Mbah Kiai Ruba’i, Mursyid Naqsabandi Khalidiyyah dan Teladan Akhlak dari Petarukan

Ensiklopedi1217 Dilihat

MEDIASI – Kecamatan Petarukan adalah salah satu wilayah yang ada di Kabupaten Pemalang yang mempunyai banyak ulama kharismatik dan alim yang berkiprah di berbagai elemen masyarakat dari dulu hingga sekarang.

Salah satunya Kiai Ruba’i yang lahir pada kisaran tahun 1800-an, beliau lahir di daerah Kauman Masjid Agung pemalang. Beliau merupakan putra dari Kiai Aqidah dan adik dari Kiai Abdul Hamid Pemalang dan nasab garis keturunannya dari ibu masih tersambung dengan Mbah Salamudin Pedurungan.

Kiai Ruba’i pada masa kecilnya dididik oleh ayahnya dengan pendidikan yang sangat religius. Pendidikan karakter meminjam istilah sekarang paling ditekankan oleh sang ayah dalam mendidik Kiai Rubai.

Ayah Kiai Rubai menekankan pada pendidikan etika tata krama atau akhlakul karimah,sehingga beliau dikenal ulama yang sangat tawadhu, dan sopan terhadap siapapun, baik anak kecil maupun dewasa. Bahkan saking tawadhunya beliau memanggil santrinya dengan sebutan Mas atau Gos dengan tujuan menghormatinya.

 Adapun keteladanan akhlak Kiai Rubai yang lain, ia  akan menegur santrinya apabila ada santri yang menaruh pulpen diatas kitab, dengan maksud menghormati sang mushonif (penulis kitab).

Mbah Kiai Ruba’i juga dikenal sebagai Mursyid Thoriqoh Naqsabandiyah Kholidiyyah di wilayah Kabupaten Pemalang. Kegiatan tarbiyah atau pengajian thoriqohnya diadakan dalam waktu pekan ‘weton pasaran jawa’ atau Slapanan (pengajian/tawajuhan) setiap Sabtu Manis yang dihadiri para jama’ah dari berbagai daerah, khususnya kitaran kabupaten Pemalang. Kegiatan rutinan Slapanan Sabtu Manis yang dirintis Kiai Rubai masih berjalan hingga saat ini.

Adapun Karomah yang dimiliki Kiai Rubai, seperti yang diceritakan oleh Kiai Miftahuddin (masih keturunan Kiai Abdul Hamid), beliau ketika mengajar para santrinya dalam suatu kajian, beliau selalu membuka kitab, akan tetapi disisi lain mata beliau dalam keadaan buta, namun dalam membaca kitab yang dikaji tidak pernah keliru.

Beliau juga dikenal ulama yang waskito (mengetahui sesuatu sebelum terjadi), seperti hari meninggalnya beliaupun tahu,sehingga sebelum kyai Ruba’i meninggal beliau memberi wasiat kepada santrinya yang bernama kiai Mi’ad untuk meneruskan Thoriqoh Naqsabandiyah Kholidiyah di Pemalang.

Kiai Ruba’i meninggal kisaran tahun 1900-an dan dimakamkan di pemakaman umum Desa Bulu Kecamatan Petarukan. Beliau meninggal lebih dulu ketimbang kakaknya ,sehingga setelah Kiai Ruba’i wafat, sang kakak yaitu Kiai Abdul Hamid menyuruh para santrinya agar selalu diadakan Khoul setiap tahunnya dan berjalan hingga sekarang.

Oleh : A Rifai (Mahasiswa STIT Pemalang dan Penggerak Gusdurian Pemalang di Petarukan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *