Gus Bahrudin Mustakim dan Sepenggal Kisah Penelusuran Ensiklopedi Kiai Desa

Publika1488 Dilihat

MEDIASI – Menurut para ulama ahli hikmah, para wali Allah tetap hidup di alam kuburnya (barzakh) seperti kehidupan mereka di dunia.

Diantaranya para ulama ahli hikmah yang penulis kenal seperti Habib Luthfi bin Yahya dan Gus Jamil (mantan panglimanya Musafir) pernah menceritakan kisah-kisah para Waliyullah ini.

Dituturkan oleh para Ulama ahli hikmah tersebut bahwa para wali yang ahli tahajjud tetap tahajjud di alam kuburnya. Yang ahli tadarus Qur’an tetap tadarus Qur’an. Yang ahli silaturahim tetap silaturahim. Dan seterusnya. Hal ini sebagai kenikmatan yg mereka alami di alam kubur.

Jika ada para peziarah berdiri mengucapkan salam dan doa-doa, maka si wali yang diziarahi juga ikut berdiri, menjawab salam dan mengamini doa-doanya.

Jika para peziarah membaca Yasin, tahlil, dan sebagainya, maka si wali juga ikut membacanya. Jika para peziarah tawassul, maka beliau ikut mendo’akan.

Bahkan, di antara wali ada yang ahli darok (menolong), sering keluar dari kuburnya ke alam dunia ini untuk menolong para pecintanya.

Mengungkap Sejarah dan Napaktilas Perjuangan Ulama Desa

Jas Merah (jangan sekali-sekali melupakan sejarah), begitu adigium yang sering kita dengar agar kita bisa belajar sejarah dan tidak melupakan masa lalu.

Jas Hijau (Jangan sekali-kali hilangkan jasa ulama), itu pun selalu kita dengar supaya kita tidak melupakan jasa ulama yang telah memberikan cahaya ilmu sebagai guru penuntun umat manusia.

Jas Merah dan Jas Hijau, semestinya tidak hanya jadi jargon semata. sebagai bagian dari generasi penerus, semestinya kita tidak lupa dan selalu belajar mengambil hikmah dari orang-orang yang telah mendahului kita (wafat).

Bagian dari ikhtiar untuk tidak lupa ‘Jas Merah dan Jas Hijau’, Penulis dan beberapa teman komunitas penggerak Literasi Digital saat ini sedang melakukan penelitian dan penggarapan Ensiklopedi Kiai Desa.

Dari proses perjalanan penggarapannya, beberapa waktu ini kita kerja ekstra turun lapangan agar akhir tahun ini bisa selesai satu daerah/kabupaten, yakni Ensiklopedi Kiai Desa kabupaten Pemalang yang progresnya sudah 70 persen.

Hari ini terasa istimewa bagi penulis karena bisa dipertemukan dan sharing dengan salah seorang spesialis atau pakar kuburan aulia’ atau biasa disebut ‘Sarkub (Santri Kuburan)’. Pertemuan yang tidak direncana ini menjadi pemantik semangat gerak dan optimisme apa yang sedang dikerjakan akan lebih mudah dan berkah. Aamien

Saat penulis bersilaturahiem ke rumah salah satu aktivis GP Ansor Pemalang yang juga pengusaha muda Ali Muktamar di Siremeng Pulosari, penulis dipertemukan dengan Gus Burhanudin Mustakim dan rombongannya. Beliau adalah seorang Pesuluk (pengembara spiritual) dan merupakan ‘musafir’ sezaman dengan Gus Jamil.

Gus Burhanudin merupakan cucu dari almaghfurlah KH Moenasir Ali, seorang ulama terkenal dari Mojokerto Jawa Timur dan Rais Syuriah PBNU. Beliau juga merupakan keponakan KH Rozy Munir, mantan Sekretaris Jendral PBNU dan Menteri Era Presiden RI ke 4 KH Abdurrahman Wahid.

Kakek Gus Burhanudin (KH Moenasir Ali) juga seorang pejuang dan veteran perang kemerdekaan RI. KH Moenasir Ali selain pernah menjabat sebagai Sekretaris Jendral plus Ketua Mustasyar PBNU pada tahun 1984, beliau juga merupakan salah satu dari 5 Deklator Nasional berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Bertemu silaturahiem dan diskusii dengan salah satu duriyyah KH Moenasir Ali, yakni Gus Burhanuddin Mustakim, bagi penulis merupakan anugerah tersendiri. Selain menemukan tokoh yang searah dengan apa yang sedang diperjuangkan (yakni mengangkat sejarah perjalanan dan perjuangan para ulama), juga menemukan ‘Mentor’ atau guru yang bisa membimbing ‘perjalanan spiritual’ yang sedang penulis jalani sebagai ‘Sarkub’.

Beliau pun mendukung dan siap bersinergi dengan apa yang sedang penulis kerjakan yakni penggarapan ensiklopedi kiai desa. Ia berharap selain ditulis sejarahnya para kiai desa yang banyak berkontribusi pada umat dan masyarakat, hendaknya ke depan makam para kiai tersebut juga di ‘uri-uri’ atau dipelihara dan dirawat, sebagai bentuk penghormatan dan tabarukkan atas jasa-jasa para kiai desa yang sudah meninggal tersebut.

Selain itu, Gus Burhanudin pun siap menginiasi gerakan ‘Sarkub’ di Pemalang dan sekitarnya guna merawat makam para kiai dan auliya yang saat ini sudah ditemukan. Karena menurutnya, banyak para kiai-auliya tersebar di kitaran Pemalang, namun masih tersembunyi atau hilang jejaknya serta tidak ditulis sejarah perjuangannya.

“Nanti kita bisa bersinergi bekerjasama dengan apa yang sampean (penulis) lakukan. Saya ada grup para pencinta ziarah dan orang-orang binaan saya pun banyak tersebar ribuan. Apa yang dilakukan sudah bagus, tinggal nanti kita bareng-bareng gerak, menjaga dan merawat makam para kiai dan auliya yang ada di daerah sini (Pemalang dan Tegal),” demikian Gus Burhanudin.

Oleh : A Azis Nurizun (Inisiator Penggerak Penggarapan Buku ‘Ensiklopedi Kiai Desa’ di Pemalang, Tegal dan Sekitarnya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *