menjadi salah satu tokoh perintis berdirinya Muslimat NU. Ia mempunyai sumbangan besar dalam gerakan perempuan di lingkungan NU dengan gagasannya mendirikan organisasi khusus bagi kaum hawa di NU.

Menurut Nyai Djuaesih, NU mempunyai kewajiban untuk berdakwah menyebarkan ajaran Islam dan bukan hanya tanggung jawab kaum pria. Karena itu, ia mengusulkan agar perempuan NU dapat menjadi anggota dan aktif serta memiliki wadah organisasi sendiri.

Pada Muktamar Ke-13 NU pada tahun 1938 di Menes Banten, Nyai Djuaesih menjadi perempuan pertama yang naik ke mimbar resmi organisasi NU tersebut.

Pada forum Muktamar NU di Menes ini, Nyai Djuaesih dengan tegas menyampaikan tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan. Ia juga menyerukan agar kaum perempuan harus bangkit menyuarakan keinginan perempuan.

“Di dalam agama Islam, bukan saja kaum laki-laki yang harus dididik mengenai pengetahuan agama dan pengetahuan lain. Kaum wanita juga wajib mendapatkan didikan yang selaras dengan kehendak dan tuntutan agama. Karena itu, kaum wanita yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama mesti bangkit,” tegas Nyai R Djuaesih di forum permusyawaratan tertinggi NU tersebut.

Pada laporan beritanya, media milik NU yakni Berita Nahdlatoel Oelama pun di berita Nomor 6 tahun ke-10 edisi 19 Januari 1941 halaman 4/86 mengabadikan dan menggambarkan keberanian sosok Nyai Djuaesih yang naik ke mimbar di dalam Muktamar NU itu.

“Kemudian dari pada itu, tampillah ke muka, Nyai Djuaesih, voorzitter (ketua) Muslimat NU Bandung yang telah memerlukan datang di kongres ini, berhubung kecintaan dan tertarik beliau kepadanya. Dengan panjang lebar menerangkan akan asas dan tujuan dari NU adalah suatu perkumpulan yang sengaja mendidik umat Islam ke jurusan agamanya dengan seluas-luasnya. Di dalam agama Islam bukan saja kaum laki-laki yang harus dididik tentang soal-soal yang berkenaan dengan agamanya, bahkan kaum perempuan juga harus mendapat didikan yang selaras dengan kehendak dan tuntunan agama, sebagaimana lakinya. Inilah nantinya yang akan dapat membawa keamanan dunia dan akhirat,” begitu bunyi laporan Berita Nahdlatoel Oelama itu.

Persentuhan Nyai Djuaesih dengan NU muncul setelah menikah dengan Danuatmadja alias H Bustomi, seorang pengurus NU Jawa Barat. Dalam berbagai acara organisasi, Nyai Djuaesih kerap menyertai suaminya. Ia pun merasa bahwa NU perlu mengorganisasi para perempuannya agar bisa ikut bersama-sama berdakwah.

Meski pun Nyai Djuaesih menjadi salah satu perintis organisasi perempuan NU, ia tidak menduduki jabatan tertentu pada kepengurusan pertama Muslimat NU. Barulah pada periode 1950-1952, Nyai Djuaesih menjabat sebagai Ketua Muslimat NU. Lahaa..Al Fatihah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *