MEDIASI – Cak Nun dalam buku “Opini Plesetan” mengatakan “Sejarah adalah deretan episode tentang siapa dalang siapa wayang, dan sejarah mencatat Ki Dalang menggenggam kaki tangan wayang-wayang untuk pada suatu hari dimasukkan dalam kotak” bukankah hidup adalah kumpulan episode, rangkaian cerita tentang perjalanan umat manusia dimana batas canda dan darah setipis langkah dan tanah.
Episode adalah riwayat umat manusia mengelola cara pandang dan cara tutur terhadap objek yang dihadapinya , tentang wayang dan dalang bukankah kita percaya bahwa ada dzat yang secara tak kasat mata menuntun, menunjukkan, serta mengajak kita pada hal – hal yang bersifat keindahan, kasih sayang. terkadang kebatilan serta kehancuran, tentu ini menjadi standar bagaimana kelak manusia itu menjalankan kehidupan, dan memilih jalur mana yang mereka gunakan.
Sejarah adalah petunjuk arah, bukan hanya slogan perintah tapi komitmen, sejarah adalah wahana untuk menggerakkan sumberdaya dan energi bagi pembangunan karakter umat manusia yang berkualitas emosional, spiritual, dan intelektual, dalam hal kami kembali mengangkat tentang sosok yang sangat fenomenal di desa kami tapi sekarang dilupakan bagai kapas yang terhempas, sosok tersebut adalah KH Said.
Biografi
Beliau di lahirkan oleh ibu Surtimah dan bapak Karsan pada tahun 1896, beliau berasal dari desa Moga kecamatan Moga. Walaupun orang tua beliau hanya masyarakat biasa tetapi orang tua beliau adalah pengikut setia Thariqoh Syattariyah lokal, tentu kita mengingat bagaimana peristiwa heroik perlawanan masyarakat akar rumput dalam hal ini petani yang tercermin dalam perlawanan perang Diponegoro (1825-1830), perlawanan KH Ahmad Rifa’i (1859).
Di Moga kala itu baru saja kedatangan Belanda akibat undang-undang tanam paksa (cultuur stelsel ). Undang-undang ini di keluarkan oleh Johannes Van Den Bosch sebagai gubernur Hindia Belanda. Kemudian, untuk di Moga sendiri di komandoi oleh Louis Matridjs.
Aturan Belanda ini memaksa ekspoiltasi pedesaan Jawa secara maksimal serta membuktikan bahwa koloni dapat memberikan hasil melebihi biaya pengelolaannya. Tiap desa harus menyerahkan seperlima bagian dari tanah dan wajib menanam hasil bumi ( tebu, kopi , gula dll ), tentu hal ini menyisakkan luka yang amat sangat , maka memukul para masyarakat kelas bawah untuk mengikuti gerakan Islam perlawanan pada kolonialisme.
Moga kala itu juga ada kyai besar bernama mbah Mangunrekso, atas perjuangan besar inilah Moga alhamdulilah tidak bertahan lama, mereka para Belanda segera lenyap dari bumi Moga, yang menjadi penasaran adalah kenapa mereka bisa sekuat ini ?
Tentu tak lain dan tak bukan karena Tarekat Syattariyah lokal tarekat, tirakat , dan terikat. Tarekat adalah mengikuti sedekat mungkin sifat dan cara pandang kita dengan guru , tirakat artinya menjauhi segala kesenengan yang menumpulkan mata hati , dan terikat adalah mengikuti semua aturan , wirid , serta dzikir dari para mursyid.
KH Said Masa Muda
Berawal dari keluarga pengikut tarekat yang kental, KH Said kecilpun sudah terbiasa melihat lalu-lalang masyarakat menggemakan Asma Allah, melantunkan Pujian-pujaan Pada rasulullah, dan tentu mengikuti ajaran mbah Mangunrekso, ajaran tarekat sudah mengental pada dirinya sejak masih dalam kandungan.
Kemudian pada tahun 1910 beliau melanjutkan pesantren di Pesantren Benda Kerep Cirebon , dan tentu dari sekian banyak pesantren Syattariyah di cirebon Benda Kerep salah satunya. Melalui jalur KH Soleh zamzami, dimana kemudian dua putranya juga melanjutkan perjuangan ayahanda yakni kyai Muslim dan kyai Abu Bakar. Said remaja langsung belajar dengan para sukuguru Cirebon itu, beliau mengaji kitab umdah al muhtajin karya Abdurrouf as Singkili, bayn al qahr karya syekh Abdul Muhyi Pamijahan, kitab tuhfat al mursalah ila ruh ann nabi karya Syekh Fadhullah Burhanpuri, zubdat al asrar fi tahqiq ba masyarib al akhyar karya syekh Yusuf al taj. kitab dadalan tarekat dadalan tarekat syattariyah petarekan ratu raja fatimah keraton kanoman Cirebon.
KH Said mendalami tarekat hingga usia 1925, kemudian beliau melanjutkan pesantrennya ke Buntet Pesantren Cirebon. Saat UU Prestadden Ordonantie Guru di keluarkan pada tahun 1925, kegiatan pesantren makin diawasi, maka dari itu para santri pada daswarsa ini juga tidak hanya mengaji kitab, akan tetapi di ajari juga cara membela diri ketika terdesak.
KH Said remaja juga sempet belajar thariqoh tijaniyah yang di ajarkan oleh KH Abbas Buntet Pesantren Cirebon. Di Buntet Pesantren lah beliau belajar semua multi dsiplin ilmu, beliau belajar nahwu dan shorof dengan Kyai Ustman, Kyai Akyas Abdul Jamil. Beliau juga belajar mantiq dan balaghah dengan KH Mustahdi Abbas. Beliau juga belajar ilmu falak dengan KH Ilyas Abdul Jamil, dan berbagai macam ilmu-ilmu agama lainnya beliau habiskan di Buntet Pesantren Cirebon sampai tahun 1936.
KH Said dan perjuangannya
Dengan Multidsiplin ilmu beliau kemudian pulang ke rumah tepatnya di kecamatan Moga , beliau meneruskan para jejak ulama di kecamatan Moga beliau mengajar di masjid Anni’ mah. Tepat pada tahun 1938 beliau menikah dengan nyai Saodah putri pertama KH Abdurrahman Pepedan.
Bersama KH Abdurrahman pun bahu membahu dengan menantunya ini membangun peradaban Islam pertama di desa Pepedan. Beliau juga menghilangkan sebuah pohon sesembahan dari desa kami yakni pohon nangkawali, pohon ini menjadi rujukan para dukun-dukun yang ingin menambah ilmunya. Pada tahun 1940 beliau konon mampu menghilangkan pohon ini dengan hanya di tepuk 3 kali. Kemudian pohon itu tak tumbuh lagi.
Semenjak itu para dukun di desa Pepedan segera bertobat dan mengikuti ajakan KH Said. Pada tahun 1942 beliau melaksanakan haji beliau ke Mekah al Mukarramah, selain kebiasaan para ulama Indonesia yang berziarah ke tanah suci juga ngangsu ilmu (mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya).
Beliau juga mengibur diri sebab kekasih tercintanya nyai Saodah menghadap sang maha kuasa, ketika di Mekah inilah beliau berganti nama, asal muasal nama beliau adalah Saad , kemudian menjadi Said. Beliau berkesempatan menimba ilmu langsung dengan Syekh Khatib al Minangkabau, syekh Thahir Jalaludin , syekh Muhtaram al Banyumasi, syekh Asy’ari Bawean.
Selepas pulang dari Mekah pada tahun 1950 beliau kemudian bersama anaknya yang menginjak usia remaja yakni Zaenal Arifin, beliau menghabiskan waktu untuk mendidik, mengajarkan hal-hal dasar beragama islam kepada masyarakat Pepedan. Dan tidak lupa mengamalkan sholawat fatah 500 kali, beliau juga memagari desa kami dengan bacaan hizib Maghrabi.
Hari wafat KH Said
Beliau wafat pada tahun 1963 pada usia 67 tahun , beliau wafat dalam keadaan bersujud setelah sholat tahajud tepat pada hari Kamis. Beliau meninggalkan sebuah peradaban yang sangat besar di Pepedan , sebab beliau masyarakat Pepedan mengenal sholat. Sebab beliau juga masyarakat Pepedan mulai mengikuti aturan agama Islam. Beliau mengajarkan: “angger wong pengen selemet kudu sholat aja lepat, angger wong pengen penak kudu aja pegel , aja kesel ngurip- nguripi agama Islam“.
Beliau meninggalkan warisan besar di desa kami yakni langgar Miftakhul Aqram yang sekarang menjadi masjid Nurul Iman Pepedan, Moga Pemalang. Lahu… Al Fatihah
Oleh : Imam Dihlizi (Penggerak Gusdurian Pemalang di Moga)